Awal dari Sebuah Akhir

4.8K 109 4
                                    

"Geo!!" teriak seorang perempuan.

Geo berbalik badan dan berhadapan dengan Verra, alis wajahnya terangkat bingung. Verra tengah tersenyum manis dihadapannya.

"Kenapa lo senyum-senyum?" tanya Geo. Verra masih senyum dengan manisnya. "Aneh," ucap Geo lagi lalu meninggalkan Verra untuk menuju ke parkiran.

"Eh Geo tunggu! Temenin gue dong, please." ucap Verra sambil memelas. Geo menghela nafas kasar, padahal ia sudah janji ingin mengantarkan Ana.

"Tapi gue..."

"Please, gak ada temen gue selain lo." katanya. Kali ini Geo agak sedikit terenyuh, pasalnya, Verra memang terlalu menutup diri, melihatnya memelas membuat Geo kasihan.

"Gapapalah, cuma bentar. Lagian Ana ada kelas tambahan sekitar setengah jam."

"Hm, oke. Gak sampe dua puluh menit, ya?" tanya Geo, Verra mengangguk antusias. Lalu mereka berdua menaiki motor dan meninggalkan sekolah.

"Belum dijemput?" tanya Chika melihat Ana yang daritadi terdiam didepan kelas X IPA 1.

"Belum, Chik." jawab Ana pelan. Chika mengerutkan dahinya, "Gak sama Geo?" tanyanya lagi.

"Geo sibuk kayaknya,"

"Sayang, kuy." ucap Azka kepada Chika, Azka beralih menatap Ana, "Hai, Na!" sapanya. Ana tersenyum sambil mengangguk, "Lo pulang bareng siapa?" tanya Azka.

"Bareng bang Revan," jawab Ana sambil tersenyum.

"Yaudah kita duluan ya." ucap Azka sambil menggandeng tangan Chika menuju parkiran.

Ana berjalan menuju halte bus didepan sekolahnya, sendirian. Ana masih tidak habis pikir dengan Geo, katanya Geo mau menunggu dirinya.

"Katanya lo mau nunggu gue, Yo. Tapi saat gue gak jadi kelas tambahan, lo malah pulang bareng Verra. Cowok munafik banget lo." ucap Anaa ketus.

Ana salah, Ana salah karena terlalu berharap ke Geo. Ana harus tau Geo itu seperti apa. Geo itu playboy, dan akan selalu seperti itu. Ana tidak marah, ia malah bersyukur tidak terlalu jatuh ke diri Geo, Tuhan masih lebih baik karena tidak mematahkan hati Ana terlebih dahulu untuk menyadarkannya.

Lebih baik Ana memesan Go-jek daripada harus menunggu abangnya yang ngaret habis. Mulai sekarang, disini, di halte bus ini, Ana harus meninggalkan perasaan dungunya terhadap Geo, raja dari segala keburukan.

****


Geo Dewa
"Na, lo dimana? Gue ke SMA kok lo gak ada? Udah balik ya? Maaf ya tadi gue nganter nyokap ke rumah temennya, agak jauh sih. Maaf ya."

Ana hanya melihat notifikasi whatsapp tanpa berniat membalasnya. Dada Ana sakit melihat Geo berbohong, Ana tidak masalah jika Geo pulang dengan Verra, ia hanya tidak suka jika Geo berbohong, padahal sudah jelas ia melihat sendiri.

Ana berusaha untuk fokus dengan buku cetak kimia yang ada dihadapannya ini, ia harus menuntaskan bab dua sore ini, agar nanti malam ia bisa memfokuskan diri untuk olimpiade ekonomi.

Namun, Lagi-lagi Geo mengechat Ana, hingga menyepam sampai ratusan kali. Jujur Ana risih dengan itu, tapi dia tidak menggubris itu. Ana berdecih sebal saat Geo mencoba menelpon dirinya, dengan emosi yang memuncak, Ana mematikan daya ponselnya, lalu melemparkannya ke arah kasur.

Ana ingin ketenangan.

***

"Geo.." panggil Gaza dari balik pintu. Geo menatap papanya sambil menaikkan alis, "Kenapa, pa?" tanyanya.

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang