002

84.5K 4.5K 269
                                    


Aidan menggebrak meja kerjanya, kemarahannya mencapai batas toleransi Aidan. Apa yang ia takutkan selama ini menjadi kenyataan, dan yang membuat perasaannya semakin berantakan adalah, semua kembali terjadi pada Aleron. Tapi tidak! Aidan tidak akan membiarkan Aleron-nya berakhir sama seperti... Aleron.

Beberapa menit yang lalu, Carmila menghubunginya dan mengatakan Aleron tidak berada di sekolah. Guru Aleron menghubungi Carmila u tuk memberitahukan tugas yang harus dikumpulkan esok hari, karena Aleron ijin pulang lebih awal. Sang guru mengatakan ada pengawal suruhan Aidan yang diutus untuk menjemput Aleron, ada keperluan keluarga.

Aidan memegang kepalanya yang serasa mau pecah. Bayangan kakak kembarnya, Aleron bersimbah darah dengan tubuh tercabik terus menghantui. Dadanya terasa sesak, karena bayangan Aleron sang kakak berganti menjadi Aleron-nya. Aidan luruh di lantai kantornya, ia tak sanggup lagi. Tidak! Ia harus kuat, dindanya bergantung padanya, bagaimana bisa dirinya menjadi lemah?!

Aidan mengemudikan mobilnya dengan ugal-ugalan. Ia harus sampai rumah secepatnya. Carmila pasti panik. Istrinya itu tidak boleh stres dengan kondisinya yang hamil besar. Semoga si kecil Alden dan Aaro tidak rewel. Aidan sudah menghubungi mamanya dan meminta tolong agar sang mama sendiri yang menjemput Aldebaran dan Aldevaro di sekolah mereka. Kedua putra kembarnya itu masih duduk di bangku TK, sedangkan Aleron yang karena kejeniusannya, meski baru berusia 5 tahun, tapi ia sudah duduk di bangku SD.

Aidan menekan klakson beberapa kali dengan tak sabar. Brengsek, apa kerjaan satpam dirumahnya ini? Buka pintu gerbang saja lama sekali! Mau dipecat mereka? Aidan mengumpat dan memaki. Begitu gerbang dibuka, Aidan langsung tancap gas dan berhenti di depan pintu utama rumahnya. Ia menaiki tangga teras rumah dengan tergesa.

"Dinda...!" Aidan memanggil istri tercinta di seluruh penjuru rumah. Ia membuka setiap pintu ruangan yang ada di lantai satu rumahnya. Tidak ada. Aidan berlari ke halaman belakang, tidak ada juga.

"Dinda!" Aidan menaiki tangga menuju lantai dua, dua anak tangga sekaligus, seperti orang kesetanan.

"Dinda...." Aidan memanggil lembut. Dilihatnya istrinya meringkuk di kasur Aleron. Aidan mendekati sang istri. Ia berlutut di samping wajah sang istri yang sembab karena air mata. Aidan membelai dan mengusap air mata di pipi istri tercinta. "Jangan menangis..." Aidan berucap lirih.

"Ale..." Carmila terisak.

"Tenanglah, aku bersumpah akan membawanya kembali padamu!" Aidan berkata tegas, "pegang janjiku!"

Carmila bangun dan menjatuhkan tubuhnya di dada bidang suami. Ia menangis disana, "kanda... "

Aidan membiarkan sang istri menangis sepuasnya. Ia hanya mengusap lembut punggung istri tercinta sampai tidak terdengar lagi isakannya. Aidan memegang pundak sang istri dan menatapnya dalam.

"Percayalah padaku!"

Carmila mengangguk.

"Jangan pikirkan apapun, kasihan bayi kita." Aidan mengusap perut Carmila yang membesar, perkiraan tidak sampai satu bulan lagi Carmila melahirkan anak ke-enamnya.

"Ya, maaf..." ucap Carmila.

Aidan tersenyum lembut sambil mengusap kepala Carmila.

"Dimana Alden dan Aaro?" Aidan bertanya karena juga tidak melihat kedua putranya itu. Alden putra keempat Aidan, setelah si kembar sekarang sudah berusia 2, 5 tahun. Dan Aaro putra kelimanya baru berusia satu tahun.

"Aaro tidur, Alden sama Papa..."

Aidan menghela nafas pelan, "baik-baik di rumah, jaga anak-anak... aku.. akan membawa pulang Ale, kamu jangan khawatir!"

Aidan & Carmila (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang