Part 30

3K 212 18
                                    

Sudah direvisi.

🌸🌸

Sore ini, Elang sedang duduk di salah satu kursi di koridor lobi sendirian. Ia sedang menunggu seseorang. Seseorang yang beberapa hari belakangan ini membuatnya uring-uringan.

Bagaimana tidak? Setelah pernyataan perasaannya terhadap gadis yang ia sukai, malah membuat gadis itu menjauhinya.

Contohnya tepat pada hari di mana ia menyatakan perasaannya. Gadis itu, Alika, malah buru-buru pergi meninggalkan Elang yang sedang sakit, tambah kelihatan mengenaskan karena ulah Alika.

Belum lagi, keesokan harinya Alika malah menjauh. Menganggap kehadiran Elang seolah tak kasat mata, dan membuat Elang jadi tambah merasa menyesal telah menyatakan cintanya.

Puncaknya kemarin pagi, Elang sengaja menunggu Alika di koridor kelas 10 di pagi-pagi buta hanya untuk berbicara pada gadis itu, yang ternyata berangkat ke sekolah bareng sahabatnya Nino, si Bagas. Terpaksa Elang mengurungkan niatnya.

Double shit.

Tapi hari ini, Elang bertekad untuk bisa berbicara empat mata dengan Alika. Kebetulan, gadis itu selaku anggota ekstrakurikuler jurnalistik sedang melaksanakan rapat. Tadi, waktu istirahat diumumkan akan di adakan rapat untuk semua anggota jurnalistik. Dan Elang tahu, Alika adalah bagian di dalamnya

Elang tadi juga sudah mengecek keberadaan Nino. Laki-laki itu telah meninggalkan sekolah dengan mobilnya. Dan Bagas, ia juga sudah lebih dulu meninggalkan sekolah.

Jadi, keuntungan untuk Elang hari ini, akan ia manfaatkan sebaik mungkin. Elang tahu, kalau bukan sekarang ia berbicara pada Alika, mungkin selamanya hubungannya dan Alika akan menjauh seperti ini. Dan lambat laun, jadi orang asing yang tidak saling mengenal.

Elang mengetukkan jarinya di kursi yang ia duduki saat ini. Demi apapun Elang saat ini sedang gugup. Ia bukan ingin memaksa Alika membalas perasaannya. Tapi, Elang hanya ingin hubungannya dengan Alika tidak berakhir seperti ini.

Elang mencintai Alika, sudah pasti. Tapi, kalau pernyataan perasaan Elang membuat Alika menjauh, lebih baik Elang tidak pernah mengatakan hal itu sebelumnya. Jauh dari Alika membuat Elang mengerti, Elang hanya butuh Alika di sampingnya. Ada atau tidaknya perasaan Alika pada Elang, Elang tetap menginginkan di dekat Alika, selalu.

Di dekat Alika, Elang merasa hidup. Seolah ada bagian dari jiwanya yang kosong selama ini telah di isi oleh Alika. Yang tidak bisa di isi oleh Gilang, Arkana, Alexi, atau Nino sekali pun yang merupakan mantan sahabatnya.

Suara bising dari koridor sebelah kiri Elang membuat ia segera menolehkan kepalanya. Ia menatap satu persatu orang yang keluar dari ruangan rapat dengan siaga. Jangan sampai, Alika melihatnya dan membuat gadis itu menjadi kabur dan memilih jalan lain.

Beberapa orang telah lewat di hadapan Elang. Ada sebagian yang menyapa, dan dibalas senyuman kecil olehnya. Dan tepat saat Elang menoleh ke arah ruang rapat, Alika keluar dengan beberapa orang gadis yang Elang ketahui anak kelas sepuluh, sama seperti Alika.

Alika berjalan sambil menunduk menatap ponselnya. Kemudian mengetukkan ponsel itu pada tangannya sambil memasang muka kesal. Elang memerhatikan setiap perubahan raut wajah Alika sambil tersenyum. Gadis itu selalu saja lucu dengan setiap perubahan mimiknya.

Elang berdiri, berjalan ke arah tiang penyangga dan berdiri di sebelahnya untuk menutupi tubuhnya walau hanya sebagian. Ia menunggu Alika lewat. Ketika teman-teman yang berbarengan berjalan dengan Alika lewat, Elang menahan napas. Menunggu giliran Alika lewat di hadapannya.

My Possessive Brother AffectsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang