18. Mendadak Pias

Start from the beginning
                                    

Jadi intinya adalah, Abra tidak bisa menjelaskan apa yang saat ini tengah ia rasakan. Menjemput seorang wanita untuk di ajak jalan, walau lebih spesifiknya di ajak kondangan.

Mengusap wajahnya gugup, Abra menarik napas panjang saat memutuskan bahwa sudah saatnya ia menghadapi kenyataan. Well, ia akan menikahi Evelyn Aluna Smith, puteri pertama dari Bapak Keanu Abraham Smith. Oke, mari kita tinggalkan dulu racauan Abra yang semakin tak keruan. Ayo beralih, pada pagar berwarna hitam yang tinggi menjulang yang harus membuat Abra menurunkan kaca mobil demi memperlihatkan wajahnya pada satpam yang berjaga di depan.

“Siang Pak,” sapa Satpam itu tegas.

Dan Abra mengangguk singkat. “Saya Abra, udah ada janji sama Alu—“ Shit, namanya Evelyn, Ab! Dewa batinnya mengingatkan. “Maksud saya, udah ada janji sama Evelyn. Dan beberapa hari yang lalu saya juga baru dari sini kok, nganter Eve pulang.” Abra menjawab tenang, mengkhianati jantungnya yang lemas demi melihat kembali betapa megah rumah calon istrinya. Oke, maksudnya adalah rumah calon mertua.

Njirr … calon mertua?

Seakan Bapak Ken yang terhormat akan memberinya restu saja.

Halah!

“Baik, silakan masuk, Pak. Sudah ditunggu.”

Lalu begitu saja, dan gerbang tinggi itu terbuka otomatis.

Ya Tuhan … begini sekali ya, perbedaan kasta sosial itu? Apa Abra sanggup terus bertahan dan pasang wajah masa bodo setelah ini? Karena, kalau sudah mencakup status sosial, Abra tak akan bisa berkutik walau ia memiliki kekayaan di atas ranjang.

Shit! Mana ada orang terhormat yang akan menatapnya takjub, bila ia membeberkan betapa luar biasanya dirinya dalam memberi kepuasan pasangan. Atau berapa kali seorang Evelyn menjerit karena dirinya. Alih-alih di lihat hebat, Abra justru akan semakin kerdil di mata orang-orang penjunjung moralitas.

***

“Ngomong-ngomong, nanti jangan kaget ya, kalau orangtua mempelai ceweknya sedikit heboh kalau lihat aku.”

Kening Evelyn berkerut, ia memperhatikan Abra yang serius mencari tempat parkir untuk mobilnya. “Kenapa? Mempelai ceweknya mantan pacar kamu?”

Hampir benar, batin Abra berkomentar. “Bukan sama mempelainya sih,” Abra memilih jujur setelah merasa sangat lega saat ia menjemput Aluna tadi, ternyata kedua orangtua wanita itu sedang tak berada di rumah. Membuat Abra yang hampir mati gugup, tak pelak lagi mengembuskan napas selega mungkin. Entahlah, jiwa kokoh Abra tampak tak siap tadi. “Adeknya yang nikah, mantan pacarku waktu kuliah dulu.” Abra melirik Evelyn yang hanya menanggapinya dengan anggukan kecil.

Membuat Abra tampak salah tingkah. Kalau boleh jujur, bukan tanggapan begini yang ia harapkan.

“Kamu nggak keberatan?” Evelyn menoleh lagi. Kali ini dengan kening berlipat dalam. Mengingatkan Abra pada pemain sepak bola asal Inggris, Steven Gerrard. “Maksudku, datang ke acaranya mantan pacarku gitu?” wajah Evelyn sama sekali tak dapat ditebak artinya. Membuat Abra semakin salah tingkah mendapat pandangan seperti itu dari wanita tersebut.

Baiklah, sepertinya Abra sudah terlalu banyak berharap kali ini. Jelas sekali, walaupun mereka sudah merencanakan menikah. Tetapi hubungan mereka tetaplah tanpa nama. Lalu, mengharapkan Evelyn cemburu? Hohoho … sepertinya Abra terlalu banyak berhalusinasi.

“Udah mau sampai,” Abra bergumam, menutupi perasaan tak enak yang tiba-tiba saja menyerang. “By the way, kamu pakai pink,” sudah semenjak tadi sebenarnya Abra ingin mengatakan betapa cantiknya Evelyn dalam balutan kebaya berbrokat merah muda berlengan pendek dengan bawahan kain batik berwarna cokelat.

Knock Your HeartWhere stories live. Discover now