24. Abra, Evelyn, Dan Dunia Yang Tak Sama

58.3K 6.8K 772
                                    

***
Ada beberapa orang yang lebih memilih sendiri, bukan karena tak mau membuka hati. Mereka hanya sedang menjaga diri, agar tak merasakan kecewa lagi.

***

Amar melebarkan mata tak percaya melihat Abra yang sedang menari gila-gilaan di halaman rumahnya. Seolah sedang berhalusinasi, Amar yakin, ini adalah delusi terparah yang ia rasakan, saat telinganya yang awas terus menangkap teriakan-teriakan heboh dari bibir sahabatnya itu. Sebenarnya, bukan karena kelakuan ajaib Abra itu yang membuatnya terkesima, melainkan berita besar yang dibawa serta pria itu dengan bangga padanya.

Lantas Amar menggelengkan kepala, “Gue yakin, Abra baru aja buat kesepakatan sama dukun.” Desahnya sambil meringis. “Serius, gue merinding sekarang.”

“Hahahaha … lebay lo!” sahut Wira terkekeh. “Bukan kesepakatan sama dukun sih, kalau gue bilang.” Wira menepuk-nepuk bahu Amar yang masih tampak tergunjang dengan kabar ajaib Abra. “Gue yakin, dia lagi bersekutu sama Jin Iprit. Kerjasama mereka pakai materai 6000 dua lembar, terus pakai cap jempol.”

“Anjing!” Amar ikut tertawa sambil menoyor kepala Wira, lalu kembali menertawakan Abra sinting yang sekarang sedang berlarian mengelilingi kebun bunga kecil di depan teras, tempat mereka duduk saat ini. “Gue nggak percaya Omnya Kenya bakal luluh sama laki-laki model cacing kepanasan kayak gitu.” Telunjuknya mengarah ke Abra.

Berbeda dengan reaksi Amar, Wira tampak terpingkal geli. Bahkan lajang tersebut sampai memegangi perutnya demi melihat Abra yang tengah kegirangan saat ini. Tak peduli bahwa adzan Isya baru saja berkumandang, notaries gila tersebut tetap melanjutkan selebrasinya bak Ronaldo yang berhasil mencetak Hattrick ke gawang Bayern Munich di perempatfinal Liga Champion. “Kayaknya bokapnya Evelyn resmi kena pelet si Abra deh. Setelah Abra sukses ngepelet Evelyn.”

Amar mengangguk setuju. “Ngeri gue lama-lama deket dia,” Amar bergidik. Namun sudut bibirnya terangkat geli. “Ini si Adam belum tau ‘kan?” Wira hanya menggeleng. “Yakin gue, Adam pasti bakal buka kitab hukum Pidana dan nyari pasal buat nyadarkan Abra.”

Dan kedua sahabat itu hanya mampu menggelengkan kepalanya saja, saat Abra mendatangi mereka kembali setelah berselebrasi nyaris setengah jam. Dengan napas terengah, Abra yang sudah membuka kemejanya dan hanya menyisahkan kaos dalaman saja, segera menjadikan kemejanya lap untuk menghapus keringat.

“Hahh …! Gila! Ini malem sejuk banget!” serunya hiperbolis dengan tampang tengil. “Aura calon manten emang gini banget ya, Mar. Sampai bisa bikin kalian berdua excited terus mandangin gue.”

“Najis!

“Setan!”

Lalu Abra tertawa kencang mendengar makian teman-temannya. “Hah, sayang banget ini pak pengacara nggak ada.” Abra menyambar minumannya, lalu memilih duduk di lantai sambil meluruskan kakinya yang pegal. Sementara Wira dan Amar duduk di atas, memandangnya penuh cela. Abra sih, masa bodoh saja, karena yang terpenting adalah bahwa dia sedang bahagia. “Wir, lo nanti boleh deh kirim broadcast buat mantan-mantan gue.” Abra berkata lagi, dan kali ini lebih songong dari sebelumnya. “Eh, maksudnya mantan temen-temen bobok gue, hehehee …” ia segera meralat.

Dan Wira langsung saja melemparnya dengan asbak kayu, membuat Abra melompat sambil mengumpatnya. Namun Wira tak peduli. Ia tertawa keras dan mengatakan beberapa makian untuk membalas umpatan Abra. “Gue yakin banget, lo tuh memang simpenannya Nyi Blorong, yang kalau malam Jumat Kliwon suka makanin menyan. Makanya lo bisa seberuntung ini, Ab.”

Knock Your HeartΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα