-32-

2.4K 231 4
                                    

"Aaaaaa!" Pekik seseorang dari lantai dasar, dengan cepat Ella dan Zach merapikan diri kemudian berlari menemui Sara yang begitu terkejut melihat gelas berisi air. Dan juga test pack.

"What the heck?!" Pekiknya lagi masih tak percaya.

"Calm down." Ujar Ella menenangkan saudaranya, padahal dirinya jauh lebih kacau dibanding siapapun saat ini.

"Just be honest, who had this plus sign?" Tanyanya serius, Ella tahu pasti Sara tak ingin punya adik lagi. Dan hanya tersisa dua gadis di rumah ini.

Sara menatap intens kakaknya yang berdiri di samping pria yang telah sekian lama tak muncul di sekitarnya. Ella yang terlihat gugup tak bisa lagi memungkiri kalau Sara adalah gadis paling peka saat ini.

"Whose the daddy?" Tanyanya, skakmat, mereka hanya terdiam kemudian Zach angkat bicara.

"Please calm down, Sara." Zach menarik nafas panjang, "Please, keep it as a secret for a while, until we get the way out."

"Daddy would be mad. Totally mad. T O T A L L Y." Ujarnya menekankan.

Sara benar, ayahnya memang tak akan pernah bisa menerima jika salah satu gadisnya hamil. Peraturan adalah peraturan, susah sekali meminta pengampunan padanya. Begitulah sikap ayah ber-gadis tiga, harus tegas.

"Gugurkan dia." Gumam Zach, dengan pandangan kosong. Ella hanya menahan isaknya, ternyata Zach memang tidak pernah menginginkan anak dari rahimnya.

"Baik. Akan kugugurkan dia jika itu maumu!" Bentak Ella kemudian berlari ke kamarnya, dia sudah tidak tahan lagi. Dia pikir jika Zach saja bisa mengedepankan egonya mengapa tidak dengannya? Mengapa harus selalu dia yang mengorbankan perasaannya?

"Isabella! Open the door!"
"Go away!"
"Come on Isabella."

Seketika suasana kembali hening, hanya ada derit kayu tua di dekat pintunya.

"Mari bicara antar pintu, seperti yang pernah kita lakukan saat itu." Ucap Zach lembut dari balik pintu, kepalanya bersandar menghadap ke arah kayu berwarna hitam itu, kemudian dia berlutut dengan pasrah.

"Aku hanya ingin kau selamat, aku hanya ingin tetap bersamamu. Kau ingat Ashley? Kakak perempuanku? Aku hanya tidak ingin itu terulang kembali. Tidak ingin.." Terdengar suaranya semakin sumbang, dia menarik nafas panjang, "Aku yakin Ashley sangat ingin membunuhku saat ini, karena aku dan Tobias tidak ada bedanya sekarang. Namun aku ingin kau hidup, aku tak ingin kau pergi dengan Ashley dan Rachel, aku hanya ingin kau tetap di sini bersamaku..."

Ella mulai luluh dan mendekatkan kepalanya pada pintu di sisi lain kemudian terduduk di lantai. Tangisannya tak kunjung surut, dia hanya ingin bertanggung jawab atas nyawa dari janin itu. Semua wanita akan merasakan hal yang sama.

"Aku takut kehilangan orang yang kucintai untuk yang kedua kalinya. Aku... Aku.. Aku mencintaimu Isabella."

Deg.

"Masa bodoh dengan perandaian."

"Aku akan menunjukkan padamu bagaimana pesta remaja."

"Aku yakin kau akan menyukainya."

"Merry Christmas Isabella."

"Aku hanya ingin bersamamu lebih lama."

"Aku mencintaimu Isabella."

                Semua memori itu seperti muncul dan memutar dirinya sendiri dengan cepat. Ella masih terduduk lesu, dia hanya tidak ingin ayahnya kecewa, namun dia juga tidak ingin nyawa dari janinnya direnggut begitu saja. Naluri keibuan selalu ada pada masing-masing wanita.

"Aku mohon El, aku memang brengsek." Sesal Zach berusaha menerawang dimana Ella duduk mendengarkannya.

"Baiklah." Ucap Ella akhirnya.

Keesokan harinya ketika matahari masih setengah jengkal dengan tanah, dalam keheningan fajar Isabella menata rambutnya dan mengoles sedikit make up. Zach berjanji akan membawanya sepagi mungkin untuk pergi ke dokter di Lousiana. Mereka akan menginap di villa milik paman Zach. Ini semua demi bayinya yang masih berumur sangat muda untuk mati.

"Honestly you look terrible." Cercah Maddi seketika sudah duduk di ujung ranjangnya.

"What do you mean?" Tanya Isabella seraya menata isi tasnya. Maddi mengucek matanya beberapa kali dan matanya selalu hampir terkatup.

"I meant your plan, it sucks. Why you get the honeymoon before the wedding?" Tanya Maddi ngelantur.

"Did you say honeymoon? I will lost my baby and you were said it is honeymoon? Insane."

"Okay fine. You're going to Dallas with Ariel, that's the plan."
"Yeah."
"Just leave a little note for Mom."
"I a m."
"Okay, good luck. It's hard to lose Rogers."
"Who is Rogers that you used to call?"
"Nevermind."
"Don't you dare to call him or her with the name that I do nothing know or care."
"Sure. Goodbye lil Isabella!"
"Just shut up, Mad!"

Awalnya, Maddi benar-benar terkejut ketika melihat Zach bersimpuh di depan pintu kamar Ella dan melihat Sara yang membawa test pack kemanapun dia pergi. Zach pasti ada hubungannya dengan ini, dan Sara tidak mungkin berhubungan dengan Zach. Jadi, dengan mudah, bukan, dengan sangat-sangat terkejut dan menyesal Maddi tahu adik perempuan tidak berpengalamannya itu telah mengandung.

Terlihat dari kejauhan, mobil Zach meluncur begitu lamban dan tenang di depan pagar rumah Ella. Dengan cepat Ella sudah berada di dalam mobil dan mereka siap berkendara ke Lousiana membawa harapan. Harapan besar, dengan atau tanpa 'Rogers'. Mereka harus pergi ke Lousiana tempat praktek paling legal yang khusus menangani masalah kehamilan, termasuk menggugurkannya.

"Aku mohon, Ella." Pinta Zach yang sedari tadi hanya menuruti Ella untuk tetap diam. Tanpa menoleh saja, Zach sudah tahu ada yang tidak beres dengan gadis yang duduk di sampingnya.

"Biarkan semuanya kembali seperti sedia kala." Pinta Zach lagi, "Aku membawa syal itu." Rengeknya kali ini. Namun Ella masih menatap ke arah jalanan yang lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melaju. Jujur saja, dia sangat gugup saat ini.

"Tidak apa." Ucap Ella akhirnya.

"Aku hanya tak bisa kehilanganmu." Ujar Zach membuat kupu-kupu dalam perut Ella otomatis bertebangan kesana kemari. Tak pernah ada satupun pria yang pernah mengatakan kata-kata tersebut selain ayahnya.

"Yang kutahu, ayah biasanya tidak ingin kehilangan buah hatinya." Kata Ella canggung, Zach menghela nafas panjang.

"Akan kita ulang sepuluh tahun lagi."
"Huh?"
"Kuusahakan tempatnya bukan kelab, mungkin Paris, London, atau Hawaii."
"Zachh!"
"Hahaha semua itu sudut pandangku. Yang kuharapkan."

"Yang kuharapkan El."

SIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang