35. Karena kamu Hadir

7.1K 978 85
                                    

Katamu, aku berhak memiliki dunia yang bebas dikelola  oleh kepala. Aku punya perasaan yang dibebaskan untuk jatuh.

Tapi, jatuhnya sangat sempurna untuk kamu. Terlepas siapakah kita dalam paradoks dunia, kamu tetap khayalan yang patut dinyatakan.

Sudah kuduga, mengenai perasaan tidak akan ada habisnya. Tentang kita yang terkurung imaji, tapi aku menikmatinya.

Aku menikmati mendengar lengguhan dari desah bibirmu yang manis. Padahal, aku sedang bermimpi indah.

Aku menikmati mengendalikan bahagia, padahal---aku tertawa sendirian.

Aku menikmati dihantam kehilangan, padahal sedari awal, aku memang tak punya siapa-siapa.

Menikmati kamu dalam kehadiran imaji. Kamu tetaplah hati yang digilai ruang hampaku. Padahal, kamu tidak berwujud apa-apa. Itu sudah jelas, kamu tidak punya hati. Lantas, begitu gilakah sang ruang sampai kamu pun didamba?

Tapi kamu berbentuk sempurna dengan senyuman yang dalam. Aku mencintai kamu karena kamu hadir. Mungkin aku kesepian. Hadirmu tidak diakui dunia. Hadirmu hanya nyata di alam pikir.

Terlepas apakah hati mampu bekerja dengan kepala, aku rasa, hanya untukku saja mereka mau menyatu. Mungkin kepalaku sempat terbentur, lalu kamu datang seperti matahari terbit. Lama sekali kamu tinggal hingga lupa kapan terbenam. Aku terlanjur hidup di siang hari, begitu terus sampai lupa bahwa malam hari seharusnya ada. Tapi aku melupakan cara kerja dunia yang sudah seharusnya....

Mungkin, bagi orang lain, karena mencintai kamu aku dikatakan gila. Tapi bagiku sendiri, mencintai yang tak ada, tidak membuatku lelah untuk tetap memiliki rasa. Apa bedanya aku dengan mereka yang mendamba, terus menerus mencintai kekasihnya yang bahkan tak mau hadir?

Acha, sayangku. Aku beritahu padamu satu hal. Tentang bingungnya seseorang yang terus bertanya, mengapa perasaan cinta hadir, pada sesuatu yang seharusnya tidak boleh?

Katakanlah, aku perempuan yang mencintai perempuan. Lalu, kata orang sekitar, aku tidak punya tempat untuk mencintai seseorang. Kemudian kamu hadir, kita menempatkan cinta kita pada tempat yang hanya ada untuk kita. Aku tidak mempermasalahkan itu. Aku tidak menyesali akan lenyapnya miliaran milisekon detik yang kuhabiskan untuk mencintai kamu.

Meski lagi, kata mereka, aku bicara pada dinding yang bernyawa kamu. Tidak masalah, tidak akan bedanya dengan mereka yang merindukan kekasih. Yang setiap hari mereka sebut namanya sebelum tidur, yang pada akhirnya menyisakan dialog antara mereka dengan dinding.

Begitu pula lelahnya aku menulis, memuji betapa indah dan memesonanya kamu untuk malam yang kuimpikan. Tidak akan berbeda dengan mereka yang kehabisan daya, menulis dari siang hingga pagi, namun dibaca oleh penerima pun tidak.

Mungkin lagi, setelah ini.. aku ditarik paksa Labora untuk meditasi. Padahal diam-diam, aku mendambakan kamu kembali hadir, ada di sini, bersamaku meski harus libur meneguk obat.

Aku ...

Aku percaya, cintaku melalangbuana jauh dari tempat yang kupijak. Tapi itu tidak membuatku menyesal mempersilahkan kamu hadir dalam rona yang gila...

Oh, tentu.. tentu saja aku tidak benar-benar gila. Aku bilang, kepalaku terbentur. Tapi bukan berarti kamu ada karena kepalaku terbentur.

Tidak, tidak, kok!

Halte yang mempertemukan kita pun tidak setuju dengan itu. Mereka bilang, kita dipertemukan karena dunia sudah sesak dengan drama.
Makanya, aku ingatkan sekali lagi, katamu, aku bebas mengelola isi kepala. Ini drama kita, ini kisah kita. Mungkin nanti, setelah aku punya cukup kekuatan untuk menyerang Labora, aku akan memblokir kartu kreditnya dan menolak setiap lelaki yang datang untuk dijadikan pacarnya. Termasuk Rama, ya..aku akan membuat dia menderita karena sudah menyadarkan aku. Melihatmu lenyap begitu saja.

Hehe, aku tidak marah. Meski kamu sempat mendiagnosa bahwa Labora bukan adikku, tidak masalah. Lain kali aku akan bilang padanya, dengan kesadaran penuh, bahwa aku bukan kakaknya. Aku tidak akan sudi punya adik yang setiap hari hanya mencemaskan kepalaku, ckckck.

Jangan ada lagi pertanyaan. Sudah berlalu, aku menelan imajiku dengan rela. Tiada kamu disini, tidak membuatku berhenti berharap....

Menatap kamu dalam jiwa yang nyata.. berbeda raga, namun cintanya luar biasa.

Ingatkah janjiku untuk mengajakmu ke Praha?

Lagi, jika nanti bertemu... akan kudekap kamu saat berleha-leha di pinggir jembatan Charles. Atau saat menaiki kapal pesiar menyusuri sungai Vltava di Praha, akan kutunjukkan kamu betapa bahagianya seorang Eureka Rembulan karena mencintai Allysa Peter.

Lagipula...

Janjiku untuk memotong ujung patung Liberty masih berlaku, kok.

Karena kamu hadir, janji tetaplah janji!

Eureka!Där berättelser lever. Upptäck nu