"Najis," sahutnya sepenuh hati.

"Lo tuh kenapa sih, Rish? Aneh tahu nggak," kata sambil memandangnya horror.

Ferrish mendengus kesal. "Masha selingkuh sama Tejo. Beneran pengen gue bunuh tuh, anak!" ucapnya berapi-api sambil menatap halaman parkiran di depannya.

Aku menaikkan sebelah alis, menatapnya bingung. "Ngomong-ngomong Masha itu siapa, ya?" tanyaku.

"Pacar gue!" jawabnya seakan sebal akan kebodohanku.

Aku menatapnya tak percaya. "Lo punya pacar? Sejak kapan? Kok gue nggak tahu? Kok ada yang mau sih, sama lo? Secara lo kan lo gitu, Ferrish manusia menyebalkan sealam semesta. Wah..., haruskah gue lega karena seorang Ferrish punya pacar atau merasa kasihan sama pacar lo?" komentarku yang dibalas Ferrish dengan tatapan datar.

"Ya, gue punya pacar. Cewek, cantik. Nggak kayak lo yang jomblo abadi. Atau jangan-jangan emang lo nggak laku, ya?" Ferrish tersenyum lebar, meledekku.

Nyakitin!

"Sembarangan aja kalau ngomong! Gue jomblo juga jomblo terhormat tahu. Ngapain pacaran jika akhirnya diselingkuhin gitu," sindirku. "Uuuh, si jagoan lagi patah hati ya? Uuuh kasian," lanjutku seraya memasang wajah pura-pura prihatin.

Ferrish hanya geleng-geleng kepala menaggapi ucapanku.

"Ya udah, ayo pulang," katanya seraya menyalakan mesin dan siap untuk meninggalkan halaman parkir. "Sabuk pengaman jangan lupa."

Aku berdecak, lalu memasang sabuk pengaman. Setelah mobil yang kami tumpangi berjalan, mendadak aku merasakan sesuatu yang salah. Seperti ada yang terlupakan. Lalu aku menoleh ke arah belakang. Benar!

"Rish, Kak Eghi mana? Bukannya dia balik bareng lo? Kok lo tinggal, sih?" tanyaku menoleh ke arah Ferrish.

"Kak Eghi ada les tambahan di sekolah. Jadi dia pulangnya agak sorean," jawabnya santai yang membuatku terkulai lemas di jok mobil.

Astaga, kenapa aku apes banget, sih? Aku kan minta tebengan sama Ferrish agar bisa pulang bareng sama Kak Eghi. Tapi kenapa Kak Eghinya malah tidak ikut pulang bareng, sih? Kan percuma aku di sini. Mana tadi aku nungguin Ferrish lama banget. Sumpah, ini sia-sia!

"Kenapa lo cemberut gitu?" tanyanya.

"Enggak," ucapku sewot.

Selama perjalanan pulang aku hanya diam membisu di dalam mobil tanpa mau menjawab ocehan Ferrish yang tidak jelas. Kadang dia sebal dan bete sendiri sama Tejo. Kadang juga tertawa tidak jelas memuji diri sendiri. Asli, aku beneran yakin kalau Ferrish itu gila.

Setelah sampai di depan rumahku, aku langsung ngacir keluar dari mobilnya tanpa basa-basi terlebih dahulu sama Ferrish.

"Woi! Bilang makasih dulu kek! Main cabut gitu aja!" teriaknya sebal ketika aku berjalan menuju teras rumahku dengan terpincang-pincang. Aku hanya melambaikan tangan tanpa berbalik menghadapnya.

Enak aja terima kasih. Dia bilang maaf aja tidak padahal sudah mencelakakanku, membuat kakiku sakit dan pincang. Cuih! Jangan harap ucapan terima kasih dariku. Lagian, aku kan maunya satu mobil sama Kak Egi, bukan sama Ferrish.

Aku masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi. Jam segini Papa masih di kantor. Biasanya malam baru pulang. Mama sendiri sepertinya masih ada di toko. Mama punya toko alat musik di salah satu mal jaraknya agak dekat dengan rumah. Tak jarang kalau sedang bosan di rumah, aku pergi ke toko untuk membantu Mama. Ya, sebenarnya tidak membantu juga sih, karena biasanya aku di toko itu cuci mata. Banyak dari pelanggan di toko Mama itu cowok-cowok tampan, anak band gitu.

"Mbok Rum...," panggilku seraya berjalan memasuki ruang makan mencari asisten rumah tangga yang sudah mengabdi di keluargaku lebih dari lima tahun. Di meja makan aku menemukan menu favoritku. Pecel lele!

Segera aku mengambil piring dan sendok. Ketika aku hendak mengambil nasi, mendadak aku ingat jika masih memakai seragam dan menggendong tas. Sebaiknya aku ganti baju dulu.

Aku meletakkan piring di meja makan, lalu berderap pergi ke kamarku yang berada di lantai dua. Segera aku mengganti seragamku dengan kaos berlengan pendek dan celana jeans selutut. Sebelum kembali ke ruang makan, aku menyempatkan diri untuk ke balkon, memantau keberadaan Kak Eghi. Siapa tahu dia sudah pulang. Kan lumayan jika bisa menyapa Kak Eghi sambil melambaikan tangan. Siapa tahu Kak Eghi balas melambai dan tersenyum manis kepadaku. Ah, suntikan semangatku!

"Hai Moza...," sapa suara dari sisi kananku.

Sontak aku menoleh ke arah balkon kamar Ferrish. Di sana aku mendapati Dennis tengah tersenyum lebar ke arahku sambil melambaikan tangan.

"Ngapain lo di sana Denn?" tanyaku.

"Nih nemenin Ferrish yang lagi galau," jawabnya santai masih tersenyum manis ke arahku.

"Enak aja galau," sergah Ferrish yang tiba-tiba muncul dari dalam kamarnya. Lalu ia menoleh ke arah Dennis. "Lo ke sini cuma mau liat Moza aja kan? Salah rumah lo. Rumah Moza di sebelah sana, bukan disini," lanjut Ferrish sambil menunjuk kearahku.

Senyum Dennis merekah. "Tahu aja lo, Rish," balas Dennis menatapku dengan mata berbinar. "Jadi, gue main sana, ya, Moz?"

"Nggak usah. Lo di sana aja sama Ferrish yang lagi galau," kataku seraya berjalan kembali ke dalam kamarku.

"Gue nggak lagi galau!" seru Ferrish membalas ucapanku.

"Bodo amat," gumamku. "Mending makan."

--------------------------

[repost-01.08.2020]

Hai! selamat tanggal satu bulan depalan! Cepet banget udah Agustus aja~

Hai! selamat tanggal satu bulan depalan! Cepet banget udah Agustus aja~

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.

btw ini Moza.

Cinta Satu Kompleksحيث تعيش القصص. اكتشف الآن