[Wira's Side Story] [1] Semakin Sulit Semakin Menarik

64.4K 2.5K 158
                                    


"Ya ampuuuuun!!! Tuh cowok emang kurang kerjaan banget ya! Gue rasa, abis lulus SMA kemarin, dia jadi pengangguran sekarang!"

Pagi ini diawali dengan gerutuan Saras. Teman-teman sekelasnya sudah terbiasa dengan hal itu. Sampai-sampai, pagi hari akan terasa ada yang kurang bila tidak mendengar cewek itu berteriak kesal setiap kali melihat mejanya di pagi hari.

Saras meraih setangkai bunga matahari di atas mejanya tanpa minat, kemudian mengulurkannya pada Kiki yang kini menjadi teman sebangkunya di kelas dua belas. "Nih, buat lo aja!"

"Yang kemarin aja masih ada, Sar," ucap Kiki, namun tetap menyambut bunga itu.

"Kalo gitu, lo buang aja!"

"Yah, sayang dong. Bunganya cantik gini."

"Terserah mau lo apain tuh bunga! Gue nggak peduli!" Saras membanting tas ransel ke atas meja, lalu duduk di kursinya dengan emosi yang masih meluap.

"Kok lo sensi gitu sih, Sar? Harusnya lo bersyukur, ada yang ngasih lo bunga tiap hari. Itu artinya dia punya perasaan sama lo."

Saras masih cemberut. Ia enggan menoleh ke arah Kiki yang baru saja menasehatinya, dan memilih mengeluarkan buku-buku dari dalam tasnya. "Nggak level kalo ngasihnya cuma setangkai-setangkai. Satu kebun sekalian, kalo mau!" katanya asal. Sejujurnya, bukan alasan itu yang membuatnya kesal setengah mati pada cowok si pengirim bunga matahari. Tapi ada satu alasan lain yang membuatnya mati-matian menolak cowok agresif untuk masuk ke dalam hidupnya.

Kiki bangkit dari duduknya, kemudian berjalan ke depan kelas masih sambil mengeluarkan kata-kata bijaknya, "Ya kalo satu hari satu tangkai, lama-lama lo juga bisa punya kebun sendiri, Sar!" Ia lalu membiarkan setangkai bunga matahari yang dibawanya bergabung dengan teman-temannya di dalam vas bunga di meja guru.

Saras melirik Kiki di depan kelas. Cewek itu sedang memilih beberapa tangkai bunga matahari yang sudah layu di dalam vas, kemudian membuangnya.

Saras kemudian membuang napas berat. Ia tidak marah pada Kiki yang selalu saja menasehatinya seperti orang yang paling benar dan tahu segalanya. Kalau saja Adela masih di sini, ia pasti sudah menumpahkan semua keluh kesahnya tentang hal ini. Hanya Adela yang mengerti dirinya. Hanya Adela satu-satunya orang yang tahu ada apa antara dirinya dengan cowok agresif yang selalu dihindarinya mati-matian.

--<><>--

Aaaarrgggkkkhh!!! Rasanya Saras ingin berteriak sekeras-kerasnya sekarang juga. Seharian ini ia tidak konsen belajar. Tidak ada satu materi pun yang mampu ia serap ke dalam otaknya. Semuanya gara-gara bunga matahari dan si kumbang itu.

Gara-gara cowok yang menyebut dirinya sebagai kumbang itu, Saras jadi membenci bunga matahari-sesuatu yang selama ini ia sukai. Ia bahkan mempunyai koleksi lengkap tentang semua yang berkaitan dengan bunga cantik itu.

Saras mengeluarkan semua benda yang berhubungan dengan bunga matahari dari dalam tasnya. "Ini buat lo aja!" katanya pada Kiki sambil menyerahkan kotak pensil bergambar bunga matahari, lengkap dengan isinya yang juga bertema serupa.

"Lo serius?" tanya Kiki tak percaya.

"Seribu rius!" jawab Saras mantap. "Nana, ini buat lo!" Ia mencolek seseorang yang duduk di depannya, kemudian mengulurkan buku catatan baru miliknya. Saking barunya, Saras hanya sempat menamai sampul depannya, sebelum menggunakannya.

"Lo lagi bagi-bagi rezeki nih, ceritanya?" tanya Nana heran sambil meraih buku catatan itu.

"Anggap aja begitu!" sahut Saras asal. "Nih, gue tambahin rezeki buat lo." Ia melepaskan pin bunga matahari dari tasnya, dan memberikannya pada Nana.

Just be Mine [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now