9. Fix! Delusi Akut!

55.1K 5.9K 188
                                    


*** 

Pernakah kalian merasa begitu menginginkan seseorang namun menahannya hanya karena ruang kerjamu tidak kedap suara?

Well, jika kalian pernah merasakannya, maka bergabunglah bersama Abra Risdian Pahlevi yang sedang mati-matian menahan hasrat setan yang menggebu seperti tengah dibacakan ayat kursi, hanya karena sesosok wanita berambut ikal memanjang memasuki kantornya.

"Jadi, ada kepentingan apa kamu sampai datang ke kantorku, Lun?"

Suara yang berusaha Abra tampilkan penuh kewibawaan, semata hanya untuk menutupi kejantanannya yang sudah bergerak gelisah di balik resleting celana hitam yang ia kenakan seperti melesak tak sabar menginginkan pembebasan.

Ck, sial!

Abra meletakan pulpen yang tadi sudah siap untuk membubuhkan tanda tangan di atas kertas bermaterai berisi perjanjian Sewa Menyewa, ketika salah seorang staffnya mengetuk pintu dan mengatakan bahwa ada seseorang yang mencarinya.

Awalnya Abra pikir hanyalah klien yang ingin membuat suatu pelegalan perjanjian. Tetapi ternyata, yang muncul di dalam kantornya adalah seorang teman kencannya beberapa minggu yang lalu.

Shit! Bahkan hingga detik ini, Abra masih terbayang-bayang. Kulit mulus yang mengundangnya membuat banyak sekali tanda. Seperti remaja yang baru pertama kali mimpi basah, malam itu, Abra bertindak tak sabaran layaknya bocah yang ingin menyusu pada ibunya.

Abra jelas sangat mengingat wanita itu. Bukan semata hanya karena parasnya yang cantik, juga badannya yang menawan, atau malah karena dadanya yang kencang atau lebih spesifik lagi pada kerasnya puncak dada wanita itu ketika Abra menjalankan lidahnya di atas sana.

Oh Tuhan ... kenapa bayangan ketelanjangan mereka langsung menyandra ingatannya?

Bajingan! Abra tak bisa berkonsentrasi sekarang!

Padahal, beberapa saat lalu ia masih berada dalam tahap galaunya sebagai pria. Antara ingin mengajak Alya balikan atau mengabaikan saja seperti yang sebelumnya. Tapi dasarnya ia adalah setan yang tak punya iman, pendiriannya mudah sekali goyah. Bahkan kini, Abra sudah melupakan wacana untuk membuka aplikasi WhatsApp demi kelancaran niat murninya untuk menjalin silahturahmi.

Halah ...! Silahturahmi kampret! Abra hanya ingin tebar pesona saja pada Alya.

Oke, kita tinggalkan Alya dan segala kemungkinan mengenai mereka yang kedepannya bisa menjadi apa saja. Mari kembali pada wanita yang Abra ingat di hadapannya ini.

Tidak, Abra jelas tak hanya mengingat wanita itu sebatas seks semata.

Tapi lebih pada fakta, bahwa wanita tersebut merupakan perawan sebelum keperkasaan Abra merobek selaputnya. Kegiatan yang harus membuat kepala Abra pening saat merasakan dorongan kuat untuk meluncurkan seluruh miliknya ke dalam liang sempit milik wanita yang tengah meringis waktu itu. Dan kini, sang jelita yang tak mungkin dapat dengan mudah ia lupa, datang menghampirinya secara tiba-tiba. Setelah pagi itu, wanita tersebut meninggalkan Abra sendirian di kamar hotel tanpa petunjuk apapun.

"Dan ngomong-ngomong bagaimana kamu tau kantorku?" ini agak membingungkan. Karena seingat Abra, malam itu mereka sama sekali tak membuka diri dalam obrolan artinya tidak mengobrol panjang lebar mengenai kehidupan pribadi.

Wanita berambut cokelat itu mendesah. Lalu meletakkan tasnya ke atas meja setelah ia benar-benar duduk disalah satu kursi di depan meja Abra. "Amar yang memberitahu, hanya untuk berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu aku punya keperluan sama kamu." Eve berbohong. Ia bahkan tak pernah menghubungi Amar semenjak malam itu.

Meneguhkan tekad, Eve hanya berdoa agar kewarasannya kembali hilang seperti malam bermingu-minggu lalu. Supaya ia tak perlu repot-repot berlari terbirit dari sini dengan semua rasa bersalah yang menyiksa. Eve membutuhkan hal ini. Eve memerlukan semua kegilaan ini.

Knock Your HeartWhere stories live. Discover now