1. Eve - Abra

112K 7.7K 219
                                    


***

Evelyn, 32 tahun. Wanita cerdas, mandiri dan matang sesuai usianya. Memiliki karir luar biasa bagus. Cantik, adalah kata yang dipilih sebagian orang untuk mendeskripsikan dirinya.

Dan siapa yang tak bangga, bahwa kenyataannya ia adalah perawan yang masih memiliki mahkota kehormatan tertutup rapat sekalipun dunianya tidaklah sesuci kelihatannya. Orangtuanya pasti bangga dengan fakta itu. Dan awalnya Eve pun begitu.

Namun perlahan, pandangannya bergeser.

Setelah dua tahun putus dari kekasihnya yang rumit, Eve mulai kehilangan logikanya ketika menyadari hatinya masih enggan beranjak. Sementara pria yang pernah menjadikan dirinya satu-satunya, sudah mulai mengarungi biduk baru bersama pasangan tercinta. Dan Evelyn marah, saat menyadari ia masih berada di tempat yang sama. Masih mengharap Tuhan membuatkan sebuah mukjizat. Evelyn seakan lupa, bahwa ia bukanlah hamba yang taat.

Frustrasi, Evelyn mendatangi sepupunya, Kenya. Dan wanita bersuami itu mengusulkan sebuah kencan eksklusif padanya. Sebuah petualangan satu malam. Evelyn mengernyit saat rencana itu dipaparkan padanya.

"Kamu perlu mengenal orgasme, Eve." Tutur Kenya santai. Sesantai daster yang ia pakai sekarang semenjak kehamilannya menginjak bulan kelima. "Hidup ini jangan di bawa tegang terus. Dan kamu tuh, terlalu serius dalam hidup. Kamu perlu bersenang-senang, Sayang." Tambah Kenya mengedipkan mata.

Evelyn tak yakin. "Aku sudah setua ini, Ken. Aku tidak memerlukan hubungan satu malam. Aku butuh seseorang yang bisa membantuku membenahi kerusakan hatiku." Evelyn penuh perhitungan. Ia tak akan dengan mudah mengiyakan saran bodoh itu. Ia sudah menjalankan perusahaan warisan keluarganya di usia muda. Dan sampai sejauh ini, ia belum memberi kebangkrutan. Jadi, jangan harap dia akan luluh semudah itu.

Namun jangan memanggil perempuan itu Kenya, jika ia tak bisa membengkokkan jalan lurus yang dipilih sang sepupu. "Come on, Eve!" seru wanita itu hiperbolis. "Semua orang tau, kamu butuh pelepasan. Kamu terlalu stress."

Eve menggeleng, lantas memijat keningnya yang berdenyut. "Aku perlu pengalihan perasaan. Dan bukan kencan satu malam."

"Nah, itu!" Kenya memekik semangat. Sepertinya, otak yang ia punya mulai menemukan celah untuk memasukan Eve dalam limbah kenistaan. "Kamu bukan perawan suci yang begitu mati akan masuk surga. Ayolah, sayang ... kamu butuh teriakan sebelum hujaman terakhir di berikan."

Mata Eve menyipit. Ia menatap tajam Kenya yang kini sedang memberinya pemandangan menggelikan. Yah, Kenya sedang memutari perutnya yang buncit. Sesuatu yang Eve ingat pernah membuat wanita itu menangis histeris karena takut memiliki anak. "Ini tidak lucu." Evelyn berujar ketus.

"Dan aku memang sedang tidak melucu." Kenya menyeringai. "Keperawananmu yang masih tertutup rapat itu, membuat otakmu juga ikut mampet. Ayo sayang, kita perlu membuat rongga udara di sana." Katanya setengah geli. "Percayalah, lebih dari heroin, seks adalah narkoba yang polisi tak bisa menahan kita ketika kita sudah menjadikannya candu."

"Kamu gila!" Eve mendengus.

Kenya hanya tertawa saja. "Come on, your parent bahkan sudah tinggal serumah sebelum mereka menikah. Dan kejadian itu sudah lebih dari 30 tahun silam, honey." Kenya menaik turunkan alisnya. "Dan untuk era digital seperti sekarang ini, ayo keluar dari sarangmu, Eve. Kamu jelas bukan manusia purba yang berguna hanya karena fosilnya 'kan?"

Evelyn mencibir sambil meraih tasnya. "Aku lupa, seharusnya aku tidak pernah ke mari." Ia bangkit untuk pulang. "Nanti aku akan menghubungimu lagi kalau aku sudah kehilangan kewarasan."

Berdecak, Kenya mengikuti Eve yang kini sudah berdiri. "Aku yakin kewarasanmu akan hilang sebentar lagi." Ujar Kenya yakin.

"Bemimpilah, sweetheart. Bermimpilah." Cibir Evelyn sambil melambai ke arah wanita itu.

Knock Your HeartWhere stories live. Discover now