34. Pendosa

3K 391 129
                                    

Serial HAMASSAAD - 34. Pendosa

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2016, 4 Oktober

-::-

Jam di tangan Hamas menunjukkan pukul dua siang lewat sembilan belas menit ketika ia dan Saad berjalan menuju tempat parkir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam di tangan Hamas menunjukkan pukul dua siang lewat sembilan belas menit ketika ia dan Saad berjalan menuju tempat parkir. Dilihatnya Saad menerima telepon dari seseorang dan langkah kaki dua pemuda dengan tinggi menjulang itu langsung terhenti.

"Dari Bima," kata Saad. Padahal Hamas juga tahu itu dari Bima sebab Saad menyebut nama tersebut di awal percakapan telepon. "Dia minta gue ke masjid. Lo mau duluan?"

Hamas menggeleng cepat. "Ikut lo aja."

"Ya udah."

Keduanya berbalik arah, kini menuju masjid. Hamas bertanya jadwal kajian sepanjang jalan. Cari cara agar dapat jadwal kosong Saad untuk menonton film di bioskop.

Mereka tiba di masjid dalam beberapa menit.

Masjid tampak sepi di jam segini. Waktu Asar biasanya masjid hampir kosong, hanya berisi beberapa pengurus masjid yang berasal dari kampus. Maksudnya, bukan mahasiswa. Meski ada beberapa mahasiswa juga yang mungkin masih bertahan di kampus untuk mengerjakan tugas.

Tepukan tangan Fajar terdengar memanggil Hamas dan Saad yang kini sibuk melepas sepatu.

"Weh, ada si item?" komentar Hamas begitu melihat Fajar. Hamas memang kerap menyebut Fajar dengan sebutan demikian karena Fajar memiliki kulit yang eksotik.

Fajar mungkin tidak mendengar. Tapi Saad dengar.

"Mas, jangan gitulah..." kata Saad mengingatkan. "Abu Dzar Al Ghifary aja nyebut Bilal Bin Rabah dengan sebutan budak hitam, kena tegur sama Nabi. Padahal keduanya ahli surga."

"Lah tapi Fajar kan emang item, Ad?" Hamas masih membela diri. Toh Fajar juga ngga masalah disebut begitu, pikirnya.

"Memang," kata Saad lagi, meletakkan sepatu di rak yang disediakan. "Tapi masih ada banyak sebutan yang lebih baik buat Fajar. Gue aja nyebut lo dengan sebutan Ukhayya. Kan lebih enak didengar..."

Rahang Hamas langsung terkatup. Kalah telak sudah.

"Iye, Habibi... afwan jiddan," kata Hamas kemudian.

Saad tertawa, menepuk punggung sahabatnya. "Kuy lah."

Mereka menjejak masjid dengan bertelanjang kaki. Sepasang mata kaki masing-masing dari mereka terlihat. Gulungan bagian kaki celana Hamas tampak lucu dengan tinggi badannya. Membuat Hamas terlihat seperti sedang menghindari genangan air.

Ruang shalat sepi, hanya ada Shidiq yang sedang tilawah di satu sudutnya. Kepalanya merunduk serius menghadap mushaf besar yang ada dalam pangkuannya dan lantunan ayat suci terdengar dalam suara Shidiq yang terkenal indah di kalangan warga kampus.

[✓] HAMASSAAD Ukhayya HabibiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang