Chapter 24

2.4K 194 1
                                    

Konflik '2'
.
.
.
.
.

Di tempat cafe terdapat Vicky yang terduduk menatap Vannesa,  anak laki-laki itu menatap Vannesa seraya tersenyum semeringai. Gadis ini hebat sekali membuat Vicky, anak laki-laki yang terkenal dengan cueknya bisa tergila-gila olehnya.
Sedari-tadi mereka hanya diam. Vannesa menatap Vicky.

"Vick." kata Vannesa dari sekian lamanya diam.

"Iya." sahut Vicky seraya tersenyum.

Namun, tidak dengan Vannesa, ekspresi anak perempuan itu menekuk wajahnya seperti dompet tanggal tua.

Senyum Vicky memudar saat menyadari ekspresi Vannesa, dia mencondongkan tubuhnya kedepan seraya memegang pipi Vannesa dengan menatap anak perempuan itu cemas.
"Kamu sakit?." tanyanya

Vannesa diam.

"Mau aku anterin ke puskesmas?."

Vannesa melepaskan tangan Vicky. "aku engga pa-pa kok." jawabnya.

Vicky semakin cemas, ketika melihat sorot mata Vannesa yang berkata-kaca seperti menahan air matanya yang akan jatuh.

"Kamu ada masalah di rumah?."
Tanya Vicky.

"Engga ko." jawab Vannesa.

"Terus kenapa?." tanya Vicky semakin cemas.

Vannesa menggigit bibir bawahnya,"Vicky, aku mau ngomong sesuatu." ucapnya pelan.

Vicky tersenyum kemudian mengelus-elus puncak kepala Vannesa,
"mau ngomong aja pake bilang, padahal ngomong aja nanti aku denger baik-baik." katanya.

"Aku—" ucap Vannesa memberhentikannya.

Vicky tersenyum, "pasti kamu menang undian ya?." kata Vicky asal.

"—mau putus." lanjutnya membuat suara petir terdengar pada Vicky.

Vicky meraih tangan Vannesa, Vicky tergelak tawa. "Kamu bisa aja bercandanya."

Vannesa menatap Vicky sendu. "aku serius." imbuhnya.

Vicky menghela nafas berat, "tapi apa alasannya?." tanya Vicky tak percaya.

"Aku engga bisa terus-terusan seperti ini. Bertemu dengan waktu yang sebentar, itupun kalau bisa. Aku takut kita engga punya waktu luang buat bertemu, kamu kan tau sekolah menengah atas itu lebih banyak tugas. Aku juga yakin mungkin kamu engga akan sempat meluangkan waktu buat ketemu sama aku karena banyaknya tugas sekolah." jelas Vannesa.

"Kalau kamu yakin pasti kapan pun itu aku bisa luangin waktu buat ketemu kamu." ujar Vicky berubah bersikap dingin.

"Aku pikir kamu engga seegois ini, ternyata kamu maunya aku harus setiap hari ketemu kamu." tambahnya.

"Kalaupun itu keputusan kamu, aku ikutin. Karena kalau di paksain terus yang ada cuma aku yang berjuang dan jadinya aku yang terlalu banyak berharap." tambahnya lagi kemudian Vicky beranjak seraya mengeluarkan uang dari dompetnya dan menaruhnya di meja. Dia meninggalkan Vannesa seorang diri tanpa menoleh sekali pun.

***
Tiga hari sudah berlalu, seorang anak laki-laki tengah berdiri didepan gerbang sekolah. Dia tersenyum pada setiap orang yang melintas memasuki gerbang sekolah. Dengan seragam putih—abu-abu yang di kenakannya, Veir merasa senang dengan dirinya yang sudah menjadi 'anak SMA'. Veir yang melihat temannya yang melewatinya begitu saja, dia mengejarnya.

"Vick." panggil Veir yang sudah berdiri di dekat Vicky.

Vicky hanya menatap lurus tanpa mengeluarkan satu kata pun.

"Lo masih marah?." tanyanya.

Veir menepuk pelan bahu temannya,Vicky menoleh, "Lo ngapain sih?!." ketusnya.

Veir mematung saat melihat ekspresi Vicky yang terlihat kesal, dia mendelik kesal kemudian melangkahkan kakinya.

"Emangnya kesalahan gue begitu fatal ya?." gumam Veir.

***
Kelas X IPA-2 semua murid tampak begitu riang karena bersosialisasi disekolah yang baru dengan teman-teman yang baru. Namun tidak dengan Vicky, sedari-tadi anak laki-laki itu terdiam. Menyumpalkan headset kedua telinganya dengan tangannya yang menggambar ke dalam buku tulisnya. Luna sempat menengokkan kepalanya ke belakang, melihat Vicky yang menggambar wajah seorang wanita dengan begitu bagus. Luna mendekatkan dirinya dengan Joshua.

"Jo, Vicky ko diam aja sih." bisik Luna ke Joshua. Membuat anak laki-laki itu menoleh ke arah Vicky yang duduk di belakangnya.

Joshua kembali mengarah ke depan."udah biarin aja, nanti juga kaya biasanya." kata Joshua pelan.

Joshua mencari-cari satu temannya, dia melihat Veir tengah asik dengan gerombolan anak laki-laki yang tak jauh dari tempat duduknya. Tak lama Joshua beralih ke Luna, senyuman terukir saat melihat Luna yang mengikuti Vicky tengah menggambar juga.

***
Veir tengah berjalan di koridor memberhentihkan langkahnya, menolehkan kepalanya ke arah seberang. Melihat ada anak perempuan, ya, dia Citra Agatha namun anak perempuan itu tidak sendiri melainkan bersama Geo yang sepertinya sedang berbicara. Veir yang melihat ekspresi Citra ingin melangkahkan kakinya menghampiri anak perempuan itu namun dia mengurungkan niatnya.

Karena dia tidak mau semakin memperkeruh masalah antara kedua manusia itu, akhirnya dia pun menatap kedepan mulai melangkahkan kakinya.

LDR  (Completed√)Where stories live. Discover now