Sehun gelap mata. Tak cukup puas, ia menerjang pria itu dengan pukulan yang membabi buta sambil terus menyumpah serapah.

"Hun, sudah!"

Namun remaja ini seakan tuli bahkan tak sengaja menghempas tubuh Minah yang mencoba menahan tangannya agar tak terus memukuli lawan yang tak lagi berdaya.

Pekik kaget Chanyeol yang meneriakkan nama sang ibu menarik kembali atensi Sehun yang segera berbalik dan dengan gemetar menyebut kata yang sama berulang.

Maaf, maafkan aku, ibu..."

.
.
.

Kai menyesap coklat panas buatan tangannya yang masih mengepulkan uap, lalu memberikan segelas lainnya pada Chanyeol yang tengah merebah diri di sofa.

"Minumlah."

Keduanya sama-sama duduk berdampingan, menikmati minuman hangat yang konon katanya mengandung 'obat cinta' Phenylethylalanine dan menghirup aromanya yang menenangkan.

Sejenak keduanya merileksasi tubuh dan menumpukan beban pikiran. Setelah prahara, kini keadaan telah terkendali. Baekhyun menelpon kepolisian yang segera datang dan menahan para penjahat. Ia pun turut bersama ke kantor polisi menjadi saksi, sekaligus ingin bertemu teman lama. Sedang Xiumin dan Lay saat ini berjaga di luar.

"Bagaimana keadaannya?"

Kai memberanikan diri bertanya setelah dilihatnya Chanyeol kembali rileks. Sahabatnya ini sedari tadi tak henti memasang raut tegang.

Kai mengerti, bahkan sangat mengerti. Bagaimanapun juga kejadian hari ini sungguh menguras emosi.
Bagaimana Sehun tak henti mengucap penyesalannya. Ia menangis dalam diam dan tak sedikitpun melepas pelukannya pada Minah. Bahkan saat Chanyeol mengompres lehernya untuk menghentikan pendarahan dengan kirbat es, Sehun tetap bertahan pada posisinya hingga tertidur dalam belai sayang sang ibu.

"Baik," jawab Chanyeol singkat sambil menghela napas kasar. "Untung saja jantungnya tidak berulah, ya."

Untuk satu kalimat ini, Kai turut mensyukurinya. Tak bisa ia bayangkan Sehun anfal ditengah kegentingan tadi. Kai sangat tahu, sahabat kecilnya ini tak pernah menyukai aura rumah sakit. Katanya ada banyak hantu putih di sana. Alasan yang sedikit menyeramkan walau ternyata si hantu yang dimaksud adalah dokter dan para perawat.

Seharusnya pula, liburan musim panas ini dihabiskan ketiganya dengan menikmati panorama indah Indonesia yang mendunia. Yogyakarta adalah salah satu kota tujuan yang ingin Sehun singgahi. Ada sahabat maya-nya yang berasal dari kota gudeg yang ingin sekali ia temui. Namun manusia hanya bisa berencana. Jangankan liburan, untuk menikmati ketenangan pun tak sempat. Lembar awal liburan dibuka dengan Sehun yang ditemukan berkubang darahnya sendiri dan kembali bertemu hantu putih.

"Chan."

"Hm?"

"Apa kau masih ingin menjadi dokter?"

"Ya."

"Yakin?"

Chanyeol mengangguk. "Kenapa?"

"Dengan otakmu itu, yakin kau masuk kedokteran?"

Dan yang terjadi setelahnya, adu mulut yang diselingi tawa canda keduanya.

.
.
.

Remaja itu berdiri gelisah, mengetuk-ngetukan sepatunya ke aspal sambil sesekali melirik ke ponsel. Beberapa sekon kemudian sebuah mobil mendekat.

"Tuan Sehun?"

Yang disapa menganggukkan kepala memasuki kendaraan yang segera membelah keramaian kota Seoul menuju Daejeon, kota terbesar kelima di Korea Selatan.

Mentari telah memerah jingga, menanti saatnya kegelapan merajai bumi. Pusat kota Seoul telah terlewati dan kini menyusuri kawasan yang sepi. Hanya beberapa kendaraan saja yang berlalu lalang.

Sehun menatap nanar bias-nya di kaca jendela, melanglang pikiran pada senja dimana ia diam-diam melarikan diri dari rumah yang selama tujuh tahun ditinggali dan hanya sanggup menitip sebentuk cinta dalam frasa yang ia tinggalkan di kamar.

Tujuannya hanya satu, kembali pada ayah, membiarkan Minah dan Chanyeol hidup tenang tanpa dirinya. Sejujurnya ada yang sakit direlung hati dan berontak ingin tetap bersama namun nurani lainnya berteriak sarkas atas keegoisannya.

"Tuan Sehun, saya Jongdae. Anda baik saja?"

Sehun mengangguk dan berusaha tersenyum. Sungguh, ia sedang tak ingin bicara dengan siapapun saat ini.

Keheningan kembali menyelimuti, hanya beberapa waktu sebelum tiba-tiba sebuah mobil sedan menyalip dan memblokir laju taksi.

Decit ban yang dipaksa berhenti lantang berbunyi, membuat tubuh Sehun terhempas ke depan. Untung saja sabuk pengaman menahan tubuhnya.

"Shit! Siapa mereka?" umpat Jongdae kesal.

Driver muda itu menengok ke belakang memastikan penumpangnya baik saja.

"Tenanglah, Tuan Sehun, saya tidak akan biarkan hal buruk terjadi pada anda."

Sehun dan Jongdae mendapati empat orang bertubuh kekar keluar dari mobil. Dan baru mereka sadari sebuah Jeep turut memblokir jalan.
Salah seorang pria menunjuk ke arah taksi dan memberi isyarat untuk keluar.

Sehun cemas, menautkan jemari dengan gelisah dan Jongdae melihat keresahan itu.

"Tenanglah, aku punya cara untuk keluar dari masalah ini." ujarnya tersenyum menenangkan.

"KELUAR KALIAN!"

Pria-pria itu mulai berteriak mengetuk kaca jendela maupun badan mobil memerintah penghuni di dalamnya untuk keluar.

"Pegangan yang kuat!" titah si supir.

Jongdae menginjak kopling, memindahkan posisi persneling ke gigi R dan membuat mobil mundur dengan cepat menghantam Jeep di belakangnya. Dengan segera ia mengubah gigi persneling, memutar stir kekanan dan melajukan mobilnya menabrak sedan yang menghalang, menggesernya dan memberi celah taksi untuk kabur.

Seakan merasakan sensasi berkendara ala Fast and Furious, Sehun tak sedikitpun takut malah bersorak kagum. Namun kelegaan hanya berjalan sesaat. Kedua mobil itu terus menguntit dengan kecepatan tinggi.

BRAK

Dengan kecepatan penuh mobil Jeep menabrak bagian belakang taksi yang sedang melaju cepat membuatnya oleng bertubrukan separator lalu terpelanting, berguling dan mendarat dengan keras.



Belum selesai
27092019

DEVIL BESIDE YOUWhere stories live. Discover now