16 : Seminar

326 71 13
                                    

Tania mendongak dan menatap Dika yang tengah berjalan menuju kursinya yang kebetulan berada di samping Tania. Wajahnya keliatan lusuh dan jutek minta ampun. Padahal, dia baru aja disuruh ke luar buat nemuin adik kelas yang katanya paling cantik di sekolah. Tapi mukanya gak nampangin kebahagiaan. Gak sampe sepuluh menit lagi ketemuannya.

"Diajak kenalan, ya, sama si Cindy itu?" Tania langsung mengajukan pertanyaan, ketika Dika baru menempelkan bokongnya di kursi.

Dika noleh sekilas ke Tania. "Enggak."

Tania ngangkat satu alis. "Terus? Ngapain Cindy nyamperin lo? Dia, kan, populer banget, Dik! Pemenang Miss. Beauty sekolah tahun lalu!"

Dika mengedikkan bahu santai sebelum mengeluarkan ponsel dari saku celana. Tania merungut kesal. Sekarang jam istirahat dan dia sedang malas ke kantin, begitupun dengan Dika.

Dika buka lebar-lebar tas ransel hitamnya, mengeluarkan seluruh isinya hanya untuk mencari benda bernama earphone. Biasanya, saat jam istirahat, kalo lagi males ke kantin Dika pasti bakalan tidur sambil denger lagu sampe jam masuk bunyi dan Tania ngebangunin dia.

Mata Tania terbelalak mendapati sesuatu yang gak lazim yang berasal dari tas Dika. Tania ngambil sesuatu itu dan sontak, buat Dika ngehentiin kegiatannya. Tania memicingkan mata tajam ke cowok itu.

"Lo ngerokok juga?" Tania bertanya cepat.

Tanpa ada rasa menyesal atau bersalah sedikitpun, Dika ngangguk. "Iya. Gue ngerokok. Kenapa?"

"Baru mulai ngerokok?"

Dika menggelengkan kepala. "Udah lama."

"Kok gue baru tau?"

Pertanyaan Tania buat Dika tertawa geli. Cowok itu ngambil bungkus rokoknya dari tangan Tania dan memasukkan kembali ke dalam tas setelah, berhasil mendapatkan earphone yang dicarinya. Cowok itu senyum sekilas sambil bilang, "Pertanyaan sama ekspresi lo bisa sama gitu sama Ichbal. Jangan-jangan kalian jodoh."

Tania mengerucutkan bibir. "Gue serius nanya, Dik!"

Dika terkekeh. "Gue juga serius. Udah lo nikah sana sama Ichbal kalo udah lulus. Cocok kalian berdua."

Perkataan Dika buat Tania mengernyit heran. Tania menyatukan alis sebelum bertanya, "Tumben lo bahas-bahas tentang gue sama Ichbal. Biasanya lo memperlakukan gue kayak cewek yang lo taksir gitu. Bikin gue ngerasa spesial."

Dika cukup terkejut akan pengakuan Tania tersebut. Cewek itu peka juga ternyata dan ditambah blak-blakan tiap sama Dika. Pertama ketemu, Dika bahkan yakin seratus persen kalo dia bisa percaya sama Tania. Dia jujur.

"Lo ngerasa gitu, ya? Terus lo baper sama gue?"

Dika bertopang dagu menatap Tania, bikin debaran jantung Tania bertambah gak karuan. Jarak mereka dekat dan cuma ada mereka berdua di kelas. Eh, ada Rian juga, sih, yang lagi sibuk buat pulau di pojok ruangan.

Tania memalingkan wajah dari cowok itu sambil menjawab, "Eng—enggak, lah!"

Dika tertawa geli mendengar jawaban Tania. Cowok itu beralih menyandarkan punggungnya pada sandaran kursinya sambil memejamkan mata. "Lo jangan baper sama gue, Melo. Entar gue ikutan baper. Kasian si Ichbal."

"Ih, apaan, sih! Gue gak baper sama lo!"

Dika kembali tertawa puas karena elakan dari Tania. Cowok itu noleh natap cewek yang sekarang sibuk nundukin kepala. Dika yakin, pipinya pasti merah dan ada kebahagiaan sendiri di hati Dika pas tahu akan hal itu. Tahu jika dia alasan pipinya Tania memerah, merona.

"Kalo aja gue menetap di Jakarta dari gue kecil, gak pindah ke Bandung dan masuk sekolah ini dari awal, status lo pasti pacar gue, bukan pacarnya Ichbal."

RebutWhere stories live. Discover now