d. dia beneran balik

707 160 42
                                    

Lagi, lagi, dan lagi Jiyo menghembuskan napasnya dengan kasar untuk yang kesekian kalinya. Apalagi ini sudah tempo satu jam dirinya sampai di rumah, dan berpisah dari Suzy.

Kalau bukan karena Mama yang ngotot nyuruh Jiyo masuk kedalam bilik kakaknya dan memberikan segelas susu coklat yang masih mengepulkan asap itu, Jiyo tidak akan sudi masuk ke dalam kamar singa yang sedang meraung-raung akibat ditinggal oleh sang pujaan hati.

Mama juga gitu. Tahu banget bagaimana kelakuan anak sulungnya. Bahkan hafal banget sama kebiasaan Suzy kalau Jiyo sudah bilang 'lagi galau' pasti nangisnya gak berhenti-henti dan gak bakalan keluar kamar kalau belum hati dan pikirannya tertata apik apik.

"Kak??" Jiyo menyembulkan kepalanya ketika membuka pelan pelan pintu berplitur di kamar Suzy.

Huhuhuhuhuhuhu

Tidak ada jawaban. Kakaknya yang usianya hampir menginjak angka dua puluh satu tahun itu tengah meringkuk, disofa yang ada di kamarnya dengan jutaan lembar tisu yang sudah penuh dengan air mata dan ingus yang tersebar.

"Ew." gumam Jiyo saat melihat Suzy membuang pelepasannya. Ingus bening yang tertahan di hidung.

Dengan langkah yang sangat amat hati hati -takut kalau kakinya bakalan menginjak tisu yang ada ingusnya- , Jiyo mendekat ke arah sang kakak dan duduk disofa yang belum terkontaminasi dengan ingus. Oke, jujur saja Jiyo memang sedikit jijik dengan ingus ingus Suzy.

"Tadi mama buatin susu. Nih kakak minum." Jiyo menyodorkan segelas susu yang ada di nampan.

Tanpa banyak bicara, Suzy langsung menegak habis satu gelas susu coklat yang masih anget-anget itu. Kakak satu satunya yang dimiliki Jiyo memang seperti itu, kalau sudah berhubungan dengan Mama. Disuruh nyemplung segara kidul aja bakalan dia ijabahin.

"Kak udahan nangisnya. Mama khawatir loh." Jiyo mulai bersuara, agak pelan agar kakaknya tidak mengamuk. Karena habis nangis nangis seperti ini, kakaknya sangat sensitif.

Suzy menghembuskan napasnya. Perlahan dirinya mengelap matanya kembali dengan tisu yang semakin lama permukaan tisu tersebut terasa kasar.

"Kakak jangan khawatir. Nanti kalau aku ketemu sama bang gio, biar aku kasih pelajaran." jujur saja, Jiyo itu sebenarnya sedikit kasihan dengan kakaknya. Sedikit? Oke memang sedikit, tidak banyak. Dan sangat amat iba kalau melihat kakaknya menangis. Makanya dirinya memilih untuk menghindar.

Suzy tersenyum mendengar penuturan adiknya itu. Ini adalah kali pertamanya Jiyo berucap seperti itu setelah menjabat sebagai adiknya Suzy selama kurang lebih lima belas tahun.

"Gak usah yo. Kamu percaya karma kan?"

Jiyo mengangguk dan menghembuskan napasnya bersamaan.

"Biar tuhan yang balas. Kakak tinggal nunggu waktunya aja."

"Terus, kakak aku mohon. Jangan nangis-nangis lagi kayak gini. Jiyo gak suka, rasanya pengen banget ninju mukanya bang gio!"

Suzy mengangguk. "Iya, Kakak gak bakalan nangis nangis kayak gini lagi." lanjutnya sambil mengusap pelan rambut hitam kelam milik Jiyo.

"Mau aku kenalin ke temen aku kak? Pindahan dari taiwan." ucap Jiyo yang berusaha mengalihkan pembicaraannya.

"Kokoh kokoh dong?"

Jiyo mengangguk. "Namanya guan lin. Tinggi banget, gak kalah ganteng sama bang gio."

Sebelum menjawab, Suzy terkikik lirih mendengar penuturan adiknya yang seperti anak tk itu. "Ogah ah. Nanti kakak di kira pedofil lagi, kalau pacaran sama anak smp."

"Ahahaha, bener juga sih ya. Yaudah, tungguin bang Sehun sampe sini aja." lalu Jiyo berlari agar cepat menuju pintu kamar Suzy dan pergi dari kakaknya itu setelah mengucapkan nama Sehun.

RecallWhere stories live. Discover now