Langkah Awal

5.6K 110 1
                                    

"Ah! Apasi yang kurang dari gue? Gue udah dandan cantik, udah berubah seratus persen dari gue yang dulu. Udah berusaha jadi cewek normal, demi narik perhatian banyak orang, terutama Geo." ucap Verra terengah-engah saat ia sudah baring dikasurnya. Seketika Verra berubah posisi menjadi duduk diatas kasur dan memandang ke arah cermin, menatap pantulan dirinya.

"Cih, gue bosan jadi cupu, pake poni, pake kacamata, terus belajar sampai bikin gue muak!" Verra merapihkan poninya kesamping, "Gini kan enak, gue jadi cantik, pake dandan, fashionista, gak cupu kayak dulu. Tapi apa sih yang kurang? Orang-orang biasa aja sama gue.

Tok Tok!

"Nak? Lagi belajar ya?" tanya mama Verra, Verra berdecih sebal. "Iya, jangan ganggu!" bentak Verra kasar. Mama terdiam. Kemudian berkata lagi, "Oh iya, jangan lupa dihapal rumus-rumus yang mama kasih kemarin, ya. Mama yakin rumus itu penting nanti."

"Hmm." balas Verra malas. Sungguh, ia begitu sangat pusing saat dihadapkan dengan rumus. Orang tuanya tak pernah mengerti, orang tuanya ingin Verra masuk fakultas kedokteran dan mengambil beasiswa ke luar negeri. Tanpa mempedulikan diri Verra, Verra tau, orang tuanya berniat baik agar Verra kelak menjadi orang sukses dan terpandang, tapi Verra tidak mau terus-terusan terpaksa melakukan hal yang membuatnya letih, letih pikiran. Terlalu banyak belajar membuatnya cepat pusing.

"Please, ngertiin Verra." ucapnya pelan kemudian menangis tersedu-sedu. "Verra pingin family time, bukan family time to learning."

****

Semenjak Geo mengungkapkan perasaannya, Ana menjauh. Geo pun tak tau kenapa Ana bisa menjauh, yang Geo katakan tempo dulu memang sesuai dengan yang ia rasakan. Atau salahkah ia mengungkapkan isi hatinya?

Geo mendesah sambil sesekali menyesap rokok batangan di balkon kamarnya. Sudah tiga hari ini Ana menjauhi Geo. Geo menghirup asap rokok yang begitu banyaknya, persetan dengan kesehatan dirinya sendiri.

Geo mendesah pelan merasa frustasi, ia merogoh ponsel yang berada didalam saku bajunya dan menghubungi seseorang.

"Angkat, please." ucap Geo lirih.

Nomor yang Anda tuju sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi.

"Please, Na. Angkat dong."

Nomor yang anda tuju sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi.

Shit!!

Geo mematikan puntung rokok dan membuangnya keluar. Ia lalu beranjak masuk dan berbaring diatas kasur king size miliknya. Ia membalikkan badannya menelungkup. Sampai ia sungguh-sungguh bosan.

"Apa gue ke rumah dia aja, ya? Itu anak kenapa ngejauhin gue coba, dia pikir gue ngidap HIV apa?" kata Geo berbicara ke diri sendiri. Geo merapihkan rambutnya dan mengambil jaket jeans yang tergeletak dibawah lantai, memakainya lalu beranjak turun ke bawah.

Geo melihat papanya tengah tertidur disofa, Gaza tampak kelelahan sehabis pulang kerja, terlihat dari peluh dan raut wajah keletihan. Geo menggeleng pelan, kemudian berbalik badan mengambil sesuatu ke kamar papanya.

Setibanya Geo, ia berjalan mendekat ke sofa, menyelimuti papanya agar tidak masuk angin. Kalau dipikir-pikir, Geo mirip sekali dengan papanya dari segi wajah maupun perilaku.

"Papa kalo gak sanggup kerja, ambil cuti aja dulu, jangan bikin diri sendiri capek. Geo sayang papa." ucap Geo pelan sambil mengelus rambut papanya. "Geo keluar bentar, mau ketemu Ana." Geo berdiri dan memandang papanya lagi, kemudian ia berbalik mengambil kunci motor dan melangkah keluar rumah.

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang