Tigabelas

2.2K 199 3
                                    

I'll pick u up at 7 - Justin

Aku tersenyum saat membaca pesan singkat itu, dan pipiku merona memikirkannya. Rasa penasaran akan kemana Justin akan membawaku malam ini terasa membunuhku. Aku benar-benar ingin tahu. Apa kita akan pergi ke dinner romantis atau semacamnya? Oh jangan mimpi!

Akupun meraih mantel cokelatku dan memakainya. Sebelum melangkah menuju pintu kusempatkan diri untuk melihat rambutku di cermin dan merapikannya dengan jari.

Tidak perlu menunggu malam. Jalanan kota Vegas selalu ramai. Aku adalah salah satu dari mereka yang memadati tempat ini.

Sejujurnya, aku tidak memiliki tujuan mau pergi kemana. Apartemen membuatku bosan. Aku tidak mungkin pergi menemui Justin saat ini seperti yang biasa kulakukan sebelumnya. Maka di sinilah aku sekarang. Berjalan tak tentu arah mengikuti kata hati.

Aku berhenti di sebuah toko buku dan masuk ke dalamnya. Dan langsung melangkah menuju rak yang memuat berbagai majalah terkini. Aku membuka beberapa hanya untuk melihat-lihat foto dari model-modelnya saja. Komentarku, sebenarnya mereka tidak memiliki badan yang bisa kubilang seksi, terlalu kurus dan rata. Tapi entah kenapa hal itulah yang menjadikannya terpajang di sana. Dan yang lebih mendominasi isi majalah ini adalah model celana dalamnya. Sungguh membosankan bukan? Bagiku.

Akupun beralih ke rak lainnya. Dimana berbagai macam jenis buku fiksi berada. The Feeling menarik perhatianku. Akupun meraih buku itu dan membaca blurbnya yang berada di belakang cover.

It's often just enough to be with someone.

I don't need to touch them.

Not even talk,

A feeling passes between you both.

You're not alone...

Aku termenung setelah membaca habis tulisan-tulisan dibelakang cover buku tersebut. Tiba-tiba membuatku tertarik. Tidak akan rugi jika aku membelinya bukan?

Pun aku keluar dari toko buku itu setelah membayar buku yang ingin kubeli di kasir tadi. Perasaan tenang dan semangat mengalir deras dalam diriku. Udara dan sepoi angin yang tertiup terasa menyejukkan sekalipun matahari tengah bersinar dengan teriknya. Aku menatap ke kanan dan kiri, sebelum aku hendak kembali melangkah, kusempatkan untuk berbalik lagi. Menatap pintu toko buku yang sederhana itu. Dan sebuah kertas pengumuman yang tertempel di sana meraih perhatianku. Aku mendekat dan membaca isi kertas pengumuman tersebut yang ternyata berisi lowongan kerja. Aku sempat berpikir untuk beberapa saat. Aku tidak lagi pergi ke sekolah. Ayah dan ibuku juga tidak pernah peduli padaku. Mereka hanya mengirimiku uang untuk keperluan sehari-hariku. Dan sesuatu yang melintas di benak kini membuatku berpikir lebih dalam.

Aku akan mengambil pekerjaan ini. Tidak ada salahnya mencoba menjadi lebih mandiri bukan? Baiklah. Kali ini aku bertekad.

Kuputuskan untuk memasuki kembali toko buku itu. Langsung menuju meja kasir dan bertanya tentang kertas pengumuman yang tertempel di pintu masuk tadi.

"Hm... Apakah kertas pengumuman di sana masih berlaku?" tanyaku. Wanita kasir itu tersenyum ramah. Dan dia sangat cantik dengan rambut lurus yang digerainya. Juga lipstik merah dan make up yang membalut wajahnya. Memang sedikit menor tapi dia benar-benar cantik.

"Ya, apa Anda berniat mendaftar?"

Aku mengangguk cepat.

"Kalau begitu, mari saya antar." Wanita itu tersenyum dengan ramah dan mengantarku menuju sebuah tangga yang terletak di ujung ruangan. Ia menggiringku untuk menaiki tangga tersebut hingga kami sampai di sebuah ruangan yang lebih mirip seperti ruang tamu. Ada tiga buah sofa yang mengitari meja juga menghadap sebuah televisi. Ini seperti rumah sederhana tapi juga tampak sangat menarik.

"Mr. Dylan?" ujar wanita kasir di sampingku.

"Oh Jen, ada apa?"seorang pria keluar dari balik pintu lainnya yang kuyakini adalah sebuah kamar tidur.

"Dia ingin mendaftar sebagai pegawai baru." Wanita kasir bernama Jen itu berucap lembut sembari menunjukku yang kemudian tersenyum.

"Ah, duduklah." Mr. Dylan tersenyum padaku dan mempersilakanku duduk di sofanya.

"Kau bisa kembali bekerja Jen." Jen mengangguk. Tersenyum kepadaku kemudian pergi begitu saja.

Aku menatap Mr. Dylan yang kini telah duduk di hadapanku. Aku tidak menduga pemilik toko buku ini adalah seorang pria muda yang tampan. Tidak akan ada yang menduganya bukan?

"Jadi, siapa namamu nona?"

"Kayla Parker."

Mr. Dylan mengangguk-angguk tampak berpikir. Sedangkan tatapannya tidak beralih dariku. Yang jujur membuatku sedikit risi.

"Apa yang membuatmu ingin bekerja di sini?" tanyanya lagi.

"Aku butuh pekerjaan." Aku menjawab yakin.

Mr. Dylan terkekeh. Dan oh dia sangat tampan. Aku tidak akan pernah mengira seorang pria tampan dan muda sepertinya telah memiliki usaha seperti ini. "Alasan lainnya?" tanyanya lagi.

"Hm... karena aku ingin bekerja." jawabku mantap. Mr. Dylan kembali menatapku cukup lama. Dia menanyaiku banyak hal yang mampu kujawab dengan baik. Seperti interview lamaran pekerjaan lainnya. Tidak sesulit saat menghadapi pertanyaan ujian akhir sekolah, kok.

***

Aku kembali ke apartemenku dan langsung merebahkan diri ke sofa setelah hampir seharian bekerja di toko buku itu. Karena kekurangannya pekerja membuatku langsung diterima tanpa syarat-syarat sulit juga langsung dipekerjakan hari itu juga. Aku sangat senang dan bersemangat. Merapikan buku-buku itu dan mengelapnya bukanlah hal yang sulit dilakukan. Jadi, kuputuskan akan terus bekerja di sana.

Aku ingat seharian ini aku tidak membawa ponselku. Membuatku langsung terperanjat dari sofa dan berlari menuju kamar. Berharap-harap tidak ada panggilan masuk yang tidak terjawab atau pesan yang belum terbalas.

Kau kemana saja? Aku tadi datang ke apartemenmu tapi kau tidak disana - Justin

Aku terdiam dengan perasaan tidak karuan. Antara menyesal dan bahagia. Sungguh menyesal karena aku tidak ada saat dia datang menemuiku. Dan sungguh bahagia mengetahui dia datang menemuiku.

Aku kembali memeriksa kotak panggilan dan menemukan banyak sekali panggilan tak terjawab dari Justin. Juga satu panggilan tak terjawab lainnya dari Carly yang tak kuhiraukan.

Kuputuskan untuk menelfon balik Justin. Setelah nada dering kedua diapun mengangkatnya.

"Kayla?!" suara nya terdengar panik di ujung sana membuatku mengernyit tidak mengerti.

"Ya, Just..."

"Godamn it, Kay! Kau dimana?! Apa kau baik-baik saja?!" suaranya benar-benar terdengar panik. Tapi membuatku terkekeh geli karenanya.

"Tenanglah, Justin. Aku di apartemen dan aku baik-baik saja," jawabku dengan tawa geli.

Aku mendengar Justin mengumpat kesal sebelum telepon terputus yang ditutup secara sepihak olehnya. Membuatku cemberut karena kesal. Tapi kemudian aku langsung tersenyum.

Apa seharian ini Justin mengkhawatirkanku?

Lagi...

Jangan mimpi, Kayla!


***

HEART MILES (JB) ✔Where stories live. Discover now