[Part 9] Perfect Escape

141K 9.5K 112
                                    


Tap

Tap

Tap

Bunyi suara langkah kaki yang semakin dekat, seketika mematikan seluruh syaraf di tubuh Adela. Ia mematung bak mannequien yang saat ini sedang jadi trend challenge di dunia maya, nyaris tanpa kedip.

Raya yang berada di hadapan Adela terus menatapnya dengan kening semakin berkerut. Beberapa saat kemudian ia bergerak, meraih daun pintu kamarnya lalu menutupnya dengan cepat, tepat ketika Rakha hendak melewatinya.

Rakha kini menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar Raya yang baru saja ditutup dengan hentakan yang cukup keras, membuatnya justru curiga.

Rakha meraih daun pintu dari depan kemudian memutarnya, namun sayangnya pintu itu sudah dikunci dari dalam.

"Heh, Anak Kecil!" panggil Rakha sambil menggedor pintu kamar adiknya itu.

"Apaan, sih?" sahut Raya dari dalam.

"Lo lagi ngapain? Tiba-tiba ngunci pintu pas gue lewat. Mencurigakan banget!"

"Raya lagi les tau. Ganggu aja! Udah sana pergi!" balas Raya sambil berteriak, tanpa berniat membuka pintu.

"Bikin ulah apa lagi lo? Biasanya kalo sikap lo aneh gini, kalo nggak abis pinjem barang gue tanpa ijin, pasti nyolong paket dari Arlov buat gue! Ayo, ngaku aja!" teriak Rakha penuh curiga.

"Ih, ganggu aja sih! Nggak level tau ngambil barang kak Rakha, apalagi hadiah dari penggemar yang alay-alay itu! Udah sana pergi!"

Rakha tidak menyahut lagi. Ia tau betul adiknya selalu punya seribu satu alasan untuk membantah tuduhannya. Dan ia tidak bisa berbuat apa-apa tanpa ada bukti yang kuat.

Rakha akhirnya kembali melanjutkan langkah menuju kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Raya.

Sementara itu, di dalam kamar Raya, Adela mulai dapat bernafas lega setelah cukup lama tidak lagi mendengar suara sahutan Rakha dari luar.

Adela kini menatap Raya yang sedari tadi bersandar menahan pintu kamarnya sambil terus menatapnya.

"Makasih, ya!" kata Adela setelah mulai dapat menguasai dirinya. Kalau Raya tidak membantunya, mungkin saja kini ia akan di paksa keluar dari rumah ini hingga terancam gagal mendapatkan pekerjaan sebagai guru les Raya.

"Sekarang ceritain, kenapa Kakak bisa digosipin sama kak Rakha?" tanya Raya curiga.

Perbincangan panjang keduanya akhirnya dimulai. Adela menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan gosip yang beredar mengenai hubungannya dengan Rakha sehati-hati mungkin. Biar bagaimana pun, Raya adalah adik Rakha. Ia tidak mau salah bicara atau kelepasan menjelek-jelekkan Rakha.

"HAHAHAHA!!!" Raya tertawa keras menanggapi perkataan Adela di tengah-tengah cerita. "Bagus, bagus! Kak Rakha emang pantas sekali kali dicuekin."

Adela terdiam sesaat, namun akhirnya tersenyum karena tanggapan Raya rupanya tidak seperti dugaan awalnya yang mengira Raya akan lebih memihak kakaknya, Rakha.

"Kak Rakha itu emang nyebelin banget! Sok berkuasa! Sering banget menindas kaum yang lemah di rumah ini, kayak aku!" lanjut Raya makin menggebu-gebu.

Entah karena Adela yang asyik diajak bercerita atau karena Raya seolah menemukan seseorang yang sependapat dengannya mengenai Rakha, keduanya cepat sekali merasa dekat. Tanpa disadari keduanya kini malah asyik duduk saling berhadapan di atas ranjang Raya dan melupakan kewajiban mereka masing-masing untuk les. Biarlah hari pertama ini diisi sesi untuk lebih mengenal anak didiknya yang baru, batin Adela.

Setelah tiba waktunya Adela untuk pamit, Raya malah cemberut namun akhirnya merelakan Adela pulang setelah sepakat akan melanjutkan cerita pada pertemuan berikutnya, lusa.

Adela menyembulkan kepalanya dari pintu kamar Raya, matanya mengawasi keadaan sekitar. Setelah merasa situasi aman dan tidak ada tanda-tanda Rakha akan keluar dari kamarnya, Adela kini keluar mengendap-endap hingga turun ke lantai 1, menghampiri Maya yang tampak tengah sibuk mencari sesuatu di tumpukan majalah bulanan di bawah meja.

"Tante, saya pamit pulang, ya! Lusa saya datang lagi untuk lanjutin lesnya," kata Adela setengah berbisik pada Maya.

"Eh, Adela!" Maya mengangkat kepalanya untuk menatap Adela sesaat, kemudian kembali ke kesibukan awalnya mencari sesuatu di bawah meja. "Gimana Raya? Anaknya nggak susah diajarin, kan?"

Adela baru membuka mulutnya, hendak menjawab pertanyaan Maya, namun suara putaran knop pintu dari lantai atas membuat Adela mengangkat kepalanya cepat. Ia bisa melihat pintu kamar di sebelah kamar Raya bergerak terbuka.

"Kalo Raya nakal atau nggak mau nurut sama kamu, kasih tau Tante, ya! Biar Tante tegur nanti!"

"Mah!"

Maya menghentikan kegiatannya yang tak kunjung menemukan sesuatu yang ia cari, kemudian mengangkat kepalanya. Rakha yang baru saja memanggilnya kini menatapnya lurus-lurus sambil masih berdiri tegak di depan pintu kamarnya.

"Mamah lagi ngomong sama siapa?" tanya Rakha heran.

"Ini, sama guru les Raya yang baru. A-" perkataan Maya terhenti ketika menoleh ke arah tempat berdirinya Adela tadi, namun tidak lagi menemukan cewek itu di sana. Ia kemudian menoleh ke arah pintu utama yang sudah terbuka lebih lebar dari sebelumnya, menduga Adela sudah pulang karena terburu-buru.

--<><>--

Adela menumpahkan semua isi tas ke atas meja belajarnya, kemudian mengaduk-aduk buku serta alat tulis yang kini berantakan di sana.

Sedari tadi ia berusaha mencari buku catatannya yang hilang. Bukan buku catatan pelajaran, tapi buku catatan pribadinya yang masih ragu untuk digolongkan sebagai buku harian. Karena isinya berupa kumpulan quote yang ia tuang dari perasaannya sendiri.

Sejenak, Adela menghentikan gerakannya, kemudian berusaha mengingat kembali terakhir kali ia membawa buku catatan itu. Seingatnya, buku catatan itu masih ada saat ia menemani Saras makan siang di kantin sekolah. Setelah itu... Adela kembali mengingat-ingat sambil memejamkan mata.

Ting!

Suara dentingan singkat ponselnya membuatnya membuka mata dan buru-buru menyambar ponselnya di sudut meja belajar.

Harapannya masih sama seperti malam-malam sebelumnya. Ia sangat berharap seseorang yang dirindukannya setiap malam membalas pesannya.

Namun, lagi-lagi Adela harus merasa kecewa ketika bukan namanya yang muncul di layar ponselnya ketika ia membuka pesan WhatsApp yang baru masuk, melainkan dari nomor yang tidak ia kenal.

Cukup katakan padaku bahwa kamu sedang menatap purnama yang sama denganku, dengan begitu akan mengurangi kerinduanku padamu walau hanya 0,1%.

Kalimat itu sangat familiar bagi Adela. Siapa pengirim pesan itu?

TBC


Hai semua, lagi-lagi aku update saat tepat pergantian hari... mumpung masih semangat, dan diharapkan terus semangat sampai akhir.

Makasih yang masih setia baca cerita ini. Vote & komen kalian adalah faktor terbesar yang bikin makin semangat nulis.

Daaaaan, siapakah yang kirim pesan ke Adela? Ada yang bisa tebak?

Sampai jumpa hari Sabtu. Jangan lupa voment-nya ya ;)

Salam,
Pit Sansi

Just be Mine [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now