-8-

3.3K 358 2
                                    

                 Tidak ada yang merasa kehilanganku, aku sudah tahu ini akan terjadi selain notifikasi pesan pribadi akunku bertambah dari Hayley dan Linsey. Seseorang mengetuk pintuku, dengan cepat aku menyeka air mataku kasar.

"Ella." Ucap seseorang lembut yang bahkan aku tak mengenali suara siapa itu. Aku masih terdiam hingga kemudian dia berusaha membuka pintunya.

"Um buka pintunya." Ujarnya lagi, kurasa dia bukan perempuan. Dia seperti laki-laki bersuara sedikit berat.

"Kau siapa?" Seruku dari balik pintu satunya, dia tertawa kecil.

"Um Tim, Timmy, kita pernah bertemu kira-kira sebulan  yang lalu." Jawabnya pelan, aku mengingatnya. Ini terasa sangat aneh.

"Pergi saja, okay?" Suruhku kemudian kembali menunduk di dekat sapu dan sarung tangan baseball tua di dekatku.

"Tidak akan!"
"Kau tidak mengenalku sama sekali."
"Namun aku tahu rasanya menjadi kau."
"Tidak kau tidak akan pernah tahu menjadi yang paling jelek dan mendapat hinaan dimanapun."
"Gotchaa! Hahahaha!"

Aku sudah yakin bahwa itu bukan Tim atau Timmy yang saat itu kutemui di depan rumahku. Itu memang nampaknya seperti suara manusia brengsek. Suara tawa dari sekelompok orang itu menggema-gema membuatku semakin merasa tercampakkan.

"Stop it!!"

"Wow, the real Timmy! I think you didn't hear what she said about you. She didn't even knows you."
"I don't care."

Tiba-tiba semakin banyak yang datang dan membuatku semakin gugup. Aku sudah lelah menjadi bahan hinaan seumur hidupku. Aku mendengar suara Zach dan entahlah siapa yang lainnya.

"Aku akan mendobrak pintunya."

"Jangan!!" Seruku berusaha menahan pintunya, ini sangat aneh dan dramatis. Mengapa semua orang bersikap sangat berbeda padaku.

Aku menutup mataku rapat-rapat dan meringkuk, aku sangat takut dan tidak dapat menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku sangat ketakutan hal yang lebih buruk akan terjadi untuk yang kesekian kalinya.

"Ella! Kau tidak apa-apa? Ayo pergi!" Aku membuka mataku perlahan menyadari seseorang menyentuh pundak lebarku. Tangannya terasa sangat ringan.

"Tinggalkan aku, aku tak apa." Ucapku pelan dan sumbang.

"Kau gila! Hampir tidak ada oksigen di sini!" Serunya, itu Zach.

"Dia benar Ella. Tim akan menuntunmu." Ujar salah seorang gadis dengan tank top dan celana panjang. Tim menarikku dan aku menolak.

"Aku bisa berjalan sendiri." Ucapku lirih.

Mereka membawaku duduk di deretan kursi aula olahraga. Aku hanya duduk dan menatap kosong, kemudian akhirnya melihat Hayley dan Charles yang kebingungan melintasi pintu kaca aula olahraga.

"Hayley Robinston telah menuntut klub drama." Cercah Zach yang duduk di sampingku. Aku tetap menunduk, moodku sedang berantakan.

"Kami baru saja datang setelah membantu Ariel menempel poster kampanyenya, dan melihatmu pergi dengan mata sembab." Jelas Zach lagi menepuk-nepuk pundakku.

"Kemudian temanmu yang bernama Hayley berteriak pada pementasan bodoh itu, dan Mr. Jeff menyuruh mereka pergi ke konseling sekolah." Jelas Tim. Aku merunduk lagi, seorang perempuan mengelus pundakku perlahan. Kurasa gadis itu yang mereka sebut Ariel.

"Tidak apa-apa Elna."

"Ella." Koreksi Zach pada gadis yang mungkin bernama Ariel. "Tidak apa-apa Ella, kau harus tersenyum lebar karena tidak akan ada kelas hari ini."

"Zach! kau memang tidak pernah nengerti hati lembut seorang wanita."

"Aku mencoba, Ariel."
"Itu sama sekali tidak membantu."
"Baiklah Baby Ariel."

               Mereka terus berargumen hingga kemudian suara Hayley dan Charles mendekat. Aku mengangkat kepalaku dan berhadapan langsung dengan perut datar Hayley yang tertutup oleh baju hangat merahnya.

"Isabella! Finally!" Serunya kemudian memelukku, "Jangan pikirkan tentang mereka. Mereka hanya--"

"Pecundang." Lanjut Charles yang berdiri di sampingnya.

"Yea pecundang."
"Rasis?"
"Rasis."

"Terima kasih teman-teman. Aku tidak apa-apa, sungguh." Ucapku akhirnya. Mereka terdiam sejenak kemudian Zach angkat bicara.

"Kau bicara?! Tadinya kupikir kau punya syndrom diam saat sedang frustasi." Seru Zach terkejut, mereka semua tertawa. Aku hanya tersenyum singkat kemudian kembali menatap tanganku yang besar.

Aku tidak yakin mereka temanku atau bukan, atau mereka benar-benar membuatku nyaman atau tidak, dan sebagainya.

"Ella mungkin kau mau datang ke pesta Taylor lusa?" Ajak Zach, "Kalian berdua juga diundang bukan?" Tanyanya lagi pada Hayley dan Charles.

"Kami ikut jika Ella ikut." Ujar Hayley.

"Tidak, aku akan tetap datang. Kami sering golf bersama, pergi ke konser bersama, dan mansionnya." Sangkal Charles, Tim menyetujuinya.

"Jadi bagaimana Ella?"
"Ada kemungkinan."

A/N
Haloo, keep vote yaa(: terimakasih uda bacaa

SIZEWhere stories live. Discover now