24.

500K 15.3K 338
                                    

ARAXI POV

Aku terbangun dari tidurku saat aku merasakan pegal ditubuhku. Aku tersentak saat melihat kesekelilingku. Aku baru ingat kalau aku tertidur di apartemenku. Aku bangun dan berjalan kekamarku yang sudah lama tak ku tempati. Semuanya masih sama. Ranjang itu, lemari itu, foto-foto itu. Aku seakan kembali kemasa 8 tahun lalu. Dimana aku dan Aldrik masih bersama.

Aku menggeleng, menghilangkan semua fikiran-fikiran yang akan membuatku kembali hancur.

'Aldrik bersamamu Ara. Dia selalu bersamamu. Dia ada didalam dirimu, berdetak untukmu. Jangan kecewakan dia dengan kesedihanmu setiap mengingatnya.' Tegur dewi batinku.

Aku melangkah masuk kekamar kami. Aku tersenyum melihat memo yang masih menempel dipintu kamar mandi. Memo yang memintaku untuk tak mandi terlalu lama dan memakan sarapanku sampai habis. Aku mandi dan berganti pakaian. Anggap aku bodoh, karena aku berfikir pakaianku yang dulu akan muat dengan tubuhku yang sekarang.

'Ini bajunya yang mengecil atau badanku yang terlalu besar?' Gerutuku saat tak ada pakaian yang muat dibadanku.

Aku melirik kelemari milik Al, aku tersenyum melihat semua pakaiannya masih tertata rapi. Aku mengambil salah satu kemeja Al yang masih memiliki aroma parfumnya. Aku memakainya dan menatap diriku dicermin. Aku tersenyum karena sampai sekarang pun kemeja itu tetap kebesaran dibadanku.

Aku keluar dari kamar kami dan duduk dibangku kolam berenang. Aku memikirkan Zac. Aku tak tahu bagaimana caranya mengatakan semuanya padanya. Aku tak sanggup membuka semua memori itu. Aku sudah berjanji tak akan menangis lagi kalau mengingat kejadian itu, aku takut aku mengingkarinya.

Aku merasa bersalah pada Zac. Aku menamparnya. Harusnya aku lebih bersabar dan mengerti kalau ia cemburu dan sakit hati. Aku ingin meminta maaf padanya tapi aku takut menerima penolakannya. Aku ingin menelponnya. Aku merindukannya. Apakah dia akan memakiku? Apakah dia akan merendahkanku lagi?

'Apa kau gengsi? Kau salah Ara. Sekarang bangun dan telepon dia.' Ucap dewi batinku.

Aku menarik nafas dalam dan mengambil ponselku. Aku menekan nomornya yang sudah kuhafal entah sejak kapan. Aku mendengar nada sambung dan..

"Ara..." Panggilnya lirih.

"Zac..." Balasku tak tahu harus mengatakan apa.

"Kamu dimana sayang?" Tanyanya lembut membuat air mataku tak sengaja menetes. Aku merindukannya.

"Ak-aku...maafkan aku, Zac. Aku tak bermaksud menamparmu." Entah kenapa kata-kata itu yang keluar dari mulutku, bukannya menjawab pertanyaannya.

"Buka pintunya untukku, Sayang." Ucapnya membuatku bingung.

"Maksudnya?"

"Aku didepan apartemenmu. Buka pintunya untukku, Sayang." Ucapnya menyentakku.

'Dia disini? Bagaimana bisa dia tahu aku disini?' Batinku.

Aku melempar ponselku dan berlari kearah pintu. Aku membukanya kasar dan terkesiap saat melihatnya didepan pintu apartemenku. Aku melangkah mundur karena tak percaya dia tahu aku ada disini. Air mataku luruh semakin deras tanpa bisa kutahan. Ia pun sama, menangis menatapku. Ia melangkah mendekat dan tanpa membuang waktu aku berlari kearahnya dan memeluknya erat. Aku tertawa sambil menangis dipelukannya.

"Maafkan aku, Zac. Maaf aku menamparmu. Aku salah, maaf." Ucapku benar-benar menyesal. Ia melonggarkan pelukannya dan menatap mataku.

"Nggak, Sayang. Aku yang harusnya minta maaf. Aku selalu berfikir buruk tentangmu. Aku tak pernah percaya padamu. Maafkan aku, Sayang. Aku sangat mencintaimu. Makanya aku selalu cemburu padamu." Ucapnya tulus. Aku menatap matanya dan melumat bibirnya singkat.

My Ice QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang