02 : Teman Semeja

1.3K 110 7
                                    

"Woi, Dik! Lo ngapain, sih? Lama amat entar gue terlambat, ah elah!"

Dika yang lagi nyisir rambut memutar bola mata. Dika melirik jam yang tergantung di kamarnya dan masih menunjukkan pukul 5.45 sementara, sekolah dimulai pukul 6.30. Rumah Ichbal ke sekolah juga bisa ditempuh pake motor cuma 15 menit.

Ichbal mulai ketok-ketok pintu kamar Dika dan Dika mulai jengah. Sumpah, Dika itu pecinta ketenangan dan yang selalu dilakukan Ichbal itu buat dia jengkel setengah mati. Dika masih gak habis pikir kenapa dia punya sepupu macem Ichbal.

Tanpa menghiraukan ketokan Ichbal, Dika lanjut bercermin. Memastikan kalo dia rapih dan siap berangkat ke sekolah barunya. Well, Dika selalu diajarin sama bokap-nyokap buat jaga penampilan. Jadi, jangan heran kalo dia lumayan lama menghabiskan waktu di kamar mandi atau sekedar buat berpakaian. Berbanding terbalik sama Ichbal yang cuek-bebek.

Dika akhirnya buka pintu kamar  sambil pake tas Jansport hitamnya dan hal pertama yang dia lihat adalah wajah masam Ichbal. Dika memicingkan mata, memperhatikan Ichbal dari bawah ke atas.

Ini anak beneran mau ke sekolah? Dika bertanya dalam hati.

Ichbal pake seragam putih kekuningan yang di keluarin, gak dimasukin ke dalam celana. Mana ada banyak bercak tinta di seragamnya, celana putihnya juga. Dasi dipake gak beraturan. Kaos kaki hitam ada gambar tunas kelapanya—padahal pramuka itu tiap hari Rabu dan sekarang hari Senin. Sepatu juga warna abu-abu.

"Sekarang hari Senin, kan?" Dika buka suara karena Ichbal keliatan jengkel nungguin Dika kelamaan.

"Punya kalender, kan? Liat di kalender! Udah cepetan sarapan! Gue gak mau terlambat!"

Kemudian, cowok itu melongos pergi menuju ke ruang makan. Dika menghela napas dan mulai menyusul langkah Ichbal ke ruang makan.

Sampai di ruang makan, Dika disambut dengan kehangatan keluarga yang selalu dia rindukan. Tante Sekar—Ibunya Ichbal—menghampiri Dika dan menuntun cowok jangkung itu ke kursinya sambil berkata, "Katanya Dika suka sup ayam kuah bening, kan? Tante udah buatin spesial buat Dika."

Dika tersenyum ragu seraya duduk di kursinya. "Makasih Tante."

"Sementara bareng Ichbal dulu gak apa-apa, kan, Dik? Kamu, kan, belum begitu hafal Jakarta. Jadi, Om udah suruh Ichbal buat nemenin kamu keliling ngehafalin jalan. Nanti, minggu depan baru, deh, kamu bawa kendaraan sendiri." Kali ini, Om Arya yang angkat bicara.

Dika melirik sekilas Ichbal yang sibuk melahap sup ayamnya, seperti orang kelaparan dan belum makan bertahun-tahun. Dika beralih menatap Om Arya dan menganggukkan kepala.

"Iya, Om. Makasih."

"Bal, kamu denger Papi, kan? Temenin Dika, oke?" Om Arya beralih ke putra tunggalnya dan Ichbal mengangguk tanpa mengalihkan tatapan dari sup ayamnya.

"Ichbal Karisma, kalo Mami dipanggil BK lagi gara-gara penampilan kamu itu, Mami gak mau dateng."

Ichbal berhenti makan dan memicingkan mata ke arah Ibunya yang menatapnya jutek.

"Bu Ratih gak masuk, Mi. Cuti hamil dia. Jadi, tenang aja."

"Emang guru BK dia doang? Pokoknya kalo Mami dipanggil ke sekolah, Mami gak mau dateng." Mami-nya Ichbal itu mulai melahap supnya.

Ichbal mengerucutkan bibir. "Idih, guru-guru juga males kali manggil Mami. Orang wali kelas aku aja gak mau tuh nemuin Mami. Katanya Mami terlalu cerewet."

"Apa?! Ih, yang mana itu wali kelas kamu? Mami samperin sini!"

Dika hanya senyum-senyum melihat keakraban keluarga Ichbal ini. Keakraban yang sangat jarang buat Dika rasakan. Dika selalu iri sama Ichbal. Entah kenapa, cowok itu selalu lebih beruntung dari dia, dalam hal apapun.

Rebutحيث تعيش القصص. اكتشف الآن