03 : Salah Orang

875 105 11
                                    

Hari ini adalah hari ketiga Dika berstatus sebagai siswa di SMA 365 Jakarta dan masih seperti asal masuk sekolah, Dika gak punya pilihan lain selain menumpang sama Ichbal yang membawa motor ke sekolah. Kata Om Arya, Dika baru bisa bawa motor sendiei kalau sudah seminggu di Jakarta. Berarti masih tunggu empat hari lagi. Lagipula, belum ada tanda-tanda kedatangan motor Dika di rumah Ichbal itu.

Seperti hari pertama, Ichbal menghentikan motornya beberapa meter sebelum pintu gerbang sekolah dan meminta Dika untuk turun. Dika nurut dan Ichbal langsung pergi melajukan motornya, melewati gerbang masuk sekolah. Sebenarnya, Dika masih penasaran. Kenapa Ichbal parkir jauh-jauh di belakang sekolah saat sekolah pun buka lahan parkir? Persyaratannya hanya punya SIM dan setahu Dika, Ichbal sudah punya SIM.

"Pagi, Dika!"

Dika yang tadinya masih termangu di posisinya terkejut saat seseorang penepuk pundaknya dari belakang lalu, merangkulnya sambil mengajak Dika untuk lanjut melangkah memasuki area sekolah.

"Lo udah ngerjain tugas Biologi belom?"

Pertanyaan yang ke luar dari mulut Rian Hermansyah—teman sekelas Dika—yang entah muncul dari mana. Yang perlu diketahui, Rian ini salah satu murid paling ribut di kelas 12 MIPA 1. Dia menyimpan ukulele di lemari kelas dan bakal mainin ukulele itu sambil nyanyi dengan suara merdu khas piring pecah yang nantinya akan disambung-sambung dengan cowok gak waras lainnya di kelas. Tapi jangan berpikiran negatif. Walaupun sedikit gak waras, Rian termasuk pintar. Buktinya dia bisa masuk kelas 12 MIPA 1, yang isinya anak-anak teladan—telat datang pulang duluan—semua.

"Tugas biologi?"

Dika baru bertanya balik setelah melambaikan tangan atau sekedar tersenyum tatkala berpapasan dengan murid-murid lain yang entah bagaimana bisa kenal Dika yang hari ini baru tiga hari berada di sekolah. Bahkan di hari pertama, Dika sudah terkenal. Hampir selalu ada saja yang menyapa tiap cowok itu melangkah ke manapun di sekitar sekolah. Kebanyakan cewek dan jangan tanyakan alasannya karena semua orang pasti tahu.

Rian melepaskan tangannya yang tadi merangkul Dika. Satu alisnya terangkat. "Lah, muka lo kenapa bingung gitu? Jangan-jangan lo belom ngerjain?!"

Dika menghentikan langkahnya tepat di depan kelas dan memicingkan matanya menatap teman sekelas abstraknya tersebut. "Emang kapan ngasih tugasnya?" Dika balik bertanya.

Rian berpikir sejenak. Jari tangan kirinya bergerak menggaruk tengkuk yang sebenarnya gak gatal.

"Minggu lalu."

"Gue baru masuk dua hari lalu."

Dika menimpali dengan memasang wajah bosan dan segera melangkah memasuki kelas yang sudah cukup ramai. Beberapa orang menyapanya dan lagi, Dika cuma tersenyum atau yang lebih singkatnya menganggukkan kepala. Tatapan cowok itu sekarang terarah lurus kepada cewek yang sudah dua hari belakangan menjadi teman sebangkunya. Berbeda dari kemarin, cewek itu gak datang terlambat.

Dika meletakkan tasnya di atas meja dan beralih duduk di kursinya. Tania yang menyadari kedatangan Dika segera mematikan ponsel yang dia mainkan dan menatap Dika, mengangkat satu alisnya.

"Lo bareng Ichbal tadi, ya, Dik?"

Dika menoleh. Cukup terkejut karena Tania membuka bicara dengannya. Dua hari kemarin, sungguh, Dika gak ngerasa punya teman sebangku. Tania pendiam. Kalem. Gak mau buka percakapan dan Dika juga bukan cowok yang mau buka percakapan terlebih dahulu. Jadilah mereka diam-diaman. Hingga hari ini datang.

"Kalo iya kenapa?" Dika balas bertanya.

Tania mengerucutkan bibir dan memutar bola matanya. "Jawabnya biasa aja bisa? Gak usah sewot gitu. Gue, kan, cuma nanya."

RebutWhere stories live. Discover now