"Kami tadi mampir ke makam ibumu. Maaf, Ayah lupa memberi kabar."

So Ji memberi penjelasan pada Sehun yang protes karena jenuh menunggu lama kedatangan mereka hingga akhirnya memaksa Kai yang sedang berlibur di rumah pamannya— Detektif Han, untuk menemani bermain. Kai adalah keponakan sang detektif, putra dari kakak perempuannya yang menikah dengan pria bermarga Park dan tinggal di Seoul.

"Ayah, tadi paman Han mengajak kami latihan menembak loh," cerita Sehun disela makannya.

"Iya, dan dua ABG ini menguras dompetku dengan merengek minta dibelikan pistol air," keluh Han menimpali.

"Kau tahu betapa kesalnya aku? Mereka berdua saling tembak hingga basah. Tsk, seperti anak kecil saja! Aku juga kan yang repot mencari toko pakaian dan membeli baju ganti. Aiish, lebih baik aku mengejar penjahat daripada menjadi pengasuh seperti ini. Aku menyerah!" curhat Han mendramatisir.

Semua orang pun tertawa dan tak melewatkan momen dua pengacau yang tersenyum geli sambil menautkan dua tapak tangan ber-high five. Sudah damai rupanya.
...

Akhirnya kamar Sehun menjadi markas tiga remaja plus Minah yang dipaksa si bungsu untuk menemani dengan alasan klise, 'kangen' yang tak dapat ditolak.

Sementara So Ji dan Han menempati ruang keluarga untuk berbincang.

"Mayat Victor sudah dibawa keluarganya untuk dimakamkan di Kuba." Han memulai pembicaraan.

So Ji pun menghela napas lega.

"Syukurlah semua berakhir. Bila mengingat kejadian itu, rasanya aku ingin meninjumu, Han."

Sang detektif tertawa lepas.
Masih segar dalam ingatan, ketakutan pria itu saat dirinya menembak Sehun.

"Apa kau kira aku setega itu?" Tanya Han, masih dengan senyum yang tersisa di sudut bibirnya.

"Aku sempat ragu. Tapi aku teringat rencana cadangan yang pernah kau sebut itu."

...

"Ji— apapun yang terjadi nanti, percaya padaku," mohon Detektif Han.

"Apa maksudmu? Kau sangat tau, aku selalu mempercayaimu."

"Hanya berjaga saja untuk keadaan yang tak terduga saat kau melihat sisi lainku nanti."

"Bisakah kau memberiku isyarat kapan itu terjadi?"

"HAENI. Aku akan menyebut nama mendiang istrimu saat keadaan itu tiba."

...

"Aish, aktingmu sungguh hebat, Han. Harusnya jadi aktor saja kau ini," puji So Ji.

"Kau juga hebat sekali mendalami peranmu, Ji." Han terkekeh.

"Ini tak akan terjadi tanpa kerja tim yang solid. Xiumin memang ahlinya. Dia yang merancang semua ini. Saat aku menembak, putramu itu menekan tombol yang terhubung pada kantong darah hingga menimbulkan efek tertembak yang meyakinkan."

"Tapi Han, apa benar kau menggunakan darah asli?"

"Victor punya tradisi mencium darah musuhnya. Karna itu aku meminta stok darah expired dari Palang Merah. Aku tak mau ambil resiko, semuanya harus sempurna."

Segalanya memang telah direncanakan dengan matang. Selama tujuh tahun, Detektif Han menyamar dengan peran sebagai polisi pengkhianat untuk mendapatkan kepercayaan Victor. Namun ada misi lain yang tak kalah penting, yaitu menyelamatkan sosok berharga yang hampir terbuka kedoknya sebagai informan.

Dialah Choi Hana, istri Victor yang selama ini memberikan informasi pada kepolisian. Entah sejak kapan, bibit cinta mulai tumbuh di hati kedua insan manusia ini. Namun keadaan memaksa mereka menyimpan rapat rasa itu dan menunggu waktu yang tepat untuk menuai cintai mereka.

Lalu saat menegangkan itu pun terjadi, menjadi titik klimaks rentetan kejadian yang menguras air mata, darah dan keringat.

Di malam saat Sehun dibawa kabur para penjahat— Detektif Han, Xiumin, Baekhyun, Lay beserta Chen dan tim khusus kepolisian berhasil meringkus anak buah Victor.

Dengan negoisasi dan tekanan psikologis akhirnya pimpinan penculik, sang pria bertato bersedia bekerja sama dengan imbalan keringanan hukuman. Cukup melegakan bagi Detektif Han karna Victor akan curiga bila tidak menemukan anak buah andalannya.
Mereka merekayasa keadaan kalah dalam pertarungan dan ditawan anak buah pria bertato yang sebenarnya adalah tim khusus kepolisian yang menyamar.

Detektif Han memainkan perannya dengan brilian sebagai pria yang menyimpan dendam pada So Ji hingga akhirnya menembak Sehun sebagai pembalasan sakit hatinya.

Sukses...
Umpan itu disambut Victor dengan membuka sendiri kedok kejahatannya yang selama ini tertutup rapat.

Setelah semua bukti didapat, kebenaran harus ditegakkan.
Detektif Han dan tim berhasil mendesak anak buah Victor menuju kekalahan yang tak pernah bisa pria Kuba itu terima. Victor memilih bunuh diri daripada menyerah dan hidup dalam tahanan seumur hidupnya.

"Tapi..." Detektif Han menyugar rambutnya, mengalihkan rasa bersalah yang membuncah hati.

"Maafkan aku. Aku menyesal karena tak segera menyadari kalau ternyata jantung Hunnie ikut berulah saat aku menembaknya."

"Bukan salahmu, Han. Hari itu memang berat untuknya," ujar So Ji menenangkan.

"Penyerangan dan kecelakaan taksi— aku berpikir ini pasti keajaiban yang Tuhan beri pada putraku untuk bertahan. Tapi kurasa yang paling menyakitkan baginya adalah saat Chanyeol mempertaruhkan nyawanya."

"Untunglah Minah membawa oksigen dan obatnya hingga keadaan teratasi," sela Han.

So Ji mengangguk setuju. Namun sebuah pernyataan sukses membuat pria ini mengernyit bingung.

"Aku mendengarnya loh," goda Han mengerling mata.
"Jadi, kapan kau akan melamar Minah?"

So Ji tertawa kecil dan menjawab santai, "Minggu depan."

"APA? Secepat itu?"

Ilmuwan itu mengangguk mantap. "Kami berdua memutuskan untuk menikah dengan sederhana"

"Kau ini So Ji, ilmuwan terkenal seantero Korea. Mana mungkin kau menikah dengan cara itu. Akan banyak petinggi negeri ini yang hadir dan memberimu selamat. Undurlah harinya dan persiapkan secara matang. Aku akan membantumu," saran Detektif Han.

Sekali lagi So Ji tersenyum dan menjawab lirih.

"Tapi waktu tak memberi kami kesempatan lebih."

.
.
.

Chanyeol dan Minah menjadi saksi kemenangan Kai yang diselingi umpatan kesal Sehun. Dua bersahabat itu tengah memainkan game sepak bola dan Kai untuk sementara unggul.

"Kau curang!"

Sehun menggerutu kesal.
Harus diakui untuk satu hal ini sahabatnya itu memang jagonya. Seberapapun kuat ia berusaha, menang hanya mimpi indah baginya. Kai terlalu kuat untuk Sehun.

"Aku jadi haus," keluh Sehun mengalihkan kekesalan.

"Ibu ambilkan, ya."

"Tak usah, Bu. " Tolak Sehun halus. Ia tak akan tega melihat momen indah ini hilang. Chanyeol, sosok kakak yang selama ini menjadi penjaganya, tengah bersandar di pundak sang ibu dengan nyaman.

Sehun letakkan stick PS-nya untuk berdiri mengambil segelas air yang selalu tersedia di meja kamarnya.

Namun tiba-tiba semua terasa senyap, seakan sang waktu berhenti berdetak. Hanya ada hampa yang menulikan disertai netra nan memburam. Perlahan, rasa kebas mendominasi tubuh dan menguapkan kekuatannya. Entah mengapa suara hati menggaungkan sebait frasa...

Hal terdekat dalam hidup manusia adalah kematian. Sang pencipta meletakkannya dalam denyut yang teraba, mengingatkan pada umatnya bahwa ritme teratur itu akan terhenti oleh sang waktu, tanpa pernah akan kembali.

Seiring indera tubuh yang lambat laun tak berfungsi, sang waktu berbaik hati memberi Sehun kesempatan untuk mendengar samar suara histeris Minah yang memanggil namanya.

"Inikah saatnya, Tuhan?"



Menjelang akhir cerita
Rewriter 200120

Makasih dukungannya :")

DEVIL BESIDE YOUWhere stories live. Discover now