-11-

3K 302 2
                                    

                Kami sampai di beranda depan Mansion dengan banyak mobil terparkir di dekat pintu pagar putih tinggi klasik. Zach memarkirkan mobilnya di dekat Range Rover hijau tua dan Civic'90 berwarna merah menyala.

"Here we go guys! Heaven of the earth, Caniff Mansion." Seru Nick kemudian meloncat turun.

                 Suara musik sudah terdengar dari tempat mobil Zach terparkir, ada sekiranya seratus orang di dalam bangunan besar berwarna putih dengan balkon luas berbatas kaca. Aku dapat melihat mobil Maddi terparkir di depan pintu pagar tinggi itu. Aku berjalan canggung diantara mereka yang sedari tadi bicara tentang Taylor Caniff yang aku lupa bagaimana wajahnya.

                Aku menghembuskan nafas pelan ketika melihat sebuah gerombolan yang tadinya kukira itu Blake ada di depan pintu besar dengan kayu mahoni kualitas paling baik.

"Welcome to my small house guys." Sapa seseorang, aku menoleh kemudian bertatapan langsung dengan laki-laki berotot, bertubuh tegap, dengan alis bengkok yang terkesan seksi. Wajahnya mempunyai aura angkuh dan tegas. Dia memakai headband berwarna merah menyala, serasi dengan baju putihnya yang tidak berlengan.

"Geez, the arrogant one, haha. What's up dude?" Sahut Zach kemudian mereka melakukan toss.

"Hotter than yesterday. Hey Nick, Tim, Hawt Ariel, and who is the good girl beside you?" Jawabnya menunjukku dengan senyum. Aku tidak dapat membayangkan jika aku datang tanpa riasan apapun, pasti Taylor tidak akan pernah mau mengatakan sepatah kata apapun padaku.

"This is Ella, Ella this is Taylor the party guy." Kata Ariel memperkenalkan kami, aku hanya melambai kaku. Aku tidak mungkin menjabat tangannya, melakukan toss, atau bahkan memeluknya. Taylor melambai kemudian menepuk telapak tanganku sebagai toss.

"Okay guys, enjoy the party!" Seru Taylor kemudian pergi meninggalkan kami, aku masih terdiam seraya berfikir. Bagaimana bisa seorang Taylor Caniff menyentuhku? Aku yakin dia akan mencuci tangannya dengan air berisi sepuluh jenis bunga mahal.

"Baiklah, seperti kesepakatan sebelumnya. Tidak boleh ada yang pergi lebih awal atau tinggal lebih lama, tidak bercinta, jangan melukai diri sendiri, jangan minum terlalu banyak, dan jangan--"

"Menggantikan pekerjaan dj. Kami akan selalu ingat Nick, tenang."
"Apa kau khawatir tentang Queen atau sesuatu Nick? Kami hampir bercinta di pesta Madelyn."
"Shit."

                  Kami masuk dan untuk pertama kalinya melihat pesta remaja SMU yang sangat besar. Manusia dimana-mana, gadis dengan pakaian terbuka mewah, laki-laki tanpa tuxedo melainkan jaket varsity atau tim olahraga masing-masing. Beberapa perempuan bahkan hanya mengenakan bikini. Rumah Taylor memang sangat besar, ada satu lantai dengan jarak rendah di bawah tempat kami berdiri, ada dua lantai terbuka di atas kami. Kolam renang dengan ukuran kecil di seberang kami sangat penuh.

                   Kami berjalan melalui para remaja kasmaran di sepanjang tangga landai menuju ke lantai atas, aku hanya berfikir kapan waktuku akan tiba ketika seorang laki-laki keren menyukaiku dan mengajakku bicara kemudian duduk berdua bersamaku tanpa peduli semua orang membenci hubungan kami.

                Di lantai dua, Caniff mempunyai bar, di seberangnya adalah tempat dj memutar playlist dan lantai dansa di depannya. Kurasa memang julukan 'The Party Guy' sangat tepat untuk seorang Taylor Caniff. Juga sebuah kolam renang sedang yang penuh. Kami duduk di sofa panjang dengan meja yang sangat pendek.

               Dari sini aku dapat melihat Blake duduk di bar bersama Sara, mereka saling berhadapan. Kadang kulihat Blake memainkan rambut Sara yang bergelombang dan terurai indah, kadang Blake juga menyentuh pipi Sara lembut saat mereka sedang berbincang. Rasanya aku tidak akan pernah berani untuk memimpikan hal ini. Imajinasiku tentang Blake hanya sebatas kami duduk di kafetaria bersama, kemudian Blake selalu bicara padaku dengan senyum manis tanpa cemooh teman-temannya. Namun aku tahu itu bahkan mustahil. Sedang ketidak mungkinan yang selalu kuharapkan datang pada Sara, adik perempuanku sendiri yang bahkan tidak pernah memikirkan bagaimana nasib kakak perempuan jeleknya. Mengapa selalu para gadis cantik mendapat perlakuan spesial? Mengapa harus selalu berhubungan dengan fisik?

"Are you okay?" Tanya Ariel menyentuh pelan bahuku. Aku mengangguk, "Kau mau minum sedikit?" Tawarnya.

"Cobalah minum sedikit El."

SIZEWhere stories live. Discover now