30 : Pengakuan

808 79 25
                                    

Setelah digantungin selama hampir 2 bulan hanya untuk menunggu hasil Ujian Nasional akhirnya, hasil UN itu ke luar juga. Well, sekolah saat ini cukup ramai oleh mereka yang penasaran dengan hasil UN yang terpajang di papan mading. Padahal, banyak juga yang sudah melihat hasil di situs pemerintah ataupun sekolah. Tapi rasanya beda aja ngeliat di situs sama ngeliat langsung di sekolah.

Tania cukup berbangga diri dengan hasil yang dia dapat. NEM-nya 38,15 dan lagipula, Tania juga berhasil lolos seleksi untuk kuliah di Universitas Negeri Jakarta alias UNJ. Terkejut? Tania harus mati-matian membujuk sang ayah untuk gak maksa dia kuliah ambil jurusan Kedokteran. Ayah tiri Tania itu dokter garis keras. Dia pengen punya anak yang nurunin dia, menjadi dokter meskipun, Tania bukan anak kandungnya. Tapi akhirnya Tania berhasil membujuk sang ayah untuk mengizinkannya masuk UNJ karena cita-cita Tania sejak kecil adalah ingin menjadi seorang guru.

Cewek itu disalami beberapa teman satu kelasnya dan berbasa-basi singkat sebelum memutuskan untuk melangkah menjauh sambil mencari teman terdekatnya. Tania juga belum mendapati Ichbal di manapun dan Tania belum sempat melihat hasil belajar cowok itu.

Tapi Tania bangga pada Ichbal. Cowok itu sudah dua minggu belakangan berada di asrama. Dia mendapat kesempatan untuk bergabung dengan tim sepak bola Persija U-19. Belum debut, sih, tapi tetap aja Tania pasti bakal menjadi penonton setia dari olahraga yang sebenernya gak begitu dia sukai itu. Ichbal memang cocok menjadi atlet.

"Imel!"

Panggilan itu terdengar dan Tania tersenyum lebar setelah menemukan Ichbal yang berjalan cepat ke arahnya, mengenakan kaus polo berkerah merah dan celana jeans. Kulitnya juga semakin gelap mengingat seberapa keras dia berlatih di terik matahari kota Jakarta.

"NEM kamu berapa?" Ichbal langsung bertanya.

"38,15. Matematika gue 100, loh." Tania berujar bangga dan Ichbal terkekeh geli. "Iya, paham. Emang, deh. Soal matematika, kamu jagonya. Tapi NEM kamu masih di bawah Dika, loh."

Tania ngangkat satu alis. "Emangnya NEM Dika berapa?"

"38,85. Aku yang liat tadi. Dika gak ke sini soalnya."

Tania diam dan sebenarnya, dia menahan diri untuk gak bertanya lebih lanjut tentang Dika. Selama beberapa bulan belakangan, hubungannya dan Dika semakin memburuk. Bukan buruk, bahkan sudah terlihat seperti stranger. Gak saling kenal.

"Dika udah berangkat ke Singapura dari seminggu lalu. Dia di terima di salah satu universitas di sana. Sekalian mau ketemu sama orangtuanya. Berangkatnya sama Helena. Mau ngenalin Helena ke orangtuanya juga kali, ya?"

Tanpa menunggu pertanyaan Tania, Ichbal menjelaskan. Ichbal melingkarkan lengannya ke lengan Tania sambil tersenyum lebar.

"Jalan, yuk? Udah lama aku gak ngeliat kamu. Kangen, nih."

Tania senyum tipis dan mengangguk meskipun pikirannya saat ini gak benar-benar berada di sana.

*****

Pergi ke Singapura gak pamitan sama gue?

Tania mejamin mata baca pesan yang dia kirim ke Dika sejak beberapa menit lalu. Jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi kantuk belum juga menghampiri Tania. Tadi siang, setelah melihat NEM dan mengurus beberapa hal di sekolah, Tania kencan sama Ichbal dan baru sampai di rumah tiga puluh menit yang lalu.

Cewek itu bahkan ragu jika dia berkencan dengan Ichbal mengingat beberapa kali dia melamun dan harus disadarkan oleh Ichbal. Pikiran Tania belum bisa tenang sejak beberapa bulan lalu dan mungkin gak akan bisa tenang sampe dia tahu cara untuk menenangkan pikirannya.

RebutWhere stories live. Discover now