Bab 5

72 1 0
                                    

Selfy merenungi bagaimana sebuah rumah tangga yang sedang ia jalani ini. Benar-benar tidak sehat. Bila disuruh untuk berkata jujur, jujur saja selama hampir sebulan dia bersama dengan Khairul. Ia merasa kebersamaan ini begitu beharga.
Rindu datang dalam tiba-tiba. Ini hal yang pernah dia rasakan dulu di saat dia jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sampai saat ini masih dia ingat namanya. Entah apa yang terjadi dengan laki-laki itu.
Clekkk
Suara pintu kamar yang terbuka.
"Kamu sakit sayang," Hanna menghampiri menantunya.
Selfy langsung bangun dari pembaringan.
"Apakah kamu merasa mual?" Tanya Hanna sambil mengusap wajah Selfy.
"Tidak bun, Selfy hanya sedikit merasa sakit perut. Biasa hari pertama dapet bun" yahhh Selfy harus meluruskan apa yang ada di pikiran mertuanya ini. Hanna hanya meng oh saja.
"Aku bilang juga apa mam, dia sakit bukan karena lagi hamil, tapi lagi datang tamu" suara Khairul menjelaskan.
"Yahh... kapan donk mami bisa gendong cucu?" Rengek Hanna.
"Secepatnya mam" sahur Khairul sambil mengedipkan matanya ke arah Selfy, "tapi proses pembuatan babynya harus ditunda dulu mam" keluh Khairul dengan nada kecewa yang dibuat-buat. Sementara Selfy bengong dengan mata melebar.
"Ya sudahlah, mami keluar dulu. Selamat malam" Hanna langsung beranjak keluar dari kamar. Khairul mengunci pintu kamar dan melangkah masuk ke kamar mandi.
Selfy kembali berbaring dengan pikirannya sendiri. Oh dia sungguh sangat ingin memiliki seorang bayi.
"Kenapa masih belum tidur?" Tanya Khairul yang baru keluar dari kamar mandi.
"Kapan ya aku bisa punya anak" ucapan yang di luar kesadarannya. Khairul hanya mengeleng acuh. Dia tau Selfy tidak fokus dengannya. Dia beranjak untuk ikut berbaring di sebelah Selfy.
"Abang" suara Selfy mengagetkannya. Kini posisi Selfy sudah berubah menghadap ke arahnya.
Emm
"Rumah tangga kita tidak sehat ya? Biasanya dalam rumah tangga itu, suami istri saling mencintai sehingga mereka bisa punya anak dari hasil cinta mereka"
"Kamu ngomong apa sih"
"Kita tidak saling mencintai abang. Kita pisah saja yuk"
Dengan sangat kesel Khairul berbalik membelakangi Selfy.

Selfy
Dia tiba-tiba langsung membelakangiku. Apa ada yang salah dengan perkataanku? Maksud aku kan baik. Memang benar kita tidak saling mencintai. Apakah dia tidak punya keinginan untuk membina rumah tangga yang bagaikan surga. Aku kan juga ingin hidup bahagia, bisa bermanjaan dengan suami, memiliki anak-anak yang lucu-lucu.
Oh Allah perutku mulai bereaksi lagi. Sakit luar biasa. Aku segera bangun dan mencari minyak kayu putih untuk kuoleskan di perutku.

Khairul
Aku tidak habis pikir dengan wanita di sebelahku ini. Baru saja pernikahan belum seumur jagung, ehhh sudah minta pisah. Apa dia lupa surat kontrak yang sudah dia sepakati.
Oh aku kesel sekali.
Aku merasakan kasur bergerak dan melihat dia bangun. Entah apa yang dia cari? Aku terus mengamatinya yang sibuk mencari sesuatu.
"Abang," dia memanggilku, dengan sengaja aku tidak menyahut.
"Abang" dia kembali memanggilku dengan pelan. Aku sengaja tidak menyahut dan pura-pura tidur.
Aku merasakan lagi kasur bergerak, sepertinya dia kembali berbaring. Aku mencoba mengintipnya, dia membelakangiku. Aku memperhatikannya yang tidur dengan gelisah. Matanya tertutup, tangan kirinya memegang perutnya, dia selalu mengubah-ubah posisi tidur. Kadang menghadap ke arahku, terlentang dan kadang juga membelakangiku.
Aku terus memperhatikannya, aku melihat punggungnya bergetar.
Dia kenapa? Aku mulai khawatir dengannya.
"Selfy" kusentuh pundaknya. Aku melihatnya menangis.
"Kenapa?" Tanyaku lagi.
"Perut Selfy sakit abang" jelasnya terisak.
Aku langsung beranjak dari tempat tidur untuk mengambil minyak kayu putih. Ini sudah malam, di luar hujan deras. Tidak mungkin kami keluar pergi ke rumah sakit.
"Berbaringlah melintang" perintahku. Aku lihat dia berbaring melintang tanpa ada bantahan. Mungkin karena dia sedang sakit.
"Maaf" ucapku mulai menyimbak baju piayama yang dia pakai. Aku hanya membuka bagian perutnya saja kok.
Aku mulai menuangkan minyak kayu putih ke tanganku. Lalu aku oleskan ke perutnya.
Masyaallah, kulitnya begitu halus dan lembut. Jujur ini membuatku mulai berfantasi. Sambil mengelus perutnya yang rata, aku membayangkan kalau seandainya di dalam perut ini tertanam benihku dan di dalam perut ini juga anak-anakku akan tumbuh berkembang. Tanpa sadar aku mencium perutnya ini tepat di atas pusar.
Aku kaget sekali, atas tindakanku. Namun, pas aku melihat Selfy sudah terlelap. Lega rasanya. Kalau tidak, bisa tamat riwayatku dihabisi singa betina ini. Aku pun ikut berbaring di sampingnya dengan tanganku yang masih mengelus perutnya.
******
*Selfy*
Terdengar azhan subuh yang berkumandang di hpku. Aku langsung membuka mata. Kebiasaanku jika sudah mendengar azhan subuh, aku tak akan bisa tidur lagi.
Aku melirik ke sampingku, aku melihat dia masih terlelap tidur dengan damainya. Entahlah, aku merasa begitu suka memandang wajahnya yang terlelap ini, bagaikan purnama.
Aku mengelus wajahnya, dia bergumam sambil bergerak, tapi tidak mengubah posisi tidurnya.
Dengan sangat beraninya aku mengecup bibirnya.
"Emmm" gumamnya membuka mata.
"Hei... sudah subuh, sholat dulu sana" ucapku dengan suara berbisik yang terdengar serak khas bangun tidur.
"Apa perutmu masih sakit" tanyanya sambil mengelus keningku.
Dengan pelan aku menggeleng tidak.
"Caramu yang baru membangunkanku cukup mujarab. Kamu tau?"
Apa maksudnya? Batinku. Apa dia sadar kalau aku mencuri ciumannya. Oh mau aku letak di mana nih mukaku. Aku malu sekali.
Ketika aku beranjak dengan sangat cepat untuk bangun. Dalam sekejap dia sudah memenjarakanku dalam kurungan lengannya. Bagaimana ini? Aku panik sekali.
"Kamu tidak hanya membangunkanku sayang. Tapi kamu juga membangunkan adik kecilku" ucapnya yang berada di atasku.
Aku kehilangan akal saat wajahnya yang semakin mendekati wajahku. Pikiranku kosong, yang terpikir olehku adalah aku ingin memilikinya.
Dengan sangat lembut dia melumat bibirku, berdesir hatiku menerima perlakuannya. Tubuhku bergetar, aku tak punya kekuatan untuk menolaknya.
Aku membalas ciumannya, kini tanganku membelai lembut rambut dan pungguknya.
Ciumannya mulai turun menelusuri leher jenjangku.
Suara yang aku tahan dari tadi kini mulai keluar.
Sial... aku mulai mendesah.
Dia kembali melumat bibirku dan kemudian mencium keningku.
"Udah, abang sholat dulu ya" ucapnya mengelus bibirku dengan ibu jarinya. Aku hanya bisa mengangguk.
Aku melihat dia masih belum beranjak dari atas tubuhku. Aku mengangkat alisku bertanya kenapa?
Dia hanya tersenyum kepadaku, lalu berkata "udah sayang, kamu sedang tidak suci. Jangan memancingku dengan harapan palsu. Oh sungguh aku tak tahan."
"Sholat sana" suruhku.
Dia masih belum beranjak bangun.
Cup
Kembali dia mengecup bibirku.
"Bagaimana bisa aku bangun jika tanganmu masih menahanku."
Oh aku melupakan tanganku yang masih melingkar di lehernya.
Dengan cepat aku melepaskan tanganku. Dia bangun sambil nyengir jahil ke arahku.
****

KEMBALI TERJALINWhere stories live. Discover now