Chapter 15

3.3K 231 3
                                    

Feeling
.
.
.
.
.
I love you and that's the beginning and end of everything.-Unknow

Seorang anak laki-laki berdiri dengan gerak gerik groginya,dia menghela napas, berusaha menghapus rasa groginya pada hari ini.

Tiga Tahun sudah, masa sekolah menengah pertamanya akan berakhir. Semua kenangan masa sekolahnya akan menjadi kenangan namun anak laki-laki ini akan melakukan sesuatu.
Sesuatu yang akan mendebarkan hatinya dengan satu pengakuan pada seseorang.
Perasaan teramat dalam untuk pujaan hatinya dan cinta pertamanya.

Anak laki-laki itu melompat-lompat berusaha menghilangkan rasa groginya.

"Ternyata disini." kata seseorang membuat dirinya berhasil menoleh.

Seorang gadis dengan rambut ikal gantung,tersenyum padanya.
"Udah lama ya nunggunya, Veir?."

Dia, Veir Ahta, anak laki-laki yang super ceplos dan petakilan ini berubah menjadi seorang pemalu dan tidak banyak bicara.

Maya adalah satu-satunya gadis yang berhasil memikat hati Veir yang hampa ini.

Veir menyahutinya dengan anggukan.
Berusaha menahan suara batinnya yang terus berteriak, namun dirinya memang bodoh. Dia tidak bisa melakukan itu dengan salah tingkahnya mungkin sudah di rasakan oleh gadis berada di hadapannya.

"ada yang mau kamu omongin ya?." tanya gadis yang di panggil Maya.

"ehh." Veir menggaruk tengkuknya.

Maya menangkap mata coklat pekat Veir, "Kenapa, Veir?"

"Engga." pungkas Veir.
"Ini, sebenarnya-"

"Oh." Sahut Maya memotong ucapan Veir. "Maaf, ya Veir. Waktu itu gue engga sengaja nginjek kaki lo." kata Maya.

Veir membulatkan matanya, kemudian Veir tersenyum tipis.

"Ih, kok malah senyum sih." Kata Maya
Veir menangkap mata Maya,
"mm, sebenarnya-"

"Maya!."

"Bentar mah." ucap Maya pada Ibunya tengah menunggunya.

Veir mendengus kesal, mengeluarkan satu kalimat itu saja masih terpotong.

Maya kembali kearah Veir,
"tadi ngomong apa?." tanya Maya.

Veir menghela napas, "Gue suka sama lo." ucapnya cepat.

Veir menunduk beberapa menit kemudian mendongak, kembali menatap Maya. Melihat reaksi gadis di hadapannya.

Gadis itu menatap Veir.

"Maya!." Panggil Ibunya dari tempat yang tidak jauh darinya.

Maya mendekat ke Veir,semakin mendekat. Sampai akhirnya,
"Maaf untuk saat ini engga bisa." bisiknya.

Duarrr...Suara bom meledak. Harapannya hancur.

Veir diam terpaku.
Maya meraih tangan Veir, Veir menghela napas berat.

"Maaf, untuk saat ini gue engga mau pacaran dengan siapa pun." kata Maya.

"Kenapa?." tanya Veir singkat.

"gue harus pergi dan mungkin ini yang terakhir kali kita bertemu." kata Maya dengan mata berkaca-kaca.

Veir melepas tangan Maya, "memangnya lo mau kemana?." tanyanya.

"gue harus ikut bokap ke Tokyo dan melanjutkan pendidikan disana." sahut Maya.

Gadis itu melangkah mundur kemudian membalikkan badannya lalu berjalan menghampiri ibunya yang sudah menunggu.

"Maya, gue janji kalau udah mapan nanti, gue bakalan datang ke sana buat jemput lo." kata Veir dengan menahan sesak.

Maya memberhentikan langkahnnya kemudian mengangguk.
"Memangnya kita bakalan bisa ketemu nanti? walau begitu, tokyo lumayan luas loh." Seloroh Maya.

"Itu engga jadi masalah buat gue. Meskipun gue engga nemuin lo di Tokyo, gue bakal terus cariin lo keseluruh kota yang ada di Jepang."
sahut Veir.

Maya tersenyum tipis lalu melangkahkan kakinya.

Mungkin untuk hari esok dan seterusnya dia akan melupakan semua ucapannya.

🔅🔅🔅

"Joshua, ayo makan bareng sini." Panggil Rudy kepada putra bungsunya yang tengah menonton televisi diruang tamu.

Joshua beranjak dari sofa kemudian berjalan menghampiri kedua orangtuanya yang sudah ada di ruang makan. Dia menarik kursinya sedikit lalu mendudukki kursi tersebut.

"Nak gimana nilai nemnya, bagus atau tidak?." tanya Hirata yang duduk dihadapannya.

Joshua menyuapkan makannya di mulutnya, menyahutinya dengan senyuman.

Satu tangan mendarat di kepala Joshua, helusan lembut terasa hangat baginya. Joshua menoleh kearah samping kanannya ,seseorang yang membuatnya tak percaya.

Dan pria yang di panggil dengan sebutan 'Papah' ini mengelus rambut Joshua lembut.

"Joshua mendapat hasil yang sangat bagus." katanya.

"Benarkah?." kata Hirata senang.

Rudy tersenyum, "tentu saja, putraku kan pintar." ujarnya dengan bangga.

Setitik air mata menetes dengan cepat Joshua menyeka air matanya.

"Kamu kenapa nak?." tanya Rudy.

Joshua menoleh, "kelilipan, Pah." dustanya.

Rudy tertawa pelan bahwa anaknya itu sudah berbohong.

Namun di balik itu, Hirata kembali mengingat kondisi putra sulungnya tidak terdengar kabarnya.

Hirata menghela napas kemudian mendompangkan dagunya.
Rudy tengah berniat ingin menyuapkan makanannya kedalam mulutnya kembali manaruh sendok ke piring, tangannya meraih tangan Hirata kemudian mengusap lembut tangan sang istri.

"Jason baik di sana, sekarang dia sudah memegang satu saham Hunsan. Kamu tidak perlu cemas dengannya karena Jason juga putraku. Putra terhebatku."  kata Rudy seraya mengulas senyuman.

Hirata yang mendengar ucapan lembut sang suami kemudian tersenyum.

🔅🔅🔅

Luna terduduk di sofa ruang tamu, matanya menatap layar televisi namun pikirannya melambung pada kesedihannya. Seperti tidak ada gairah, gadis itu hanya diam tanpa mengeluarkan satu kalimat pun.

"Sudahlah, nak. Meskipun nem mu tidak bisa masuk SMA Negeri tapi kan masih ada sekolah swasta. Soal nem itu hanya keburuntungan." Ucap Diana pada putrinya.

Luna menoleh kearah sang Ibu yang sudah duduk disampingnya,
"Sekolah swastakan mahal, udah gitu banyak bayaran. Luna cuma engga mau nambahin beban Mamah sama Ayah." sahut Luna.

Diana tersenyum, "Bagi Mamah cukup kamu rajin dan semangat kesekolah, urusan biaya itu mah urusan orangtua. Kamu cukup fokus belajar." Ucap Diana.

Luna memeluk sang Ibu,menangis dalam pelukannya. Bagi Luna, Ibu adalah teman yang sangat terpecaya dan juga tulus.

Diana mengulas senyuman pada putri bungsunya, Lily yang berdiri di dekatnya.

Jadilah anak yang baik dan kelak, Jadilah isteri yang baik.

Doa ku akan terus mengalir pada ke hidupan mu, nak.

LDR  (Completed√)Where stories live. Discover now