Chap 3

10.6K 553 1
                                    

Tuk Tuk...Tuk Tuk

Telunjuk Ruri terus menekan-nekan kening Erick. Semakin lama tekanannya semakin kuat.

"Engh...Ruri..."

Ruri menarik tangannya dan tersenyum geli menatap wajah tampan tapi kusut didepannya. Erick yang cemberut sangat menggemaskan.

"Kalau aku berhasil menangkap tanganmu, kau pasti tau apa yang akan aku lakukan" keluh Erick dengan mata yang masih terpejam rapat seperti di lem.

"Mandi dulu baru tidur!" balas Ruri berpura-pura galak

"Ayolah sayang, aku ngatuuuuk..." rengek Erick manja dan matanya masih tetap terpejam.

Ruri hanya bisa mendesah pasrah. Kasihan juga sebenarnya kekasihnya ini. Masalah penjagaan pack yang mendadak benar-benar menguras tenaga dan waktunya. Apalagi bagi seorang Alfa seperti Erick.

Amanda Rufio. Ruri teringat nama itu.

Tangannya mengusap-usap rambut Erick dengan sayang dan tampak kerutan dikeningnya perlahan menghilang. Ruri terus menatap wajah damai pasangannya, Belahan jiwanya, Poros hidupnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Helaan nafas terdengar lirih dari mulutnya.

Ruri mengalihkan tatapannya kearah jendela kaca kamar mereka. Jendela yang sangat besar namun pas untuk ukuran mansion mereka. Bulan sabit menyapanya bagai sebuah senyuman. Tanpa sadar lengkungan itu menular kebibirnya.

'Selamat Malam, Moon Godess' batin Ruri

Ruri terus melamun tanpa kegiatan apapun sedangkan Erick sudah mendengkur dengan suara yang sangat mengganggu. Kali ini Ruri lah yang cemberut. Sungguh dia menyesal tidur terlalu lama tadi siang. Alhasil sekarang dia tidak mengantuk sama sekali padahal hari sudah semakin larut. Akhirnya dia memutuskan untuk bangun. Sepertinya jalan-jalan sebentar tidak akan membuat Erick marah. Perlahan dia beranjak bangun dan syukurlah Erick tidur seperti batu.
Ruri memakai kimono tidurnya dan berjalan pelan menuju pintu.

"Hah! Udara malam memang menyenangkan"

Kakinya terus berjalan pelan kearah taman belakang mansion. Terlihat beberapa penjaga yang bercanda namun tidak menghilangkan kewaspadaan mereka. Ruri tersenyum geli melihat salah satu penjaga memamerkan gigi emasnya. Mungkin mereka akan malu jika tau Ruri melihat tingkah konyol mereka. Namun betapa kagetnya Ruri saat sesuatu terjadi,

Brukk!

Kakinya reflek berlari menuju beberapa penjaga yang tiba-tiba jatuh pingsan namun langsung terhenti saat itu juga dan bersembunyi dibalik semak-semak. Matanya menajam melihat sosok yang dikenalnya melangkah keluar dari kegelapan.

'Paman Max?!' batinnya kaget bercampur marah.

Beribu pertanyaan mencuat dikepalanya. Kenapa pamannya itu tega memukul para penjaga sampai mereka pingsan.

Ruri POV

'Mau kemana dia?' batin Ruri saat melihat Paman Max melangkahi tubuh para penjaga dan berjalan semakin kebelakang taman, tepatnya kearah danau buatan yang sengaja dibuat Alfa terdahulu, kakek Erick untuk istrinya. Merasa jarak mereka cukup aman, Ruri mengikuti.

Matanya terus menatap tajam kemana tubuh Paman Max melangkah. Tubuhnya semakin dirapatkan kepohon, menyamarkan keberadaannya. Ruri berhenti dan kembali bersembunyi saat Paman Max berhenti tepat di tepi danau.

End Ruri POV

"Keluarlah, Bocah! Kau kira aku tidak menyadari keberadaanmu? Aku hidup lebih lama darimu..." ucap Paman Max yang membuat tubuh Ruri langsung menegang. Bahkan dia bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri.

Paman Max berbalik dan menampilkan senyum yang tidak pernah Ruri lihat sebelumnya. Senyum yang membuat bulu kuduknya meremang. Sungguh wajah Paman Max yang kaku terlihat semakin menakutkan.

Akhirnya Ruri keluar dari pohon perlahan-lahan. Percuma rasanya dia terus bersembunyi.

"Ke...kenapa paman memukul...mereka.." sungguh Ruri sangat gugup sekarang.

Paman Max menaikkan alisnya seperti kebingungan namun seketika helaan remeh keluar dari mulutnya saat menyadari kemana arah pertanyaan Ruri.

"Oh, mereka. Hanya ingin saja. Lebih baik pingsan kan daripada mati" balasnya santai

Amarah seketika memenuhi hari Ruri.

"Itu anggota pack-mu paman. Anggota Thunder Light. Kenapa paman tega!"

Paman Max tersenyum sinis. Tidak merasa perlu lagi menutupi niat busuknya.

"Ini semua karena kau, jalang kecil. Jika kau tidak ada maka aku tidak perlu repot begini" jelasnya tanpa beban.

Ruri tidak tau apa salahnya sampai Paman Max yang baru beberapa minggu dia kenal, begitu benci padanya.

"Apa maksud paman?" tanya Ruri

Paman Max mendengus dan berkata. "Selain jadi jalang ternyata kau juga bodoh..."

Tangan Ruri mengepal hingga memutih menahan emosi

"...jika kau tidak ada maka putriku lah yang akan menjadi Luna..."

"Oh, jadi ini tentang pembalasan seorang ayah karena putrinya patah hati' Ruri memotong.

"DIAM!" Ruri sedikit terlonjak mendapat bentakan.

"Putriku terlalu suci untuk keluar dari mulut busukmu itu, pelacur! Mata Paman Max memerah dan rahangnya mengeras, bukti ia sangat marah. Dia menarik nafas dan melanjutkan. Ruri tetap diam.

"Menjadi Luna adalah takdirnya dan menjadi Penguasa...adalah takdirku"

Seketika kesadaran menghantam kepala Ruri. Matanya membola. Tanpa dia sadari air matanya sudah menggenang.

"Kau...kau mau menyingkirkan Erick?!" tanyanya tidak percaya.

"Yah...itu akan menjadi jalan lain jika dia tidak bisa kukendalikan...tapi dengan adanya putriku aku rasa memanfaatkan hatinya saja sudah cukup" jelasnya santai

"KAU...DASAR BRENGSEK!" dan airmata itu pun tumpah

"Aku akan mengatakan semua ini pada Erick!" bentak Ruri

Paman Max tertawa terbahak-bahak

"Dan kau kira dia akan percaya. Kau tidak tau betapa dia memujaku. Akulah yang ada disampingnya saat dia terpuruk. Chloe lah yang menjadi batu sandarannya saat dia kehilangan kedua orang tuanya. Dan kau kira dia akan percaya perkataan orang luar sepertimu...ck..ck...ck....naif sekali"

Ruri hanya bisa terisak. Tubuhnya pun ambruk dan terduduk ketanah.

"Tapi aku mate-nya..." ucapnya lirih namun masih dapat terdengar.

"Kau memang mate Erick, tapi benang merah antara Chloe dan Erick akan tetap ada. SELAMANYA" Paman Max tersenyum senang melihat Ruri yang terpuruk.

'Tidak...tidak...aku tidak boleh lemah' Ruri berusaha meyakinkan dirinya. Dia berusaha berdiri dan beranjak mundur.

"A..a...a..tidak semudah itu untuk kabur"

GRAAOOORRR!!!

Ruri terkejut dan langsung berbalik. Wajahnya memucat saat mendapati tiga rouge dengan gigi yang tajam dan liur yang terus menetes mencoba untuk menerkamnya namun tertahan, seperti menunggu perintah.

Sialnya Ruri lupa dibelakangnya masih ada sosok yang seharusnya lebih dia waspadai

BUUKK!

Dan Ruri menatap rouge yang berlari menerjang kearahnya sebelum kegelapan menguasai dan kesadarannya menghilang.

"E..erick.."

He Reject MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang