20. dr. ALLYSA

9K 1.1K 48
                                    

Gelisah hatiku
karena kau jauh dariku
tak lelap tidurku
karena terbalut rindu
adakah rindu
di dalam hatimu
seperti diriku
merindukanmu

Kulempar bantal dan beberapa buku tepat mengenai kepalanya.

Jam berapa ini? Sialan. Saat sedang sedih dan kacau seperti ini, aku harus bangun dengan sambutan lagu Evie Tamala - Selamat Malam.

"Ah, kampretos! Kepalaku, ah, botak-ku yang berharga!"

Aku berdiri, mengambil segelas air dan meneguk tanpa capek-capek menanggapi ocehan bang Fuad.

"Siapa suruh pinjam dvd orang dan dangdutan di sini?"

"Ini lagu favorit ane, Yu."

adakah rindu
di dalam hatimu
seperti diriku
merindukanmuuuu

Uuwuuuwooo...

"Lagian ente malah tidur dan nggak pergi kerja. Dipecat lagi kan, yah?"

Pertanyaan-nya kubalas dengan cengiran kuda, membuatku kembali berselimut tebal di kasur.

"Iya, aku dipecat karena terlibat skandal perselingkuhan dengan wali murid---puas, bang? Ah elah off in dvd nya gila!"

Kali ini bukan hanya bantal, beberapa barang yang ada di meja kulempar begitu saja.

"Yaelah! Iye, iye sono tidur."

Bang Fuad merapikan kaset dangdut-nya, menghampiri meja makan dan mencomot roti yang sudah diolesi selai.

"Serius, kenapa nggak kerja?"

"Lagi patah."

"Apanya? Kaki ente patah?"

"Hati-nya, bang." jawabku dengan lemas.

Memang benar, ini sudah hari ketiga aku cuti mengajar di TK. Kepalaku sering kumat dan sakit luar biasa. Ditambah harus menghadapi Acha, aku tidak mampu.

"HAHAHA MAKAN TUH PATAH HATI." teriak bang Fuad dengan puas. Roti kedua sudah masuk ke mulutnya.

"Makanya, jangan minta yang aneh-aneh. Kepo boleh, sampai kepo pengen ngerasain patah hati. Rasain, tuh. Enak?"

"Abisnya berasa dejavu"

Bang Fuad menyodorkan segelas kopi, mengajakku bergabung ngopi bersama-nya di meja makan.

"Berasa pernah patah hati, jatuh cinta. Tapi aneh. Aku lupa itu kapan dan sama siapa.."

Mataku menatap pasrah ke arah meja dekat kasur, deretan berbagai macam obat menumpuk disana.

"Sama laki apa perempuan?"

"Ih."

Aku memasang wajah kaget,

"Kok abang nanya gitu, sih?"

"Ih-ah-ih-ih! Gausah sok imut ente, Yu. Model berantakan kaya ente mana ada laki yang mau?"

"Ada kok." jawabku dengan nyengir.

"Kan ada kamu, bang...."

Seketika wajahku terkena lumuran selai roti.

***

Sudah tiga hari Acha tidak bertemu dengan Yuka. Sms, telepon, hingga chat  whatsapp tidak menghasilkan apa-apa.
Katanya Yuka ambil cuti karena sedang sakit. Begitu yang Acha dapatkan ketika bertanya mengapa Yuka tidak mengajar di kelas Demian dan Frieska.

Wajahnya murung, otaknya tak pernah berhenti berpikir ; mengapa Yuka berkata seperti itu? Apa semuanya hanya.....

Acha mendesis, ia tidak menyangka bisa sekeras ini berpikir ttg orang yg bukan kekasihnya.

Tapi,

Mengapa ucapan Yuka begitu menyakiti hatinya? Seolah-olah apa yang sudah dinyatakan Yuka padanya bukan sekedar gurauan. Bukan hal yang semudah itu bisa diungkapkan. Tapi....

"Ini alamat lengkap bu Yuka"

Bu Theresa menyodorkan selembar kertas berisi alamat rumah, Acha bergegas masuk dalam mobil dengan penuh pertimbangan.

"Apa aku harus menemui Yuka dan minta maaf?"

Sampai beberapa menit lelah berpikir, mobil mewah milik Acha sudah melaju ke arah alamat yang tertera di kertas itu.

***

Acha megamati setiap gang dengan teliti. Ternyata, mencari kontrakan Yuka tidak semudah itu ditemukan. Acha harus memarkir mobilnya cukup jauh, bertanya sudah hampir tiga kali pada orang yang ia temui di jalan. Sampai akhirnya Acha tiba di depan sebuah gang, tiba-tiba ia ingat tentang cerita Yuka ;

"Di depan gangku ada warung-nya bi Inah! Kapan-kapan kita makan disana, ya!"

Acha melemparkan pandngannya dan..

Ketemu.

"Pernisi..."

Warungnya nampak sepi, Acha masuk dan duduk di situ.

"Iya, non? Mau makan?"

Seorang ibu dengan senyum lembar menyambut Acha. Meski heran mengapa ada perempuan se-elegan Acha bisa masuk ke dalam warungnya. Bi Inah tetap memperlakukan Acha seperti pelanggan kebanyakan.

"Ah, iya Bi. Saya pesan teh hangat...."

Bi Inah mengangguk, mempersilahkan Acha untuk mengambil segala jenis gorengan.

"Ah, karena saya punya teman yang suka makan di sini. Jadi sebelum mampir ke rumahnya, saya mampir ke sini, Bi Inah..."

"Hahaha.. wah, wah. Warung saya terkenal, ya? Siapa temennya, Non?"

"Namanya Yuka, Bi. Eureka Rembulan."

Entah kenapa setelah mendengar nama itu, mendadak Bi Inah berhenti mengaduk teh hangat. Kedua matanya terbuka lebar, merasa heran.

"Kok?"

"Ya, Bi?"

Kali ini Acha yang merasa heran. Ada apa?

"Non...teman? Temannya Yuka?"

Sekelebat wajah Bi Inah terlihat cemas. Acha mencoba mengkaitkan beberapa hal ke dalam otaknya, tentang kisah yang diceritakan Yuka padanya hingga siapa saja orang-orang yang selama ini Yuka temui.

Berkat hal itu, Acha  menganalis dengan sangat cepat.

"Non, saya...."

"Bi Inah, saya tahu. Saya tahu, kok."

Acha buru-buru mengeluarkan sesuatu dari dompet, lalu memberikan-nya pada Bi Inah.

"Bi Inah jangan takut. Ini kartu nama saya."

dr.PETER, ALLYSA
Psikiater

Eureka!Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu