Chap 4

9.1K 522 2
                                    

Ruri merasakan nyeri disekitar wajahnya. Bagai ada ribuan jarum yang berusaha menembus kulitnya. Tidak terlalu sakit memang namun cukup membuatnya sadar dari pingsannya yang cukup lama.

"Eenghh..."

Ruri mengerjapkan matanya beberapa kali, menghalangi cahaya matahari yang berlomba masuk kedalam matanya.

Cahaya Matahari

Ruri yang akhirnya tersadar sepenuhnya bangun dengan cepat dan malah mendapatkan serangan sakit disekitar leher belakang sampai pundaknya. Tangannya langsung meraba arah sakit itu dan seketika meringis menahan sakit.

Sakit?

Ruri masing bingung dengan keadaannya saat ini namun dia berusaha cepat memutar memori dari ingatannya, yang dia ingat terakhir kali

Erick tidur

Berjalan keluar tengah malam

Penjaga ambruk

Tepat saat ingatan ini sampai, wajah Ruri memucat, mengabaikan bagian tubuhnya yang masih sakit dia langsung berdiri tergesa -gesa dan mulai berjalan cepat. Semakin lama semakin cepat dan dia berlari sekencang-kencangnya.

Paman Max

Rogue

Erick!!!!

Betapa dia sangat takut saat ini. Bagaimana keadaan Erick. Apa Paman Max menyakitinya. Atau...sungguh Ruri sudah tidak mampu berfikir lagi. Mengabaikan keadaannya yang terluka dan berantakan, hanya mengenakan pakaian tidur yang sudah robek dibeberapa bagian dia terus membawa dirinya secepat mungkin menuju Erick. Harus!

Sesampainya di mansion, Ruri langsung berlari kekamar mengabaikan tatapan tanya dimata semua orang yang melihat betapa berantakan dirinya. Dengan tergesa-gesa dia membuka pintu kamar dan matanya menyapu semua sudut mencari keberadaan Erick.

"Erick! Erick!"

"Kau dimana?!"

Dengan brutal Ruri menyibak selimut. Kosong

Membuka pintu kamar mandi dengan paksa. Kosong

"Oh, Moon godess dimana dia?"

Ruri mencengkeram rambutnya dengan kalut. Berbagai pemikiran buruk silih berganti merasuki otaknya. Kepalanya langsung mendongak kearah pintu saat mendengar benda itu bergerak. Namun rasa kecewa tak bisa tertutupi saat mendapati Casey lah yang ada disana.

"Ruri, kau kenapa? Apa yang terjadi padamu?" tanya Casey khawatir

Seolah tuli dengan suara apapun, Ruri melangkah cepat kearah maidnya dan mencengkeram kedua bahunya. Bahkan Casey sampai meringis menahan sakit.

"Erick dimana, Casey? Dimana dia?" tanya Ruri mengabaikan sikapnya yang sudah menyakiti Casey

"Alfa ada diruang kerjanya bersama Tuan Max" jawab Casey cepat seperti paham keterburuan Ruri.

Tanpa ucapan terima kasih atau apapun, Ruri langsung melepas cengkeramannya dibahu Casey dan berlari kearah ruang kerja Erick. Bahkan dia mengabaikan Casey yang hampir terjatuh karena terdorong tubuhnya. Yang ada dipikirannya saat ini adalah Paman Max akan mencelakai matenya. Erick bertahanlah.

Beberapa kali Ruri hampir tersandung jatuh dan mengabaikan teriakan khawatir Mark, betanya. Namun derap kakinya perlahan melambat saat mendapati wajah Erick dengan binar dan tawa bahagia. Erick bersama seseorang dan walaupun tubuh itu membelakanginya, dia tahu itu Paman Max.

"Benarkah 'dia' sudah pulang paman...Oh! Aku sangat merindukannya! Apakah dia akan datang kemari...apa Chloe akan datang kesini?"

Chloe?

Entah kenapa binar bahagia Erick saat ini tidak Ruri suka. Seakan-akan kebahagiaan mereka mengejek dirinya yang sangat menyedihkan. Mengabaikan rasa perih yang tiba-tiba menyengat hatinya, Ruri berusaha tegar. Dengan langkah yang menjinjit, Ruri mendekat kearah Erick.

"Erick" panggilnya

Matanya sesaat bertemu dengan tatapan tajam Paman Max. Buru-buru dia mengalihkan perhatiannya. Mendapati Erick menatapnya dengan tatapan senang semakin menyayat hatinya. Ruri tahu kebahagiaan itu bukan untuknya. Ruri menarik dalam nafasnya berkali-kali berusaha tegar.

"Erick...ada yang ingin aku bicarakan denganmu..." matanya melirik sekilas kearah Paman Max.

Terlihat keraguan dikedua mata Erick. Seakan ingin menarik Ruri keruang kerjanya atau pergi menyambut seseorang yang ditunggunya.

"Erick. Ayo, kau tidak ingin membuat Chloe sedih kan karena kau tidak menyambutnya?" suara Paman Max membantu Erick membuat keputusan.

"Nanti saja yah..." dan tanpa menunggu jawaban Ruri, Erick berjalan cepat meninggalkannya.
Bagai disihir kaki Ruri perlahan mengikuti arah kemana Erick pergi dan dia tidak tahu jika itu keputusan yang salah.

Matanya memanas saat seorang wanita yang mungil berlari menerjang Erick dan melompat kepelukannya. Kepelukan matenya.

"Apa...siapa..." Ruri kehilangan kata-katanya. Begitu kaget dengan yang barusan terjadi.

Dengan matanya sendiri, Ruri melihat Erick menciumi seluruh wajah wanita itu dan jelas wanita itu menyukainya. Dia terkikik menerima ciuman Erick.

Ruri POV

"Apa ini...Erick...kenapa..." Ruri hanya berguman dan berdiri diam memandang Erick yang memutar-mutar tubuh seorang wanita dan mereka tertawa bahagia. Akhirnya Ruri tidak bisa lagi membendung airmatanya. Dia menangis dalam diam. Tanpa isakan. Tanpa suara. Hanya menatap kedua orang didepannya dengan penuh luka.

"Itu adalah putriku, Chloe..." tanpa menoleh pun Ruri tahu siapa pria yang berdiri disebelahnya.

"Kekasih Sang Alfa, selama hampir lima tahun. Sebelum kau merusak semuanya" lanjut Paman Max.

"Tapi aku mate-nya. Pasangan yang sudah ditakdirkan oleh Moon Godess" tantang Ruri menoleh dan menatap tajam pria disebelahnya dengan sisa-sisa kekuatannya. Sungguh dia tidak ingin mengalah kali ini. Padahal dia sangat terlihat menyedihkan.

"Hah! Pasangan takdir?! Itu hanya dongeng anak-anak. Ikatan antara Erick dan Chloe bahkan lebih kuat dari ikatan mate-mu. Percayalah kata-kataku tadi malam. Kau akan kalah. Aku akan membuat dia mencampakkanmu!" ujar Paman Max dingin dan berjalan pelan bergabung dengan Erick yang masih memeluk wanita itu.

Chloe

Mereka bertiga terlihat bahagia, sedang dirinya...

Ruri memejamkan matanya rapat-rapat, menarik nafasnya berkali-kali, namun kenapa rasa sakit itu masih ada. Perlahan kakinya melangkah mundur. Ruri berbalik dan berjalan dalam diam menuju kamarnya. Bahkan otaknya saja tidak rela membiarkan hatinya semakin sakit.

Sesampainya dikamar, Ruri berjalan mendekati cermin besarnya. Cermin yang menampung seluruh bagian tubuhnya. Tangannya terangkat meraba permukaan datar dan dingin yang memantulkan bayangan dirinya.

Rambut berantakan. Bajunya yang robek dan kotor. Luka gores dikaki dan tangannya. Bercak darah ditelapak kakinya.

"Bahkan dia tidak menyadari betapa buruknya kau sekarang..." jelasnya entah pada siapa.

Perlahan Ruri berjalan kearah kamar mandi. Menyalakan air hangat dan mengalir memenuhi bathtub. Ruri menatap aliran air itu dalam diam. Dia mendudukkan dirinya dilantai kamar mandi dan mengangkat telapak kakinya.

"Sakit" ucapnya tanpa ekspresi namun tetesan airmata yang terus mengalir menjawab betapa hatinya lebih sakit dari goresan memanjang ditelapak kakinya. Dengan tertatih Ruri berdiri dan masuk kedalam bathtub dan menenggelamkan tubuhnya. Bahkan air didalam bathtub itu perlahan mengeruh, memerah. Ruri bahkan membiarkan air membawa pergi darahnya tanpa ada niat menghentikannya. Semoga air itu juga dapat membawa perih dari hatinya.

Erick...Sakit...






He Reject MeNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ