Enambelas

2.1K 198 5
                                    

Author's POV

Aku hempaskan tubuhku ke ranjang. Permukaannya yang empuk dan lembut langsung menyambutku. Aku memejam dengan kenyamanan yang akhirnya kudapatkan setelah hampir seharian bekerja. Hari ini aku cukup dibuat kesal dengan sikap Dylan yang terkesan bossy. Pria itu menyuruhku membuat kopi, menyapu, mengepel, bahkan membelikannya segala macam keperluan yang dia minta. Demi Tuhan! Aku masih ingat bahwa aku hanya melamar sebagai pelayan toko buku, bukan sebagai pembantu atau pesuruh bos toko buku.

Aku baru saja hendak menyelami alam mimpi saat suara deringan ponsel membangunkanku. Dalam sekali hentakan akupun bangkit. Meraih tas yang kuletakkan begitu saja di lantai, kemudian tanganku mencari-cari ponsel yang masih berbunyi di dalam tas itu.

You fine? - Justin

Aku menatap benda pipih ini cukup lama. Bingung harus menjawab apa. Fisikku memang dalam keadaan baik-baik saja. Tapi psikisku tidak, aku sedang kesal pada Dylan, marah pada Carly, dan sedih karena ditinggalkan, juga kesepian.

Ya I'm fine :)

Tapi aku malah mengatakan yang sebaliknya. Jika yang dimaksud Justin adalah keadaan fisikku saja maka jawabannya adalah baik-baik saja, ya walaupun sedikit lelah.

I can tell you tired now, babe. - Justin

Darimana dia tahu? Well, ya memang aku sedang kelelahan tapi tidak lagi setelah membaca pesan-pesan singkat yang Justin kirimkan. Aku tersenyum ketika menyadari bahwa hubungan kami saat ini, kurasa bisa lebih dari sekedar seorang teman. Dan dia juga tidak pernah mengatakan kita adalah teman. Dia pernah bilang bahwa dia menyukaiku, tapi mungkin saja itu adalah taktik-taktiknya untuk menipu daya. Dan aku tidak bisa menyangkalnya bahwa aku memang sudah ditipu daya olehnya bahkan sebelum dia menyadari dan mencobanya.

Ponselku kembali bergetar tanda pesan masuk. Mengusap lembut layarnya, kudapati nama Justin tertera disana.

I'll take your silentness as 'no'. I give 30 minutes! Get ready babe, we'll going for dinner.

Aku meloncat bangkit dari kasur dan menatap layar ponselku tidak percaya. Dinner? Benarkah? Oh, ok.

Dengan begitu, aku langsung masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri. Aku harus cepat!

Tidak sampai lima menit saat aku akhirnya keluar dari kamar mandi. Kemudian berjalan menuju lemari pakaian, menatap satu persatu dress yang menggantung di sana. Mataku terhenti saat melihat dress berwarna ungu muda yang pernah kupakai saat ulang tahun Matthew. Dress ini. Ini dress milik Carly. Maksudku, dia yang membelikannya untukku. Aku sedih mengingat ini, juga marah. Seharusnya dia memberitahuku terlebih dulu akan rencana kepergiannya ke Paris. Setidaknya, aku akan memiliki lebih banyak waktu berharga bersamanya.

Tapi, sudahlah! Carly sudah pergi. Dia ada di Paris. Dan tebak apa! Dia tidak pernah menghubungiku lagi semenjak malam keberangkatannya itu. Beberapa kali aku sudah menghubunginya tapi selalu tersambung ke voice mail. Untuk saat ini aku bisa memakluminya. Dia sedang berduka dan mungkin saja dia juga sedang sibuk.

Suara ponselku yang kembali bergetar menyadarkanku. Aku meraih benda canggih itu yang kuletakkan di atas kasur.

15 minutes left i'm otw...

Kuhempaskan begitu saja ponsel putih itu ke atas kasur, kemudian bergegas kembali ke lemari dan mengacak-acak isinya untuk menemukan dress yang akan kugunakan.Dan kenapa tidak ada satupun dress yang cocok untuk kukenakan?! Jika saja ada Carly, mungkin akan lebih mudah. Pikiranku kembali menggeleyar, yang kemudian langsung kutepis mengingat waktuku yang semakin menipis.

Bel berbunyi. Aku segera memakai heels-ku yang tingginya tidak sampai empat centi.

Membuka pintu apartemenku, aku melihat Justin di sana dengan setelan kasualnya, membuatku mengernyit padanya.

"Aku pikir kita akan pergi untuk makan malam." Kalimat itu lolos begitu saja. Aku memerhatikan Justin yang mungkin saja merasa tersinggung. Tapi kurasa tidak. Dia diam di tempatnya dengan tatapan yang seakan menelanjangiku. "Ngg... Justin? Jangan tatap aku seperti itu, please." Lagi-lagi kalimat yang di luar kontrol otakku keluar begitu saja. Dan aku tidak bisa lagi menyembunyikan wajahku yang memerah bak kepiting rebus.

Mata Justin kembali menatap mataku. Dia tersenyum. "Kau cantik."

Aku menunduk, tersipu malu akan ucapannya. Padahal, yang kukenakan saat ini sangat simple. Dress berwarna milk purple, dengan heels berwarna hitam. Rambutku tidak sempat kuatur dan kubiarkan begitu saja, juga make up yang kugunakan hampir tidak terlihat.

Hangat tangan Justin menangkup pipiku kemudian mendongakkanku agar menatapnya. Dia menatapku intens, seperti tengah mencari-cari sesuatu dalam tatapanku. Akupun melakukan hal yang sama. Tatapan Justin begitu nyaman, kehangatannya menjalar keseluruh tubuhku. Tapi kenapa aku merasa sesuatu menggangguku saat kulihat lebih dalam kedalam matanya. Dia seperti tengah menyembunyikan sesuatu.

"Justin..."

Bahkan aku tidak sempat menarik napas karena dia telah lebih dulu menautkan bibirnya pada bibirku. Menautkannya dalam.


***

HEART MILES (JB) ✔Where stories live. Discover now