001

99.7K 4.8K 271
                                    

Carmila berkeliling rumah mencari ketiga putranya, tapi ia tidak menemukan mereka dimanapun. Carmila setengah berlari ke arah halaman belakang.

"Al..." Carmila berteriak memanggil ketiga putranya.

Kemana mereka semua? Apa pergi ke luar bersama Aidan? Tidak mungkin, Aidan pasti memaksanya ikut, karena pasti kualahan jika pergi sendiri bersama ketiga putra mereka.

"Ale... Alde....Aldev...." Carmila memanggil nama putranya satu per satu. Masih tidak ada jawaban.

Carmila mulai was-was. Jangan-jangan Aidan mengajak mereka melakukan hal-hal berbahaya lagi.

Beberapa hari yang lalu, Carmila baru saja mengamuk karena Aidan melepaskan ketiga putranya di kolam renang, tanpa memakai pelindung. Aleron masih berusia tiga tahun, sedangkan si kembar Aldebaran dan Aldevaro masih berusia dua tahun. Dan yang membuat Carmila semakin jengkel adalah, Aidan hanya tergelak seperti orang sinting melihat istrinya ngamuk.

"Bunda singa sedang mengamuk..." bisik Aidan kala itu pada ketiga putranya sambil mengajari mereka berjumpalitan di dalam air.

Carmila mengembuskan nafas keras. Aidan bahkan jauh kebih kekanak-kanakan dibanding ketiga 'Al'. Carmila merasa seperti memiliki empat balita. Bukannya membantu Carmila untuk mengurus ketiga putra mereka, Aidan malah lebih sering ikut bertingkah seperti anak kecil. Belum lagi ketika bermain bersama anak-anak, dia bahkan ikut berebut mainan bersama mereka. Soal makan pun, suami sintingnya itu juga tak pernah mau mengalah pada ketiga putranya. Jika mereka bertiga disuapin, maka Aidan pun akan merengek minta disuapin juga.

Ya Tuhan, beri kesabaran lebih pada hambaMu ini, batin Carmila.

"Mil, sedang apa?" Marina yang sedang bersantai di atas pohon mangga memanggil menantu kesayangannya itu karena sepertinya dia sedang bingung.

Carmila mendongak, "Mama liat anak-anak?"

"Ohh... Al, Al, Al bersama Aidan di ruang latihan," jawab Marina santai sambil menggigit mangga masak pohon.

"Makasih Ma..."

Carmila kembali masuk ke dalam rumah dengan perasaan lelah. Aidan selalu bersikap berlebihan, termasuk dalam mendidik anak-anak mereka. Meski perlahan Aidan mulai bisa berdamai dengan rasa traumanya, tapi Aidan tetap saja mendidik anak-anak mereka lebih keras soal pertahanan diri. Entah itu berenang, memanah, berkuda, ataupun ilmu beladiri lainnya. Aidan selalu lupa, jika anak-anaknya masih kecil.

Carmila membuka pintu ruang latihan. Jantungnya rasanya mau berhenti, matanya membelalak, mulutnya menganga lebar. Ingin berteriak tapi lidahnya kelu. Tubuhnya luruh dan jatuh terduduk di lantai dengan air mata yang sudah bercucuran membasahi wajahnya. Kanda, tega sekali kamu melakukan itu pada anak-anak?

Aidan menatap fokus pada ketiga putranya yang sudah berdiri berjajar jauh di depannya. Mereka bertiga diam tak bergerak. Di kedua tangan Aidan sudah ada sekitar lima belas pisau lipat kecil dengan mata pisau yang tajam, tapi sangat tipis seperti silet. Aidan berkedip sekali sebelum kemudian melesatkan pisau-pisau itu ke arah ketiga putranya. Dalam sekejap mata pisau-pisau itu sudah melesat menuju target bidikan Aidan. Senyum evil tersungging di wajahnya, tatkala semua pisaunya menancap tepat sasaran tanpa meleset sedikit pun.

Plok! Plok! Plok!

"Wuaaahh... ayah hebat..."

"Ayah keyen..."

Ale, Alde dan Aldev berlari menghampiri Aidan yang sudah merentangkan kedua tangannya untuk menyambut mereka bertiga dan memeluknya.

"Kalian juga bisa." jawab Aidan.

Aidan & Carmila (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang