"Eh-eh-eh, ini-ini. Minum dulu." Orang itu menyodorkan minumannya kearah Maudy.

Maudy dengan cepat meminumnya, sampai air yang berada di gelas itu tinggal setengah.

"Karnelll!!! Lo hampir bikin gue mati, gara-gara keselek baks." Geram Maudy.

"Hehehe, maaf atuh, Dy." Karnel menyengir lebar memamerkan giginya yang putih. Hal itu membuat Maudy semakin kesal. Pasalnya, Karnel terlihat seperti tidak merasa bersalah.

"Gue kan niatnya mau nemenin lo yang kesepian disini." 

"Gue gak kesepian!" Elak Maudy.

"Iya-iya, gak kesepian. Tapi, lo sendirian kan?" Tanya Karnel dengan seringai jahilnya.

"Whatever." Maudy mengedikkan bahunya acuh.

"Si Kembar mana?" Tanya Karnel.

Maudy mengedikkan bahunya, "Pas tadi gue di kelas, mereka belum dateng. Gak tau kalo sekarang. Mungkin lagi nyalin tugas."

Karnel membulatkan mulutnya seraya menganggukkan kepalanya.

"Gimana tentang lo sama Ray?" Tanya Karnel penasaran.

"Gimana apanya, sih? Emang gue ada hubungan apa sama dia?" Tanya Maudy balik.

"Gak usah pura-pura bego, deh. Sebel tau, gak?!" Karnel melipat tangannya di depan dada.

"Tau, ah. Terserah lo!" Maudy bangkit daru kursinya dan berlalu meninggalkan area kantin.

"Gue tau, lo suka sama Ray, Dy." Karnel tersenyum miring. "Tapi gue, gak akan biarin kalian bersama!"

Karnel pun berlalu menuju kelasnya.

****

"Masukkan buku kalian ke dalam tas! Kita akan ulangan." Ucap seorang guru Fisika yang sedang mengajar di kelas Maudy.

"HAHH?!! Saya belum belajar, Bu." Teriak seseorang yang berada di pojok kelas.

"Bu, masa mendadak, sih?!"

"Nanti kalo nilai saya jelek, gimana? Nanti Mama saya marah, Bu."

Banyak seruan yang terdengar di kelas X-IPA-II.

"Tidak ada penolakkan! Cepat masukkan buku kalian!"

Semua murid yang berada di kelas itu, mendengus keras. Kecuali, dia.

"Ray, lo udah belajar?" Tanya Arif, teman sekelas Maudy dan Ray.

"Belum. Tapi, kayanya mah gampang." Ujar Ray santai.

Maudy yang tak sengaja mendengarkan percakapan Ray dan Arif itu, ia menoleh kearah keduanya.

"Gampang, kata lo?!!" Pekik Maudy heran. Ray hanya menganggukkan kepalanya.

"Terserah, lah. Yang pinter kan, beda." Maudy menekankan kata 'beda' agar Ray merasa tersindir.

Alih-alih tersindir, ia malah semakin menyombongkan kepintarannya.

"Gue emang pinter dari lahir. Jadi, lo gak usah ngebahas kelebihan gue. Takutnya lo iri, nanti." Ray mengeluarkan alat tulisnya dari dalam tas.

Maudy mendengus sebal.

"Taruh tas kalian di depan!" Semua murid pun berdiri dan maju ke depan untuk menaruh tasnya.

Setelah semuanya telah duduk di tempat masing-masing, sang guru pun mulai membagikan kertas ulangannya.

Beberapa menit kemudian,

"Sstt, sstt... Dy, nomer 20 udah belom?" Tanya Vani pada Maudy. Letak tempat duduk Vani adalah sebelah kanan Maudy, 2 meja di belakang. *ngerti gk?:v

Me And My BrokenheartWhere stories live. Discover now