Chap 17

7.3K 486 4
                                    

"Selesai"

Chest mengusap peluh yang mengumpul didahinya. Dalam hati dia bersyukur ini adalah rumah terakhir yang telah dia pasangi matra pelempar. Chest sedikit memutar lengannya yang lumayan terasa pegal. Berterima kasihlah pada dua rekannya yang malah ikut menjadi penonton bersama para anggota pack dan bukannya membantu.

Plok plok plok

"Hebat bukan, apa kubilang!" seru burung bodoh dibelakangnya bersama para gadis-gadis were yang entah sejak kapan mengikrarkan diri mereka sebagai kumpulan wanita-nya Valix.

"Iya, hebat sekali"

"Luar biasa"

"Tampan dan jagoan"

Seruan para 'wanita' Valix yang ikut memujinya tak pelak membuat pipi Chest merona tanpa dia sadari. Untunglah dia bisa segera menguasai diri.

Terdengar suara gesekan sepatu dengan rumput yang semakin menguat, pertanda ada seseorang yang berjalan mendekatinya. Sungguh, Chest tidak menyukai aura ini. Aura yang pekat dengan kegelapan, namun dia tidak boleh ceroboh menuduh orang lain, bukan.

"Jadi...apa gunanya portal-portal yang kau buat ini?" tanya Max sinis dan penuh keremehan. Chest memandang pria tua itu sekilas. Sungguh, dia tidak nyaman berdekatan dengan penasehan Erick yang satu ini.

"The Gold Guardian jauh lebih berpengalaman daripada kita, Paman. Aku harap kau tidak meremehkan mereka." bela Erick yang tidak suka dengan sikap pamannya.

Tanpa menoleh kearah Erick dan Max, Chest mulai menjelaskan. Terserah jika mereka menilai sikapnya tidak sopan.

"Portal yang aku buat akan melempar tamu yang tidak diundang kedimensi lain." jawab Chest datar.

"Kemana tepatnya?" tanya Paman Max penasaran.

"Aku tidak tau." singkat, padat dan sekali lagi, datar.

Paman Max yang merasa tidak dihormati mulai merasa tersinggung dan mulai mendebat Chest.

"Kau tidak tau apa yang kau lakukan. Pertolongan macam apa itu! Katanya berpengalaman, tapi kekuatan sendiri tidak tau...Erick! Kita hanya menghabiskan waktu mengundang mereka kesini!"

Erick berjalan maju menuju kearah Chest. Senyuman sinis tersungging di bibir pamannya saat Erick sudah berada tepat didepan Chest. Namun secepat senyumnya datang, secepat itu pula luntur saat melihat pergerakan Erick yang malah berbalik menatapnya. Paman Max langsung tersentak. Erick menatapnya dengan dingin dan menusuk. Sesaat dia ciut mendapati aura seorang Alfa menguar dari tubuh Erick. Tapi bukan Max namanya jika dia menyerah secepat ini. Para tamu mereka harus segera diusir.

"Merendahkan tamuku sama saja dengan merendahkanku, Paman. Dan aku tidak suka itu!"

Paman Max tersentak. Ini kali pertama Erick mendebatnya dengan nada sekasar itu, dan semua hanya karena orang asing. Kekesalan membakar hati Paman Max. Dia sudah dipermalukan didepan semua orang. Dengan kaki dihentakkan keras dia berjalan cepat dan melayangkan tangannya keudara.
Erick yang berusaha mengalah, sama sekali tidak menghindar saat telapak tangan itu mulai bergerak cepat menuju wajahnya.

PLAAAAKKKK!!!!

"Oh! Astaga!

Semua orang melotot kaget, tak terkecuali Paman Max. Matanya menatap tidak percaya pada sosok yang tersungkur diatas tanah. Sosok yang menerima kekerasannya. Putrinya sendiri, Chloe.

" Chloe, sayang! Kenapa kau menghalangiku?!" seru Paman Max.

Tubuh tuanya tergopoh-gopoh menuju putrinya yang tergeletak lemas diatas tanah basah. Erick sudah berada disamping Chloe, membantu wanita mungil itu. Dengan kasar Paman Max mendorong tubuh Erick mundur, masih merasa marah dengan sikap tidak sopan sang Alpha padanya.

He Reject MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang