4. Rahasia

38 5 0
                                    


Golden Windy


Bel pulang baru saja berbunyi. Guru baru saja berjalan keluar kelas membawa setumpuk kertas berisi soal-soal yang baru kami kerjakan. Uuh, soal-soal tadi benar-benar menguras tenagaku. Dengan lemas ku masukkan barang-barang ke dalam tas. Diam-diam merindukan kamarku yang nyaman dan tentram.

Dari sudut mata dapat ku tangkap Summer—yang duduk tak jauh dari tempatku sedang terburu-buru merapikan bukunya sambil sesekali melihat layar ponsel. Tanpa bisa ku tahan bola mataku berputar, pasti Summer disuruh ayahnya pulang bersama Redian—si cowok kaku berbadan besar yang kurang menyenangkan itu. Kadang aku berfikir bagaimana bisa Summer menuruti seluruh permintaan orang tuanya? Nilai sempurna dan pasangan sempurna. Itu agak konyol. Mereka terlalu intense sampai membuatku merinding.

"Gue cabut duluan ya, Redian udah nunggu"

"Cepet banget lo balik, hangout dulu napa?" Spring—yang tak kusadari sudah berada di dekat ku menjawab dengan suara cempreng dan bête. Sejak kembali dari kantin saat istirahat tadi awan gelap seperti mengelilingi kepalanya. Tempat duduknya memang jauh dari tempat dudukku maupun Summer, tapi aku dapat melihat wajahnya yang terus ditekuk selama pelajaran. Pasti ada sesuatu yang baru saja terjadi sampai mood-nya berubah drastis.

"Nggak bisa, bokap nyuruh langsung balik, ada dinner antar keluarga hari ini." Summer berkaca lewat layar ponsel, merapikan rambut dan memeriksa wajahnya. See? Bahkan saat bertemu cowok itupun dia harus terlihat representable. Padahal ini sudah sore dan setelah seharian dihantam pelajaran berbuku tebal tak urung penampilan agak kacau. Tapi Summer dituntut terlihat sempurna, harus. Lagi-lagi aku memutar mata. "Atau kalian mau main ke rumah gue? Acaranya baru mulai jam 7-an."

Dengan cepat aku menolak, "Dih ogah, mending gue main di kandang singa daripada ke rumah lo." Summer dan Spring terkekeh. Tanpa hendak menyinggung Summer, aku pernah menginap di rumahnya sekali dan aku tidak ingin melakukannya lagi. Aku tidak sanggup berhadapan dengan orang tuanya Summer. Bisa-bisa aku mati berdiri. Ditambah anjing peliharaan Summer sepertinya membenciku.

Kami melambai pada Summer yang berjalan cepat keluar kelas, dalam hati aku berharap semoga dia tidak berguling di tangga saking dirong-rong si Redian untuk cepat-cepat. Aku menoleh pada Spring, "Jadi, apa rencana lo? Bowling? Mini-golf? Yoga?"

Spring menatap horror ke arahku. Aku terkekeh, "Jadi mau ngapain? Gue bawa kunci mobil Lightning nih, dia pergi bareng temennya kok motor gue diambil, gue malah disuruh bawa mobil dia yang segede bagong."

"Coba kita bisa ikut Light sama temennya itu?"

Aku mendelik ke arah Spring yang wajahnya semakin muram saja, "Ngapain kita ngekor mereka? Kurang kerjaan lo ah, yuk cabut aja. Lo yang bawa—"

"Lo yang bawa mobilnya." Belum sempat aku selesai bicara Spring sudah memotong dan berjalan mendahuluiku keluar kelas yang mulai sepi.

Sialan. Aku benci membawa mobil Lightning. Mobilnya besar dan aku merasa tidak nyaman mengendarai kendaraan yang rasanya pedal gas saja susah kugapai. Dan aku tau Spring merasakan hal yang sama, karena itu dia menyuruhku menyetir mobil saudaranya.

Aku berlari mengejar Spring dan menjajarkan langkah disampingnya, "Gue turunin lo di perempatan, males masuk ke perumahan lo, satpamnya kepo."

"Kok gitu? Turunin gue di depan rumah, nggak mau tau."

"Bodo. Aww—" Cubitan pedas mendarat di lenganku.

"Lo gue minta bawa mobil Light supaya nanti malemnya Light bakal nganter motor lo dan ngambil mobil dia, nah kalian bisa berduaan sampe pagi. Berterima kasihlah sama gue pake sekotak J.co."

Seasonal Change (Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang