"Bodo ah!" sahutan bernada malas langsung Abra terima. Namun bukannya merasa tersinggung, Abra justru terkekeh saja mendengar kakaknya sudah berubah menjadi sewot. "Kamu pikir, kita bakal terkecoh gitu sama omongan usil kamu itu? Sori ya, Abra sayang. Kita udah kebal kamu kibulin." Cibir kakak Abra setelahnya. "Jadi, jangan harap kita percaya ya, sama apa yang kamu bilang."

"Iiishh ... begitu banget sih, Kak?" Abra tak jadi mengancingkan kemejanya. "Ini aku ngomong serius lho." Abra mulai ngotot, ia tak suka dituduh sebagai pembual. Demi Tuhan ... ia benar-benar akan membawa calon istrinya. Dan demi Tuhan lagi, ia serius ingin menikah. "Aku beneran mau bawa cewek ke rumah ini. Jangan ngehakimi gitu dong." Sunggutnya sebal. "Pokoknya, sebelum jam makan siang, aku bakal tiba di rumah. Dan harus udah siap ya, makanan buat calon yang kubawa nanti."

"Oke, bye ..."

Lalu ...

Tutt ... tuuutt ... tuutt ...

"What?!" Abra memekik sambungannya di putus secara sepihak. Setengah menahan rasa dongkol, Abra segera men-dial nomor itu lagi. Namun dengan berengseknya, kakaknya tak mau menjawab panggilannya itu. "Ck, dasar emak-emak hamil rempong." Gerutu Abra setengah kesal. "Masa iya, gue bawa bekal sendiri. Ck, nggak enaklah sama Aluna."

Mengabaikan kakaknya dan ketidakpercayaan keluarga terhadap berita besar yang ia bawa, Abra buru-buru mengenakan pakaian. Satu jam lagi dari waktu janjinya dengan Aluna. Ngomong-ngomong soal Aluna, setelah percakapan malam itu di mobil Abra, Aluna tidak ikut pulang bersamanya. Wanita itu berkata, ia akan pulang bersama istri Amar. Well, Abra tak heran ketika mendapati fakta bahwa Aluna mengenal Amar dan juga istrinya. Karena bagaimana tidak, pertemuan mereka berdua sendiri terjadi akibat campur tangan dokter satu itu.

Dan untuk pertemuan hari ini, Aluna berpendapat agar mereka bertemu di sini saja. wanita itu belum mau dijemput di rumahnya. Mungkin Aluna akan naik taksi menuju kantor sekaligus tempat Abra ini. Lalu mereka berdua akan pergi ke rumah ibu Abra dengan mengendarai mobil yang sama.

Kemudian ponsel Abra berbunyi pelan, nada yang ia pilih sebagai penanda pesan masuk. Abra setengah mengira bahwa itu adalah pesan dari Aluna. Namun, ia buru-buru menganga takjub, saat melihat siapa yang mengiriminya pesan.

Alya Dewanggi Rijata : Hai, Ab. Kirimin alamat kantor dong, besok rencananya aku mau anter undangan nikahan Kak Mira buat kamu. Hihihiihi ...😂😊

Alamak, langsung lemah hati Abra begitu melihat emot lucu di akhir pesannya.

"Shit! Begini banget sih cobaan mau jadi pengantin." Dumelnya dan kembali merebahkan tubuh di atas kasur. "Lo bikin iman gue goyah, Alyaaaaa ..." gerutu Abra lebay sambil mengetik balasan untuk wanita itu. "Ya, Tuhan ... kira-kira Aluna ngebolehin nggak ya poligami?" gumamnya memandangi foto profil pada kontak nama Alya. Kemudian mendengus lalu bangkit segera. "Nikah aja belom, udah mikirin poligami aja lo, Ab. Ck, dasar sableng!"

Meraih sisir, Abra segera bersiap.

Aluna (calon) : kamu udah bangun? Aku udah di taksi

Dan Abra makin kalut, ketika sadar, ia belum memanaskan mesin mobilnya.

Tapi ngomong-ngomong, Alya, Aluna dan Abra, bagai simfoni yang pas saat di sandingkan.

"Shit! Pikiran lo, Ab!" Abra terkekeh sendiri, menertawakan benaknya yang benar-benar kacau dalam jangka waktu beberapa minggu belakangan ini.

***

Knock Your HeartWhere stories live. Discover now