14. Pertemuan Tak Terduga

18.5K 1.6K 10
                                    

Tangan Jonathan melayangkan tamparan pada Martha. Dia kira selama ini perempuan tua itu selalu berada di pihaknya. Marta tersungkur lalu kepalanya membentur tepi ranjang kayu hingga dia menjerit kesakitan merasakan nyeri.

Sebilah pisau lipat Jonathan keluarkan dari kantung bagian dalam jaket denimnya. Mata pisaunya berkilau cantik memantulkan cahaya lampu. Sekali tancapan tepat di jantung Marta mungkin langsung memancarkan darah segar nan merah. Nolan Giovinco yang mengajarinya untuk menggunakan pisau dan benda tumpul sebagai trik membunuh seseorang, bukan sebuah pistol yang memanfaatkan peluru.

Pandangan Jonathan mengkelam begitu pikirannya sudah kosong. Tubuhnya bergerak oleh monster tak berbelas kasih. Kini tangannya mulai mengayunkan pisaunya, tapi lirihan suara gadisnya menyadarkannya.

"Jonathan..." wajah gadisnya tampak menyedihkan karena terlalu banyak menangis. Tubuhnya gemetaran berusaha untuk menghadapinya. Valencia melangkah perlahan tanpa alas kaki mendekatinya. Gaun tidurnya berwarna bunga cherry blossom terulur hingga sebatas lutut.

"Boleh aku memelukmu," alam bawah sadar Jonathan tersenyum lembut. Betapa senangnya gadisnya membutuhkan pelukannya.

"Tentu saja kau boleh memelukku," Jonathan melangkah panjang lalu merengkuh gadisnya ke dalam pelukannya. Kemudian tubuh Valencia diangkat dan perempuan tersebut melingkarkan kakinya di seputar pinggangnya. Ia seperti menggendong anak kecil.

Jonathan bisa merasakan senggukan gadisnya yang kini kepalanya bersembunyi pada lekuk lehernya. Aroma Valencia menenangkannya, bahkan dia sudah bisa berpikir jernih tidak dikendalikan lagi oleh monster masa lalunya.

"Aku lelah dan ingin sekali tidur," bisik Valencia sangat pela. Setelahnya Jonathan membawa Valencia ke kamarnya. Valencia sengaja menyembunyikan wajahnya di lekuk leher tuannya supaya tidak melihat para pengawal yang bergeletak kesakitan terhantam menggunakan botol bir akibat perbuatan Jonathan.

Mereka sekarang berbaring saling berpelukan berbalut selimut tebal di atas kasur. Jonathan sangat bersyukur gadisnya benar-benar tertidur lelap. Sedangkan dirinya tetap terjaga takut gadisnya menjauh darinya lagi. Dia tidak peduli Valencia memakinya atau marah padanya asalkan dia masih mengizinkannya untuk dekat dengannya.

Valencia paham betul cara menghadapi sekaligus memahaminya, sekalipun jika dia tidak mengatakan apapun. Baginya perempuan itu begitu cerah, dan mulut cerdasnya adalah bagian favorite Jonathan. Sering kali dia kewalahan menghadapi tingkah absurd gadisnya. Namun, dia menyukai semua itu.

Siapa sangka mereka pernah saling bertemu untuk kedua kalinya sebelum pelelangan. Pesta besar ulang tahun istri Taylor Edward Hackford menghadirkan keluarga Alan Bennet serta Jenny Violena yang saat itu terbalut manis dengan gaun hitam menawan. Perkiraan Jonathan, perempuan tersebut sekitar berumur tujuh belas tahun.

Senyuman tipisnya berpoles lipstik peach dengan langkah kaki yang angkuh memasuki ballroom menampilkan keanggunan tersendiri. Mata Jenny menatap sekeliling ruangan seolah mencari seseorang. Tapi sepertinya takdir berpihak pada Jonathan. Gadis itu melangkah mendekatinya yang berdiri sendirian di dekat pintu keluar dan bertanya apakah dirinya melihat Alan Bennet. Nada suara Jenny terdengar tegas tak tergoyahkan. Namun, ada sisi lembut di kedua pelupuk matanya yang berwarna ungu lembayu.

Jonathan dapat memastikan kalau gadis itu tidak memiliki niatan untuk menggodanya seperti perempuan lainnya, yang berulang kali membujuknya agar menerima tawaran dansa.

"Excuse me sir?, Apa kau mendengar ucapanku?" tanya Jenny penuh selidik.

Jonathan tertawa pelan karena bisa-bisanya dirinya terhipnotis pada anak perempuan Alan Bennet. Sepertinya tawanya menyinggung perasaan Jenny.

"Terima kasih! kau tidak perlu menjawabnya, aku bisa bertanya ke yang lain" Jenny melanjutkan ucapannya penuh rasa sebal.

"Aku memang tidak tau dimana daddymu, tapi aku akan membantu mencarinya"

Jenny selalu mengoceh mengoreksi detail dekorasi pesta yang agak jelek menurutnya selama pencarian Alan Bennet. Logat Spanyolnya dalam tuturan bahasa Inggris terdengar unik padahal seharusnya Jonathan jengah mendengar hal membosankan seperti itu. Cukup waktu lama untuk mencari keberadaan keluarga Alan Bennet. Kemudian Jonathan terpaksa harus pergi karena Peter menghubunginya untuk kembali ke Moscow, Rusia berkenaan tentang pekerjaan terakhirnya sebagai pembunuh bayaran, sebelum dia mengumumkan berita dirinya berhenti dari profesinya.

Jonathan tertarik pada Jenny dalam waktu singkat, sayangnya urusan hidupnya yang berat membuat dia lupa tentang gadis itu. Hingga dia bertemu kembali di tempat pelelangan. Hanya mata ungu lembayu yang dapat diingat oleh Jonathan. Dia memang sengaja melupakan masa lalu untuk menutupi kebenciannya menjadi pembunuh bayaran, jadi dia juga lupa kalau Jenny salah satu dari perempuan yang telah ia perkosa...

Semua kebenaran itu diketahuinya setelah Peter berhasil mendapatkan informasi tentang gadis tersebut. Kini Jenny Violena tumbuh mekar semakin cantik, apalagi setelah perempuan itu dengan beraninya menawarkan sebuah negosiasi padanya. Harga diri perempuan tersebut terlihat begitu mahal karena kecerdasan didikan orang tuanya dari kalangan atas.

Anggapan kalau wanita adalah makhluk bodoh, lemah dan membosankan terbantah oleh sikap Jenny Violena. Hingga dia tertarik begitu dalam. Ketika Alan Bennet memohon padanya saat dia masih di Hotel Dupont Circle, Washington D.C untuk membantu mencari sosok Jenny Violena yang hilang. Kesempatan itu dia pergunakan untuk melenyapkan keberadaan Jenny dengan membuat rekayasa cerita kalau anaknya terbeli dengan harga $ 700,000 USD oleh Hardy sekaligus memperkuatkan bukti palsu. Dan Alan Bennet percaya jasad anaknya yang dibawa oleh salah satu pengawalnya adalah Jenny Violena.

Sekarang perempuan itu telah menjadi miliknya. Obsesinya semakin besar setiap harinya. Batinnya penasaran selalu menunggu kejutan-ketujan kecil dari sikap Valencia Giovinco yang dapat menghangatkan jiwanya. Seperti, Valencia sungguh tidak pergi dari rumahnya setelah mengetahui berita kematian Jenny Violena. Justru perempuan tersebut mencari cara lain untuk berfikir jernih yaitu menari ballet ketika tengah malam setelah menangis seharian di kamar. Padahal Jonathan merasa sedikit ragu saat menolak permintaan Marta agar memperketat penjagaan.

Lantunan Instrumental Tchaikovsky-The Nutcracker menggiring tarian Valencia layaknya boneka Rusia di tengah musim dingin. Bahkan dia masih mau membalas pelukannya dan bersikap hangat dengan menyiapkan makanan ringan untuknya.

"Jonathan, aku haus..." sayup-sayup kelopak mata Valencia terbuka. Segera Jonathan mengambil segelas air putih yang berada di atas nakasnya. Tangan gadisnya begitu dingin saat perempuan itu menangkup tangan Jonathan yang sedang membantu memegangi gelas.

Setelahnya Valencia masih terduduk melamun. Mereka belum saling berbicara untuk membahas masalah yang mendera di antara mereka. Menurut Valencia, dirinya dan Jonathan juga enggan membahas masalah itu. Entahlah, Valencia tidak mengerti apa yang akan dilakukannya sekarang. Satu jam lagi matahari akan terbit. Dia juga tidak bisa lagi kembali tidur.

Mengenai hati Valencia sekarang, ketakutan itu telah menguap. Jonathan memujanya, jadi kemungkinan untuk melakukan hal kasar sangatlah minim. Rencana Valencia nanti pagi yaitu memerintah Marta untuk menyalakan channel tv yang menyiarkan penguburan Jenny Violena.

Kandung kemihnya terasa penuh, dia butuh ke kamar mandi. "Jangan mengikutiku Jonathan! setiap perempuan butuh privasi untuk mengurus dirinya sendiri" Valencia memperingati Jonathan saat laki-laki itu mau mengikutinya turun dari kasur.

"Cepatlah kembali aku membutuhkanmu di atas tempat tidur" balas Jonathan sambil tersenyum miring.

~~~~TBC~~~~

The Ruthless ♠ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang