05 : Sabtu

579 91 9
                                    

Akhirnya, motor Dika sampai di Jakarta dan berarti besok Senin, dia gak harus jadi penumpang jok belakang motornya Ichbal lagi. Sejak motor Dika sampai, Ichbal sudah ngerengek buat pinjam motor Dika buat ngelayab sama teman-teman seper-games-an Ichbal. Kata Ichbal, lumayanlah buat pamer. Secara motornya Dika, kan, ninja sementara, motornya Ichbal satria. Ichbal pengen tahu aja apa dia cocok bawa motor ninja. Siapa tahu orangtuanya berbaik hati buat beliin Ichbal ninja kalau Ichbal lulus?

"Cocok gak?" Ichbal berteriak meminta pendapat Dika.

Tiba-tiba cowok itu muncul dan mengganggu Dika yang lagi meriksa mesin motornya. Ichbal naik ke motor ninja putih Dika dan langsung muter gas berkali-kali, nimbulin bunyi cukup keras dan pastinya mengganggu telinga.

"Gak cocok, njir."

Dika berkomentar pedas seraya berjalan mendekat dan mencabut kunci motornya. Ichbal mengerucutkan bibir dan turun dari motor Dika.

"Cocoklah. Gue tambah ganteng malah kalo pake motor ninja."

Dika ngangkat satu alis. "Mungkin. Tapi bukan ninja gue. Warnanya putih dan warna kulit lo keliatan dekil banget gak sesuai sama warna motor gue."

Ichbal memicingkan mata. "Bilang aja gak mau minjemin. Pelit!"

Dika memutar bola matanya. "Bukan pelit. Lagian, lo tau sendiri ini motor baru nyampe beberapa jam lalu dan gue sendiri belom ngecek secara menyeluruh keadaan motor gue sendiri yang udah lebih dari seminggu ada di Bandung. Terus lo mau pake gitu? Enak banget lo! Kalo ada yang rusak, lo yang tanggung!"

Ichbal mundur beberapa langkah, tercengang ketika Dika berkata dengan nada keras. Gak nyangka aja. Selama ini, Dika itu terlalu cuek dan gak pernah bicara dengan nada keras.

"Ya—ya kalo lo gak mau minjemin! Gak usah melotot gitu, dong!"

Ichbal jadi ikutan sewot dan Dika micingin mata sipitnya. "Eh, yang sewot duluan siapa? Lo atau gue?"

"Lo duluan, lah! Ah, udahlah. Gue gak mau berantem. Gue mau kuy sama sohib gue ke Kotu. Lo mau ikut gak?" Ichbal memaksakan untuk tersenyum lebar. Sedikit berhati-hati dalam bicara, takut Dika tiba-tiba ngebentak kayak tadi.

Dika ngangkat satu alisnya. "Ngapain ke Kotu?"

"Mainlah. Ngapain lagi? Biasanya, malem minggu itu rame, Bro. Banyak cewek cantik juga. Siapa tau lo dapet jodoh di sana!"

Dika memutar bola matanya. "Dapet jodoh di tempat yang elitan dikit gitu. Ya, kali di Kotu."

Ichbal terkekeh geli. "Jadi ikut gak? Jam satu kita berangkat, ye?" Ichbal menepuk bahu Dika sambil menampilkan senyuman lebarnya sebelum melangkah memasuki rumah sementara, Dika mulai memeriksa lagi mesin motor kesayangannya.

*****

Kotu alias Kota Tua sebenarnya bukan tempat yang senang dikunjungi oleh seorang Andika Mahendra Putra. Terlalu ramai dan objek wisata-nya juga begitu, bukan tipikal objek wisata yang menarik buat Dika. Tapi karena ajakan Ichbal-lah Dika mau ke sini. Daripada ngehabisin Sabtu di rumah nonton Naruto terus, gak ada salahnya Dika ikut sama Ichbal. Dika juga penasaran sama pergaulan sepupunya itu.

Saat ini, Dika hanya mengekori Ichbal dan Dito yang melangkah di depan seperti anak kecil yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Kota Tua. Lihat saja gayanya. Sejak tadi, Ichbal dan Dito ganti-gantian buat ngefotoin satu sama lain di objek yang menarik menurut mereka. Katanya buat sekalian update sosial media.

"Akhirnya, gue ada temen juga."

Dika menoleh dan baru sadar ada satu lagi teman yang diajak oleh Ichbal. Dika belum pernah ketemu cowok yang lebih tinggi darinya itu di sekolah. Baru juga kenalan tadi. Namanya Indra Pratama. Panggilannya Indra dan nyatanya, Indra berusia dua tahun di atas usia Ichbal, Dika dan Dito.

RebutWhere stories live. Discover now