3. And Then ... Show Time!

99.3K 6.4K 329
                                    

Warning aja buat dede-dede gemes yang nyasar baca ya. Tapi buat tante-tantee dasteran unyu, boleh deh dilanjut. wkwkkwkkk

***

Abra sudah mengenal istilah kencan satu malam sejak ia mulai paham bahwa selain untuk pipis, alat kelaminnya bisa dipergunakan untuk hal-hal lain guna mencari kesenangan. Dan kenikmatan melalui ujung penis yang menegang menjadi candu, saat ia tahu bagaimana cara untuk membuat bagian itu lemas lagi.

Sial! Ia bersumpah bukanlah penjahat kelamin yang menjajah batangnya dari satu lubang ke lubang lainnya. Serius, ia bukan orang yang seperti itu.

Hanya saja, ia terlalu menyukai aktivitas berkeringat lewat olahraga olah kelamin. Bayangkan saja, berapa banyak jumlah keringat yang kalian dapatkan hanya karena olahraga telanjang tersebut. Belum lagi kepuasan yang di dapat. Beugh ... sumpah, olahraga ini sudah menjadi favorite Abra semenjak bertahun-tahun silam.

Dan kini, ia mendadak ngeri mengenai sodoran kencan satu malam yang diusung Amar hanya karena ia memilih tantangan sewaktu mereka melakukan permainan konyol.

Truth or Dare, bajingan! Maki Abra kesal.

Bukan apa-apa, Abra memiliki kriteria khusus untuk teman tidurnya. Bukan sembarangan perempuan yang bisa ia ajak saling menghangatkan. Abra sangat pemilih. Sebab ia berprinsip kejantannya yang berharga harus menemukan sarang spesial untuk berbagi kesenangan. Karena itu, Abra tak ingin sembarangan.

Sekarang ia mulai was-was dengan pilihan Amar.

Meraih ponsel, Abra memilih langsung menghubungi yang bersangkutan. Hanya untuk berjaga-jaga saja bukan gorilla yang Amar kirim untuk memperkosanya.

"Lo beneran nggak ngirim cewek jadi-jadian buat gue 'kan, Mar?" Abra langsung bertanya tanpa berniat basa-basi. Tak ia pedulikan kekehan geli dari suara Amar. "Gue nggak bisa becanda soal selangkangan gue, Mar. Ini asset, dan gue ngejaga asset gue bener-bener."

"Hahaha ... santai kali, Ab. Lo kayak bebek mau di potong deh, bising mulu dari kemarin."

"Gue nggak bisa santai kalau ini udah menyangkut selangkangan gue yang super sensitive. Gue butuh kepastian."

"Kamar hotel lo belum diketuk? Wah, jangan-jangan cewek super cantiknya nyasar, Ab." Amar kembali tergelak oleh celotehannya sendiri. "Coba lo knock-knock, Ab. Knock-knock di pintu ya, bukan knock your heart."

"Setan, lo!" Maki Abra berang. "Kalau gue liat tuh cewek nggak kriteria gue banget. Gue bakal langsung tinggal dia, sumpah. Bodoh amat gue, bakal lo katain seumur hidup. Sorry, Mar. Gue lebih sayang kelamin gue."

"Hahaha ... selow bro. serius, lo udah kayak pasien gue yang mau lahiran. Tenang aja, yang kali ini berkualitas tinggi. Lo nggak bakal nyesel sumpah. Orisinil dan lo bakal ngucap jutaan terima kasih sama gue." Amar menjelaskan dengan tawa yang mendera. "Pokoknya doyanan lo banget deh dia. Bisa manjat lo dan goyang-goyang di muka lo. Dan tangan lo bakal nggak mau lepas ngeremes dadanya. Aw, kok gue kangen bini ya jadinya."

Abra mendengus, ia ingat betul malam ini Amar mendapat piket malam. Yang artinya ia tidak akan mendapatkan jatahnya. "Lo kawini deh perawat-perawat itu. Atau lo peperin selangkangan lo ke tembok."

"Bangsat lo, Ab!" Maki Amar geli. "Gue nggak sefrustrasi itu kok. Adik kecil gue bisa tahan nafsu. Nggak kayak punya lo yang selalu on fire setiap liat cewek berbelahan dada rendah."

Abra mengabaikan ejekan tersebut. "Intinya, kalau monster yang lo kirim ke sini. Gue bakal datang ke rumah sakit saat itu juga buat ngehajar lo." Kemudian ia memilih menutup panggilannya.

Knock Your HeartWo Geschichten leben. Entdecke jetzt