27. Pulau Jeju

7.9K 1K 56
                                    

Indahnya pulau Jeju
Bermata biru di pantai
Menggenggam tangan nirwana
Mempersembahkan-mu senja

Berkabut di sela matamu
Tiada yang perlu disesali
Bila hati berlabuh
Meski jauh di pulau Jeju

Dudududuuu ~

Acha membidikkan kamera, mengambil setiap moment lucu antara Yuka dan kedua adiknya.

"Indahnya pulau Jejuuuu...."

Teriak Demian sambil menari, menyanyikan lagu berjudul Indahnya Pulau Jeju yang entah mengapa terdengar catchy dan gampang dihapal.

"Lagu ciptaan siapa?"

"Aku sendiri, bagus ya?"

Bisik Yuka sambil meniup poninya. Mengawasi si kembar yang mulai berlari kesana kemari di tepi pantai.

"Kamu bahagia?"

Tanya Acha dengan lembut, dibalas anggukan mantap dari Yuka.

"Nggak pernah sebahagia ini."

"Baguslah."

"Tahu darimana?" tanya Yuka dengan tiba-tiba.

"Apanya?"

"Menurut kamu?"

Acha tidak mampu menjawab, ia tahu apa yang dimaksud Yuka dengan pertanyaan itu. Tentu saja karena rajin membaca memoir yang ditulis Yuka, salah satunya yang berjudul 'Menjelajahi Semenanjung Korea', yang menuliskan betapa inginnya Yuka mendatangi tiap kota di Korea Utara.

"Tapi kenapa di Jeju? Harusnya Pyongyang." lanjut Yuka dengan terkekeh.

"Karena seumur hidup aku nggak akan mau kesana." timpal Acha sambil menggeleng, lantas menyenderkan bahunya pada Yuka.

"Harus! Kalau di Korea Utara sudah mengijinkan pernikahan sejenis, kita harus ke sana, okay?"

Lagi-lagi Acha menggeleng, memukul atau mencubit Yuka yang terus menerus menyebutkan Korea Utara. Seolah-olah Kim Jong Un adalah idola sejatinya.

"Kenapa Korea Utara?"

"Um?"

"Kenapa harus Korea Utara? I mean, di belahan bumi yang indah ini---kebapa kamu pilih Korea Utara?" tanya Acha penuh penasaran.

"Katanya, rakyat disana adalah rakyat yang paling tidak bahagia."

"Terus?"

"Karena aku sudah kelebihan dosis bahagia, aku mau berbagi kebahagiaan disana." lanjutnya dengan penuh percaya diri, memasang kacamata hitam dan berlagak seperti Lionel Messi.

"Astaga! Apa-apaan kamu ini, hahaha." Acha tak mampu menahan tawa, berkali-kali memukul, menunjukkan betapa nggak banget-nya sikap Yuka barusan.

"Skip, aku mau kita bahas hal lain."

"Seperti....?"

"Hubungan kita, maybe?" tandas Acha dengan mantap.

"Oh, sampai kamu menikah dengan mas Arya, aku kira kita bakal putus."

"Semudah itu?"

Acha terlihat sedih, ia bahkan menyesal kenapa harus membahas ini.

"Aku bahkan nggak yakin, apa kamu juga punya perasaan sama aku."

Suara Yuka berubah serak,

"Aku berdoa setiap hari, bertanya-tanya setiap malam, apakah kamu ini nyata atau tidak... Karena dekat dengan kamu luar biasa bahagia... Aku...."

Eureka!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang