Part 27

3K 235 18
                                    

Sudah direvisi

🌸🌸

Nino menatap punggung Alika yang menjauh. Ada yang mengganjal dari adiknya. Sepertinya, setelah mendengar semua pengakuan bunda dan apa yang telah dirahasiakan pada Alika selama ini, alika kelihatan terpukul.

Namun setelah itu, entah kenapa pergerakan buru-burunya menuju kamar membuat Elang berpikir ada sesuatu yang adiknya sembunyikan.

Dengan otak yang memikirkan beberapa detik, Nino mendapatkan jawaban. Ia segera berdiri dan berpamitan pada orang tuanya untuk menuju kamarnya juga. Itu hanya alibi, karena sesungguhnya, Nino ingin mengejar Alika.

Setelah sampai pada anak tangga teratas, Nino melihat Alika sudah hampir ingin membuka pintu kamar, sebelum satu kalimatnya membuat Alika mematung.

"Kamu enggak bisa kabur dari Abang, kalau itu yang ada di kepala cantikmu." Nino menyeringai mendapati Alika tidak bergeming di tempatnya. Sepertinya, dugaan Nino benar.

Alika berbalik dengan wajah pucat pasih. Nino maju hingga berjarak kira-kira enam langkah dari hadapan Alika. Ia memperhatikan perubahan wajah adiknya. "Kamu jawab dengan jujur, kamu habis dari mana?" tanya Nino tenang.

"Da-dari rumah temen..." Alika gelagapan ditatap seperti itu oleh Nino.

Nino maju selangkah, semakin dekat kepada Alika. "Siapa temen kamu?"

Tatapan Nino semakin membuat Alika terintimidasi. Padahal, Nino hanya menatapnya datar. Alika mengulum bibirnya kedalam. Menimang apakah harus jujur atau tidak dengan abangnya.

Nino maju selangkah lagi. "Jangan coba-coba bohong sama Abang."

Perlakuan Nino berhasil membuat kaki Alika gemetar. Nino selalu bisa mengendalikan keadaan dan membuat Alika selalu tersudutkan.

Perlahan, Alika mengangkat wajahnya menatap Nino yang sudah satu langkah di hadapannya. Alika menelan ludah getir dengan susah payah.

Terpaksa Alika harus mengakui ini. Nino berhasil membuat Alika mati kutu. "Em.. Aku, habis dari apartemen Elang."

Blam!

Seperti ada bom waktu yang tertanam di kepala Nino, yang seketika meledak ketika Alika mengatakan itu. Nino menggertakkan giginya serta mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih.

Nino menatap nyalang ke arah Alika yang telah menunduk, kehilangan nyalinya walau hanya sekedar menatap mata Nino. Alika menunduk dalam.

"Untuk apa kamu ketemu dia?" tanya Nino datar dan dingin.

Alika masih membeku. Ia merinding mendengar suara Nino yang sedingin es. Alika yakin, saat ini wajah kakaknya begitu menyeramkan. Ia sampai sangsi hanya untuk menatap wajah itu.

"Jawab!" tanpa sadar suara Nino meninggi. Membuat Alika terkejut dan refleks menutup mata. Tangannya yang bergetar saling mengamit.

"Elang.. Elang sakit, Bang." Alika berusaha mati-matian mengendalikan suaranya yang hampir bergetar. Bukan, suaranya memang telah bergetar.

Nino semakin murkah. "Ngapain kamu ngurusin dia?! Ada hubungan apa kamu sama dia?!" hardik Nino tak tertahankan.

Alika menggeleng cepat. "Dia, teman aku, Bang. Aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia."

"Terus kenapa kamu repot-repot ngurusin laki-laki bajingan itu?" tanya Nino skiptis.

Alika menatap wajah Nino dengan berani. "Dia punya nama, Bang. Dan dia bukan laki-laki bajingan."

My Possessive Brother AffectsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang