000

76.8K 3.9K 130
                                    

Ini yang pada nagih extra part ya

***

Carmila memandang shock layar USG di hadapannya. Layar iu menampilkan dua titik kecil yang menurur dokter adalah janin. Dua? Maksudnya kembar? Aidan pun sepertinya terkejut mengetahui hal ini. Ia terus mengenggam tangan sang istri. Namun, senyum bahagia terpancar dari wajahnya.

Beberapa hari yang lalu, saat Marisa berkunjung untuk melihat perkembangan si kecil Ale, Carmila menahan malu dan bertanya, biasanya berapa lama wanita mengalami menstruasi setelah nifas? Karena sudah dua bulan lebih semenjak selesai nifas, dirinya belum juga mendapatkan menstruasi. Marisa menjawab bahwa seharusnya pasca nifas, organ reproduksinya sudah bisa bekerja secara normal. Marisa memberi rujukan agar Carmila melakukan USG.

Dalam perjalanan sepulang dari dokter kandungan, Carmila terus terpaku menatap print out hasil USG. Ia setengah tak percaya jika saat ini dirinya telah hamil lagi dan kembar. Padahal selama ini Aidan selalu mengenakan pengaman ketika berhubungan dengannya. Hanya sekali, Aidan tidak memakainya, saat pertama mengetahui Carmila selesai nifas. Namun setelah itu, Aidan tak pernah lupa menggunakan kondom.

"Dinda...!" Aidan menarik tangan Carmila dan menggenggamnya erat. Ia tahu, pasti saat ini istrinya itu masih shock. "Katakan sesuatu,"

Carmila diam, ia seperti tidak mendengar Aidan.

"Apa kamu tidak menginginkan mereka?" Aidan bertanya merana melihat kebisuan Carmila, "ji jika kamu ingin menggugurkan mereka... a aku ikhlas." ujar Aidan sendu. Tentu saja dalam hati ia ingin anaknya dilahirkan.

Mendengar ucapan terakhir Aidan, Carmila tersentak. Benarkah dirinya berkeinginan untuk membunuh kedua janinnya? Tidak! Dirinya tidak sekeji itu. Tapi... Aahh! Carmila bingung. Bagaimana dirinya mampu mengurus tiga anak nantinya? Padahal setelah Aleron berusia setahun, ia sudah berniat untuk melanjutkan pendidikannya. Apakah semua mimpinya harus musnah?

***

Aidan lolos uji masuk fakultas kedokteran. Sekolah kedokterannya ini hanyalah sebagai formalitas, karena diluar jam kuliahnya, Aidan mempelajarinya secara mandiri. Ia tahu, apa yang dilakukannya ini adalah ilegal. Tapi siapa yang peduli? Baginya yang terpenting adalah Carmila. Semua ia lakukan demi istri tercinta.

Aidan, dengan tekun mempelajari sistem reproduksi wanita. Dengan bantuan dari salah seorang sahabat Julian yang merupakan seorang profesor doktor, Aidan mempelajari semuanya. Demi istri tercinta, Carmila. Aidan bertekad akan menangani sendiri proses kelahiran sang istri, dirinya ingin memastikan semua baik dan lancar.

Perjuangan Aidan tidak mudah, ia dibantu sahabat Julian beberapa kali melakukan bedah mayat untuk mengetahui organ dalam manusia secara langsung juga melakukan praktek bedah caesar. Dengan kejeniusan yang Aidan miliki, ia mampu menyerap semua materi dengan mudah. Julian pun mendukung sang putra dengan menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan.

Aidan mengelap peluh di dahinya sambil berjalan menuju kamar Ale. Ia yakin Carmila sedang berada disana. Aidan membuka pintu kamar Ale perlahan, khawatir membangunkan Ale. Istrinya terlihat bergelung di kursi samping box Ale.

Aidan mendekati sang istri. Ia berjongkong di samping sofa, memperhatikan wajah lelah dan pucat Carmila. Hamil kembar membuat istrinya mudah lelah dan sering mengalami kurang darah. Namun, Carmila tidak pernah menyetujui rencana Aidan untuk mempekerjakan baby sitter. Hal itulah yang membuat rasa sayang dan cinta Aidan untuk sang istri semakin meluap.

Aidan mengusap lembut pipi Carmila. Ia mengangkat tubuh sang istri dan memindahkannya ke kamarnya sendiri yang bersebelahan dengan kamar Ale. Aidan meletakan tubuh Carmila perlahan di ranjang dan menutupinya dengan selimut. Ia mengecup bibir Carmila sebelum meninggalkannya ke kamar Ale. Aidan akan mengambil alih menjaga Ale dan membiarkan sang istri beristirahat.

***

"Jangan tegang, ok? Percayalah padaku." Aidan memberi motifasi kepada sang istri sebelum operasi berlangsung.

Carmila tersenyum lembut, "ya, aku percayakan hidupku pada kanda?"

Aidan menatap wajah Carmila dengan penuh kasih. Ia pun mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Carmila lembut. Aih, Aidan jadi terbawa suasana dan ciumannya berubah panas. Ia melahap dan melumat bibir istrinya dengan rakus sampai sebuah jitakan keras terasa di kepalanya. Aidan melepaskan ciumannya dengan terpaksa dan menoleh dengan kesal. Siapa yang berani menganggu acaranya?

"Apa?!" Marina mendelik menatap Aidan. "Banyak yang liat tuh!" Marina menunjuk pada tim dokter yang sudah berada di sana.

Marisa hanya bisa menghela napas melihat kelakuan keponakannya itu, "Aidan tau sikon dong..." ujar Marisa.

Beberapa yang lain cuma bisa tersenyum geli. "Ini ruang operasi dok!" Goda Prof. Haria.

"Iya... sory..."

"Ayok, bersiap." Marina memberi instruksi.

Aidan mengangguk mantap. Beberapa menit lagi ia akan melakukan pembedahan terhadap sang istri untuk membantu kelahiran si kembar. Kondisi fisik Carmila yang lemah tidak memungkinkan untuk melahirkan secara normal.

Aidan sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Tabung oksigen, transfusi darah dan lainnya sudah siap sedia. Tim yang akan membantunya juga sudah siap. Marisa pun turut serta dalam tim.

Pavilyun kediaman Blackstone di sayap kanan rumah utama, telah dirumah menjadi klinik kecil, lengkap dengan ruang operasi dan kamar perawatan. Julian tak segan-segan merogoh kocek untuk melengkapi fasilitas di dalamnya, yang bahkan beberapa alatnya tidak dimiliki oleh rumah sakit sekalipun.

Dokter anastesi sudah memberikan anastesi lokal kepada Carmila. Marisa bertugas mengecek secara berkala denyut jantung Carmila agar tetap stabil. Beberapa tenaga medis lain merupakan sahabat dari Marisa juga Julian.

Aidan mengerjakan semua prosedur operasi dengan teliti. Meskipun ini bedah pertamanya, tapi ia terlihat yakin dengan apa yang dilakukan. Fokus Aidan hanya satu. Ia ingin segera membebaskan sang istri dari kesakitannya dengan mengeluarkan si kembar.

Air mata haru hampir saja tak dapat ia tahan, saat si kembar audah berhasil dileluarkan. Marisa menerima salah satu dari mereka untuk ditunjukan kepada Carmila sebelum dibersihkan. Marina menerima yang satu lagi, juga menunjukannya pada menantu kesayangannya itu.

Aidan menjahit luka bekas sayatan sang istri dengan serapih mungkin. Ia memberikan suntik anti-keloid agar hasil jahitan juga rapi dan halus ketika sudah kering. Setelah menyelesaikan tugasnya, Aidan menyerahkan kepada yang lain untuk membersihkan dan merapikan Carmila sebelum dipindahkan ke kamar perawatan.

Aidan berdiri di samping Carmila. Air matanya menetes deras. Ia menciumi wajah sang istri dengan terus merapalkan ucapan terima kasihnya karena sudah bersedia mengandung anaknya.

"Terima kasih Dinda... terima kasih..." Aidan berucap dengan suara serak.

"Kanda, aku yang seharusnya berterima kasih... aku bahagia mereka lahir dengan sehat dan selamat." Carmila ikut menangis haru.

Aidan mengangguk. "Ya, kita berdua bahagia." Sekali lagi Aidan mengecup kening sang istri. "Bagaimana rasanya?" tanya Aidan.

"Apa?" Carmila bertanya pelan.

"Ehh... dibedah oleh suami sendiri?"

Carmila tersenyum kecil, "hmm... rasanya lebih tenang dan lebih membahagiakan, karena kita berjuang bersama..."

"Ya, mulai saat ini aku sendiri yang akan menangani persalinanmu, baik normal ataupun caesar." Aidan tersenyum lebar.

"A-apa?" Carmila membelalak, "kita masih akan punya anak lagi?"

"Tentu saja!" Aidan tersenyum setan.

***

Aidan & Carmila (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang