Lembar 9

2.7K 500 153
                                    

Rasanya seperti ada ribuan kalajengking yang menginjeksikan racun ke badannya, membuat Chanyeol tak lagi bisa merasakan apapun selain sakit di tiap ruas tubuh.

Otaknya bahkan tak mampu lagi memberi perintah pada tangan untuk sekedar mengusap air mata Minah atau bereaksi dengan instruksi yang So Ji beri untuk memuntahkan racun.
Semua inderanya lumpuh, berjalan menuju kematian.

"Hun, ibu... maaf."

.
.
.

"Kau baik saja kan?"

Baekhyun menepuk pundak Jongdae yang nampak menyandarkan punggungnya di badan mobil sambil menatap ke arah helikopter yang membawa So Ji, Minah dan Chanyeol hilang ditelan jarak.

"Kurasa tidak," lesu Jongdae menjawab. Netra-nya tertuju pada taksi yang tak lagi utuh.

"Kau bisa mengganti dengan setahun penuh gajimu." Detektif Han yang sebelumnya datang bersama So Ji menyela pembicaraan keduanya.

Han seakan tak peduli dengan ekspresi memilukan anak buahnya yang telah bermain dengan pikiran buruk. Membayangkan tiga ratus enam puluh lima hari bekerja tanpa menerima uang seperserpun, demi cacing di perut yang ber- seriosa, haruskah ia mengemis cinta untuk sesuap nasi?

"Lupakan. Aku akan mengurusnya," janji detektif Han yang spontan mengembalikan rona kelegaan di wajah Jongdae.

"Pelacak berfungsi," lapor Xiumin dengan Lay mengikuti di belakangnya.

"Jongdae! Hubungi tim A. Kita lakukan rencana cadangan! Ayo bergerak, selamatkan Sehun dan jangan biarkan penjahat itu menang!"

.
.
.

Dengan pertimbangan jarak dan kondisi Chanyeol, So Ji memutuskan kembali ke Seoul setelah sebelumnya menghubungi Jun untuk menunggu kedatangan mereka di helipad rooftop rumah sakit dan mempersiapkan segalanya.

Beberapa menit perjalanan udara, kondisi Chanyeol telah diambang batas hidup saat tiba di rumah sakit.

Tindakan dekontaminasi gastrointestinal untuk mengurangi penyerapan racun dalam saluran pencernaan dengan arang aktif pun segera dilakukan. Saat ini yang dokter Hwang dan Jun lakukan adalah menjaga kondisi Chanyeol stabil dan menempatkannya di ICU berjaga untuk kejadian yang tak diinginkan.

Satu jam berlalu dan denyut kehidupan remaja ini kini bergantung pada apa yang ilmuwan itu temukan.

So Ji menggunakan fasilitas laboratorium rumah sakit dibantu Kyungsoo yang dipaksa menghadapi tiga puluh menit acrophobia¹-nya menaiki burung besi be-rotor² dari Daejeon ke Seoul untuk memecahkan misteri racun dan menemukan penawarnya.

"Alkaloid, C34H47NO11, C11H17O8N3." Kyungsoo berguman membaca rangkaian senyawa yang ditemukan dari jejak racun di botol kaca.

"Prof-" panggilnya menyerahkan selembar kertas hasil test.

Dengan teliti ilmuwan ini membacanya. Lipatan berlapis di dahinya menggambarkan betapa keras otaknya dipaksa untuk berpikir.

"Alkaloid, senyawa basa ber-nitrogen pada tumbuhan. C34H47NO11-"

"Ini Aconitine, Soo!" seru So Ji.

"Aconitine tumbuhan beracun dari Blue rocket?"

So Ji mengangguk mantap.

"Untung saja botol itu kubawa kalau tidak racun ini akan tetap menjadi misteri. Kandungan racun Aconite begitu mudah terserap dalam jaringan kulit hingga sifat zat-nya akan sulit dilacak."

"Tunggu..."

So Ji membaca ulang kertas hasil lab-nya.

"C11H17O8N3, bukankah itu T-"

"TXT- Tetrodotoxin?" sela Kyungsoo cepat. Wajahnya berubah menegang saat menyebut kata itu.

So Ji dengan tergesa mencari informasi lengkap seputar Aconite dan Tetrodotoxin. Matanya seketika melebar, terfokus pada kalimat;

Kematian terjadi dalam hitungan jam untuk keracunan yang fatal.
Penyebab utama kematian Aconitine adalah Aritmia Ventrikel dan henti jantung. TXT menyerang sistem syarat dan menyebabkan kelumpuhan.
Hingga saat ini belum di temukan antidotum³-nya.

"Ya Tuhan..."

.
.
.

Genggaman tangannya tak pernah terlepas, menguatkan sosok yang terbaring lemah di ranjang pesakitan ditemani melodi bersautan dari patient monitor yang tersambung ke tubuhnya. Defibrillator dengan angkuhnya berdiri tak jauh dari ranjang seakan menantang kehidupan padanya.

Disinilah Minah, dalam ruang ICU memandang wajah pucat Chanyeol. Hatinya teriris sembilu melihat putra tercintanya terbaring kritis dengan alat medis yang menyetubuhi tubuh. Sesuatu yang sangat familiar baginya sebagai seorang perawat, namun tak pernah ingin ia lihat menempel di tubuh buah hatinya.

"Chan..." bisik Minah. Jemari lentiknya tak henti membelai surai kesayangan.

Chanyeol merespon panggilan Minah dengan senyum tipis yang menghias paras pasi-nya.

"Sakitkah, nak?"

Chanyeol menggeleng lemah mengisyaratkan dirinya baik saja, walau tak selaras dengan kerutan samar yang menghias keningnya.

"Bu..." Remaja ini memanggil lemah Minah nyaris tanpa suara diiringi segulir kristal bening yang mengalir dari sudut mata sayunya.

"Ibu di sini nak," jawab Minah berbisik.

"Chan!"

Minah menaikkan satu oktaf suaranya, namun putranya tak merespon. Tangan lembutnya baru akan mengusap bilah pipi kesayangan saat irama pendek tak beraturan dari patient monitor meneriakkan bahaya.



Belum selesai
23102019

Catatan kecil
¹acrophobia: takut pada ketinggian
²rotor: baling-baling
³antidotum: penawar

DEVIL BESIDE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang