34. Pendosa

Mulai dari awal
                                    

Hamas melongo. "Lah kok gitu dah, Ad? Kata lo wudhu di kulit bertato itu kaga sah? Lo juga pernah bilang, semisal tato bukan di area kulit yang harus dibasuh wudhu, tetep aja kita bakalan kena kewajiban mandi wajib kan?"

Jevin melirik Hamas dengan sadis. Seolah Hamas adalah sumber kehinaan dalam dirinya. Seolah Hamas meletakkan penghalang besar di depan wajahnya untuk shalat.

"Kan tadi gue sebut, tugas yang bertato adalah bertaubat," kata Saad lagi. "Setiap dari kita adalah pendosa, Mas. Yang menjadikan kita berbeda adalah apakah kita memutuskan menjadi pendosa yang arogan seperti halnya iblis, atau pendosa yang bertaubat yang mana memang Allah ciptakan kita untuk itu."

Dan Hamas masih melanjutkan wajah tercengangnya. "Ini kok gue ngga ngudeng yak? Allah ciptain kita untuk jadi pendosa?"

Saad mengangguk. "Allah ciptakan kita sebagai pendosa untuk membiarkan kita bertaubat. Kalau kita ngga berdosa, namanya kita malaikat. Perihal shalat dengan tato, biar Allah yang menilai shalat mereka. Tugas kita adalah shalat dengan sebaik-baiknya. Sebab kita yang ngga tatoan aja belum tentu shalatnya diterima. Maka bukan hak kita menyatakan bahwa Kang Jevin shalatnya tidak sah."

Hamas kicep.

Sementara Jevin, punggungnya menegak, seolah dia mendapat angin segar dalam keinginannya untuk bisa shalat lima waktu.

"Dalam Ta'liq al-Farra' dinyatakan," ucap Saad, "tato harus dihilangkan dengan diobati. Jika tidak mungkin dihilangkan kecuali harus dilukai, maka tidak perlu dilukai, dan tidak ada dosa setelah bertaubat."

"Jadi maksud lo, gue boleh shalat dengan tato begini?" tanya Jevin. Nada suaranya terdengar kikuk, tapi juga penuh harap.

Saad mengangguk, "Boleh. Tapi sebaiknya dihapus. Untuk menyamankan diri. Allah menyukai keindahan, tapi tato tidak termasuk di dalamnya, Kang..."

Jevin terlihat paham. Dia mengangguk dan seulas senyum terpampang di wajahnya. Hamas sampai berjengit melihat wajah kaku dan arogan mendadak ramah begitu.

"Terima kasih kalau begitu penjelasannya... Saad kan ya? Makasih banyak, sob..."

Jevin menghampiri Saad dan dengan grogi memeluk Saad selayaknya saudara. Beralih ke Bima dan melakukan hal yang sama. Berganti ke Hamas dan hanya menjabat tangannya.

"Sama-sama," balas Saad. "Semoga istiqomah ya, Kang..."

"Allaahumma aamiin," timpal Bima.

"Allaahuakbar Allaahuakbar..."

Suara azan terdengar di sebalik ruangan. Shidiq yang mengumandangkan.

"Allaahuakbar..." balas Saad dan Bima.

"Azan, Kang," kata Saad. "Wudhu dulu."

"Jevin," kata Jevin, menepuk pundak Saad yang kini sudah beranjak dari duduknya. "Panggil Jevin aja, Ad."

Saad melepas senyum, "Siplah. Kuy shalat."

Saad dan Jevin berjalan beriringan menuju pintu dan berbelok ke tempat wudhu. Meninggalkan Hamas yang melangkah gontai dengan Bima yang takjub.

"Gue cuma tahu dalil Nabi melaknat yang bertato. Dan Saad tahu ini itunya," kata Bima. "Makanya gue telepon Saad, suruh ke sini."

Hamas cuma menganggukkan kepala. Dia malu sendiri sudah mendebat Saad seperti tadi. Padahal Allah yang Maha menerima taubat para hamba yang hendak bertaubat.

"Udah kelar, sob?" tanya Fajar dengan wajah basah begitu bertemu Hamas dan Bima di pintu.

"Udah, Tem----eh, Jar," kata Hamas yang bergegas meralat keceplosannya.

"Antum mau ngapain?" Kali ini Bima yang bertanya.

"Hape gue ketinggalan, ehehe..." Fajar nyengir dan langsung melesat masuk ke ruang staf.

Hamas membiarkan Bima lebih dulu menyusul Saad dan Jevin untuk berwudhu. Tangannya lancar bermain di layar ponsel. Mengunggah sesuatu di laman instagramnya.

 Mengunggah sesuatu di laman instagramnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan dicari unamenya di IG yes. Kaga ada roleplayernya kok wkwkk itu udah ada yg punya semua XD #kabur :v

[✓] HAMASSAAD Ukhayya HabibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang