Pelecehan

5K 121 1
                                    

"Verra!" panggil Ana saat melihat Verra masuk ke dalam kelasnya, Verra membalikkan badan mendengar ia dipanggil Ana. Ia memasang wajah bingung. "Kenapa?" tanyanya.

Ana berlari menghampiri Verra, ia berpeluh karena berlari, "Kita kapan mau ngebahas soal?" tanya Ana, Verra tampak menimang-nimang sesuatu. Kemudian ia tersenyum misterius.

"Nanti, pas pulang sekolah, di kelas gue, gimanna?" tanya Verra tersenyum sangat manis. Ana cemberut, "Kenapa pas pulang sekolah?" tanya Ana.  "Hari ini gue bisa,"

Ana mengangguk-anggukkan kepalanya, "Yaudah, nanti, ya?"

"Iya," balas Verra sambil mengangguk. Ana berbalik badan untuk menuju ke kelasnya.

"Ana!" panggil Verra, Ana membalikkan badannya, "Lo kalo ke kelas gue sendirian aja, ya." ucap Verra tersenyum manis. Ana agak curiga dengan senyuman Verra yang seperti itu, Ana berusaha menepis pikiran itu, Verra memang sering tersenyum, tak ayal Ana menganggukan kepalanya tanda mengerti.

***

Sesuai dengan perjanjian tadi, Ana menunggu teman-temannya untuk pulang terlebih dahulu, barulah ia bisa pergi ke kelas Verra, XII IPA 4. Kelas Verra kosong tak berpenghuni, Verra pun tak ada di kelasnya sendiri. Ana memutuskan untuk duduk di kursi paling depan dekat meja guru sambil menunggu Verra.

Sudah sekitar lima belas menit, Verra belum datang, Ana mencoba menelpon Verra namun tak kunjung ia angkat. Ana memutuskan untuk berdiri dan hendak berjalan keluar. Namun, di depan pintu sudah ada seorang cowok yang Ana tak tau itu siapa.

"Ana, ya?" katanya memastikan, Ana mengangguk meski bingung. Cowok itu mendekat ke arah Ana, "Ngapain lo disini?" tanyanya lagi.

"Gue mau bahas soal sama Verra, tapi dia belun datang juga." balas Ana pelan. Cowok itu mengangguk. Ia mendekat sampai Ana pun perlahan mundur teratur ke belakang.

"Lo-- mau ngapaaa--in!?" bentak Ana. Cowok itu malah tersenyum sangar, "Tenang aja, gue gak bakal kasar kok." ucapnya. Tubuh Ana merinding, ada celah untuk ia kabur namun tangannya dicekal oleh cowok itu.

"Udah, gak usah lari." katanya pelan, nafas Ana memburu karena panik, cowok itu memegang dagu Ana, Ana semakin panik saat Ana sudah terpojok didinding. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena kesempatan untuk kabur sudah tidak ada.

"Geo, tolong gue!"

Melihat cowok itu lengah, Ana dengan sigap mengigit pergelangan tangannya yang membuat cowok itu mengerang dan melepaskan tangan Ana. Anna berusaha kabur, namun lagi-lagi tangannya dicekal. Cowok itu memeluk Ana dari belakang. Mata Ana sudah berair karena tak menyangka ia mendapatkan pelecahan yang dilakukan oleh teman seangkatannya sendiri.

"TOLONG! TOLONG GUE!" teriak Ana sekeras mungkin, cowok langsung saja menutup mulut Ana menggunakan tangan kanannya. Tangan kiri cowok itu mengambil sebilah silet, lalu mengarahkannya ke arah leher Ana.

"Jangan bawel, kalo gak, silet ini gue jamin bakal bisa nyayat leher lo!" ancam cowok itu. Tangisan Ana makin menjadi-jadi sekarang. Ia tidak menyangka masih ada orang yang sekejam ini, padahal Ana yakin ia tidak pernah berbuat salah kepada siapapun, ia yakin akan hal itu.

Masih dengan posisi seperti tadi, cowok itu membisikkan sesuatu ke Ana, "Dari dulu gue suka sama lo, Na. Cuma lo gak sadar. Kita pernah ketemu, di jalan, gue nyapa lo tapi lo gak nyapa gue, sakit Na diabaikan kayak gitu."

RETISALYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang