Prolog

8.8K 491 16
                                    

   Secangkir kopi di sore hari tak pernahlah menjadi sesuatu yang buruk, ya, setidaknya untuk wanita bernama Vania Leila Marry Drewston yang sedang menyesap kopinya tersebut di kursi sebelah kaca kafe.

    Usianya sudah menginjak 26 tahun beberapa minggu lalu. Bertambahnya usia, berarti bertambah juga bebannya karena pertanyaan, "Kapan menikah?" yang tak jarang diceletukkan oleh orang-orang di sekelilingnya semakin banyak.

    Mama, papa, kakaknya, dan juga bahkan adik perempuannya yang kurang dari seminggu ini akan resmi berstatus menjadi istri orang, tak pernah lelah mengajukan pertanyaan itu pada Vania seolah-olah ia akan menjadi lajang selamanya.

   Ya, Vania dilangkahi menikah oleh adiknya sendiri. Ironi, bukan?

    Tapi, ia sih tidak apa-apa. Selama hal itu membawa kebahagiaan untuk orang-orang yang dicintainya, kenapa tidak?

    Lagipula, itu murni hak adiknya untuk menikah. Jodoh itu datangnya nggak pakai jadwal yang bisa diatur-atur untuk datang kapan saja sesuai yang kita inginkan. Entah itu hari senin, selasa, atau hari minggu bulan kedua tahun depannya.

   Siapa yang tahu menahu tentang jodoh? Tak ada, kecuali Yang Maha Kuasa.

    Dan terkadang, kata orang-orang, jodoh itu bukan dicari, tapi didapatkan. Malah ada juga yang bilang jodoh itu nanti bakal datang sendiri.

    Tapi apa iya seperti itu? Nampaknya itu mustahil.

   Di zaman seperti sekarang ini, jika kalian mengharapkan akan ada pangeran yang datang menemui upik abu layaknya dongeng Cinderella itu, kalian akan terjerumus ke dalam perangkap yang kalian ciptakan sendiri bernama "patah hati" atau "heartbreak".

    Jika hal itu benar-benar terjadi, maka suatu keajaiban telah terjadi. Karena hal-hal tersebut sangatlah mustahil untuk terjadi di zaman sekarang ini.

   Jika hal itu bisa terjadi, untuk apa para wanita repot mengurusi dirinya, mempercantik dirinya dengan segala treatment yang terkadang menyakitkan dan merogoh kocek yang fantastis untuk sekadar dipandang oleh lawan jenisnya? Bukankah itu sangat ironi?

    Manusia itu diciptakan sama, sederajat. Yang membedakan hanya hati nuraninya. Bukan apa yang ia kenakan.

   Toh, hal-hal seperti itu juga fana kan? Akan musnah dan menghilang perlahan dimakan zaman. Wajah cantik bisa jadi keriput, baju bagus bisa robek atau kumal atau tertinggal zaman, dan bahkan hal lain pun dapat terjadi di luar ekspektasi kita sendiri.

   Tapi untuk hati nurani dan kebaikan, akan dikenang sepanjang masa. Tak peduli apakah raga dan jiwa masih di dunia yang fana atau di alam baka.

    Dan kembali ke Vania, ia rasa penampilannya tidak terlalu buruk. Malah termasuk lumayan, bukannya sombong, tapi ia keturunan Inggris-Sunda. Papanya lahir dan besar di Inggris sedangkan Mamanya asli Bandung.

   Sudah cukup jelas, jika wajahnya dapat dibilang cantik apalagi dengan unsur "bule" yang melekat di dirinya.

   Tapi ia heran, kenapa sedari dulu hatinya tidak menemukan yang pas? Sekalinya lumayan pas, eh, malah disakiti dan berakhir dengan ia yang kecewa dan menangis sendiri.

    Lelaki yang tampan banyak. Mulai dari yang asli lokal, blasteran, sampai yang impor pun ada yang pernah mendekatinya. Tapi.. kenapa ia justru tak pernah merasa nyaman?

    Lelaki baik juga banyak, yang kalem banyak, yang tidak pelit banyak, sampai yang banyak maunya juga banyak. Tapi, tetap saja, hatinya belum mau membiarkan salah satu dari mereka bertahta. Di dalam kerajaan kecil nan misterius yang disebut "hati kecil"-nya.

DA BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang