23. Sore Menggelitik

8.3K 1.2K 30
                                    

"Marah ya?"

Yuka tidak menjawab, langkah kakinya terus memburu setelah keluar dari restoran.

"Yukaaaa---"

"Acha, please stop wasting my time. Okay?"

Akhirnya, lagi dengan scene dramatis, mereka berdua terhenti di parkiran mobil, saling tatap.

"Kamu sudah janji nggak akan bawa mas Arya buat ketemu kalau ada aku--"

"Are u jealous? Err...."

"Do you think, I am?"

Acha mengangguk, dengan sangat hati-hati ia melepaskan kacamata Yuka dan merebut kontak mobil dari tangannya.

"Jelas cemburu dan aku pikir kamu harus dengerin aku dulu...."

Acha berdeham, mengatur napas dan menjelaskan bahwa pertemuan antara dirinya dengan Arya tidak direncanakan. Semua murni kebetulan, bukan disengaja.

"Well, hubungan tanpa status seperti inilah yang bikin aku---"

"Yuka, oh ayolah!"

"Apanya yang ayolah, Acha? Please, kalau mau jadi pacarku. Sekalian aja, jangan setengah-setengah yang ada jadi nggak jelas, mirip telur. You know telur?"

Acha tidak berani menyela, ia tahu keadaan emosi Yuka sedang tidak baik.

"Kamu tahu kan ini bikin capek?"

"Ya, I know."

Acha mengalungkan tangannya di lengan Yuka, merasa bersalah.

"Hanya karena kamu nggak akan bisa jadi pendamping di masa tua, aku rela repot dengan relationship ini biar bisa terus sama kamu."

"Terpaksa, ya?"

Acha meletakkan dagu di pundak Yuka.

"Yaps. Ter-pak-sa."

Ujar Yuka sambil menarik hidung kekasih-yang-bukan-kekasihnya itu.

"Udah ah aku mau pulang."

"Ikuuut!"

"Nggak boleh."

"Bodo amat, itu mobil siapa?"

"Oh, iya ya, yaudah ayo."

•••

"Jangan pakai heels yang terlalu tinggi. Acha, tumit kamu nggak sehebat tumit-nya Kardashian's family. Lihat, kaki kamu lebam sebelah. Apa salahnya pakai heels biasa, sih?"

Omel Yuka dengan kesal, tangannya sibuk mengusap kaki Acha yang memerah.

"Pakai heels masih nggak bisa saingan tinggi sama kamu. Anw, thankyou.."

"Itu karena kamu pendek." balas Yuka tanpa basa basi.

"Dasar!"

Acha melempar bantal tepat mengenai kepala Yuka. Keduanya saling menggelitik, membuat Yuka berteriak penuh kekalahan ketika Acha menindih badannya.

"A-cha, ka-kamu berattt dasar gen-duuuttt..."

"Apa? Bilang apa? Hahahaha."

Masih dengan perkelahian yang sama, Acha dan Yuka mulai kelelahan. Keduanya saling mengusap kening, mengelap keringat hasil bergulat per-gelitik-an yang selalu berhasil dimenangkan oleh Acha.

"Stop staring at me, young lady. Apa aku semanis itu?" tanya Yuka dengan jarak yang cukup dekat.

"Huum. Sangat."

Balas Acha dengan posisi kepala menyamping, merasakan napas keduanya beradu.

"Mau throwback?"

"Boleh."

Acha mendekatkan kepalanya, lantas berbisik ;

"Pertemuan awal di halte, beberapa tahun silam. Dengan kamu yang masih suka main forum curhat di internet. Akward, aneh, lucu. Pertemuan dengan kamu susah dijelaskan, karena memang nggak jelas. Dan sekarang? Kamu jatuh cinta sama aku dan aku gantungkan selama berbulan-bulan!"

Cerocos Acha dengan semangat, tidak tahu betapa menyebalkan dirinya dengan celotehan itu. Membuat Yuka mulai memikirkan kalimat yang tepat untuk membalasnya.

"Okaay, untuk wanita muda yang harus mengurus dua adik kecilnya. Mengurus restoran sushi yang bukan passion-nya, punya pacar yang brengsek, tidak kunjung menikah, punya teman sosialita tapi kebanyakaan ngeselin dan--"

"Masih ada Tiara, hweek!"

"Tiara? Dia bukan sosialita, lebih ke wanita cerdas yang er... Wild dan...."

"Tahu darimana dia cerdas?"

"Blog-nya."

"Tahu darimana dia wild?"

"Er...dari.. Entahlah..andai aku punya 300$ ...."

"Oh, mau aku bayar kan?"

Raut wajah Acha berubah kaku. Yuka buru-buru tertawa,

"Are you...."

Acha mengedipkan mata dengan cepat, berusaha sadar dan...

Cemburu?

"Jealous?"

"Ng-nggak, kok.."

"Ah, lelahnya bertepuk sebelah tangan."

Yuka tersenyum, menarik napas sekaligus memejamkan mata. Tidur di samping orang yang ia cintai adalah yg terbaik.

Sedangkan di sampingnya, Acha masih terlihat kebingungan.

Yuka tahu bahwa mengelola restoran sushi bukan passion-ku.

Tapi...

Perihal kertas yang aku baca di laci buku-nya. Dia tahu aku dokter....

Tapi....

Matanya kembali terlempar untuk menatap Yuka.

"Yuka..."

"Hm?"

Masih dengan mata terpejam, Yuka berusaha untuk fokus bicara meski kantuk-nya sudah menjadi-jadi. Apalagi, barusan ia menelan beberapa pil obat dan....

Betapa kagetnya Yuka!

Sesuatu yang basah tiba-tiba menimpa bibirnya. Ini benar! Ini bukan hal yang biasa ia lihat namun tidak berbekas di bibirnya....

Ini bukan....

Ini bukan mimpi.

Acha dengan waras menghampiri dan melumat bibirnya.

Saat itu juga, dengan hati-hati, Yuka merasakan sesuatu yang basah tidak hanya pada bibir mereka...

Tangannya menelusuri pipi Acha dan menyentuh matanya.

Acha menangis.

Eureka!Where stories live. Discover now