Sepuluh

2.3K 212 0
                                    

Justin menjemputku saat jam pada dinding telah menunjukkan angka delapan.

“Jadi, kemana kita akan pergi?” tanyaku memulai pembicaraan saat di dalam elevator.

“Kau akan tahu nanti.” Justin menjawab dengan dingin kembali tanpa menatap kearahku.

“Apa ini resmi?”

“Kau bercanda? Tentu tidak Kay, kau hampir tidak akan menemukan adu balap resmi di Las Vegas.” Justin terkekeh dan tersenyum melirik sebentar kearahku.

“Kau ikut berkompetensi atau hanya sebagai penyemangat saja?”

“Bisa kau gunakan bahasa yang lebih informal? Kau membuatku merasa seperti sedang di wawancarai.”

Aku mengangguk. Meratap pada diriku sendiri. Benar, kenapa aku menjadi segugup ini? Ayolah Kayla! Ini hanya adu balap biasa yang sering dilakukan Justin. Oh ya Tuhan! Kenapa aku masih bertanya jika semua itu sudah kutahu dengan baik sebelumnya? Apa ini juga karena kegugupanku?

Elevator berdenting dan pintunya terbuka. Dengan langkah tergesa Justin berjalan di depanku. Aku tidak tahu apa yang membuatnya tergesa-gesa seperti itu. Membuatku sedikit berlari mensejajarkan langkahku dengannya.

Sebuah motor balap berwarna hitam terparkir sempurna dengan kerennya di depan gedung. Aku menduga itu motor Justin yang ternyata benar. Dia memberikanku sebuah helm berwarna putih yang segera aku pakai.

“Cepat!” perintahnya terburu-buru.

“Apa kita terlambat?”

“Tidak.”

Aku naik ke motornya dan setelah itu, Justin langsung menancap gas. Melaju kencang di jalan raya dan bergabung dengan kendaraan lainnya. Aku heran kenapa dia begitu terburu-buru. Bukankah kita tidak terlambat?

*

Kurasa, kita sampai. Aku turun dari motornya dan menatap ke keadaan bising dan ramai di sekitarku. Jujur saja, ini baru yang pertama kali aku datang ke tempat sepert ini. Jadi aku merasa wajar jika tidak merasa terlalu nyaman.

“Tunggu disini, mengerti?” kata Justin saat menangkup pipiku dengan sebelah tangannya yang terbalut sarung tangan balap berwarna hitam. Sekalipun sebagian wajahnya tertutup helm, aku tahu dia sedang tersenyum. Terlihat jelas dari matanya.

Aku mengangguk. “Ya. Hati-hati, dan berjuanglah!” kataku sedikit memberi semangat padanya. Setelah itu, Justin pergi ke dalam arena balap, bergabung dengan peserta lainnya.

Aku sendiri sekarang, tidak benar-benar sendiri karena masih banyak orang di sekitarku. Tapi aku tidak mengenal salah satupun dari mereka. Itu kenapa aku mengatakan aku sendiri. Tempat ini didominasi dengan pria. Yang membuatku sedikit merasa waspada. Tapi juga ada beberapa wanita yang kulihat. Mereka bergabung dengan pria-pria itu. Mereka bahkan tidak malu bercumbu di tempat umum seperti ini. Aku bergidik. Akan kupastikan semua itu tidak akan terjadi padaku.

Suara seruan banyak orang membuatku teralihkan ke jalanan. Balapan akan segera dimulai. Aku melihat Justin berada di barisan paling depan dengan seorang pria yang entah aku tidak tahu siapa.

Saat seorang gadis dengan pakaian seksi  itu mengayunkan benderanya, oh maksudku branya, dan memberi aba-aba mulai. Raungan motor-motor itupun tidak lama terdengar. Mereka melaju sangat cepat. Dalam hati aku terus berdoa agar Justin baik-baik saja. Karena sangat tidak jarang terjadi kecelakaan dalam balapan. Ya, kan?

Motor-motor itu menghilang di tikungan jalan. Aku kembali menatap ke sekelilingku. Masih merasa waspada. Entah kenapa, aku selalu merasa terintimidasi berada di tempat keramaian seperti ini. Tidak pernah membuatku nyaman.

“Hey, kau Kayla kan?” seorang pria berdiri di sampingku tanpa aku sadari. Samar-samar, aku mengenalnya, tapi aku tidak tahu di mana telah melihatnya.

“Ya,” jawabku sedikit ragu. Bukan karena ragu akan namaku sendiri, tapi karena kehadiran pria ini yang tiba-tiba datang dan sepertinya mengenalku.

Dia terkekeh. “Aku Matthew, pria tampan pemilik pesta ulang tahun dua minggu lalu."

Kepalaku berputar kembali mengingat-ingat. Dan aku langsung mengenalnya. ‘Pria tampan pemilik pesta ulang tahun?’ tidakkah itu terdengar sedikit menggelikan? Tapi memang benar, dia tampan.

“Hi Matthew,” sapaku. Seperti yang orang di duniaku lakukan pada umumnya. Hanya untuk kesopanan dan keakraban. Dan dia malah menertawaiku? Kenapa?

“Justin benar.” Matthew menghentikan tawanya, tapi masih sedikit menyeringai.

“Apa yang dikatakan Justin?” tanyaku agak ragu.

“Kau gadis yang kaku.”

Justin mengatakannya? Haruskah aku marah? Seharusnya, tapi aku bahkan tidak merasakannya dan malah tersenyum  tersipu. Dan setelahnya aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa lagi saat seorang pria asing berada di dekatku.

“Tidak perlu sekaku itu, Kayla. Ayo! Kita bergabung dengan yang lainnya.” Matthew merangkul bahuku dan menggiringku pergi dari tempatku yang seharusnya. Aku agak enggan. Karena sebelumnya aku telah berjanji akan menunggu Justin di sana. Oh sialan!

“Hey guys! Kenalkan gadis cantik ini adalah Kayla!” Matthew berkata dengan sedikit berteriak agar teman-temannya mendengarnya. Dan mereka pun beralih menatapku. Ada yang biasa-biasa saja. Tersenyum. Atau bahkan tersenyum meremehkan. Tapi aku diam tidak berkutik.

“Si gadis kaku itu?” salah satu dari mereka menyahut.

“Oh ayolah Chaz! Jangan seperti itu padanya,” Matthew menyahut di sampingku dan mereka semua tertawa.

Oke, aku cukup merasa menjadi bahan olok-olokan di sini. Membuatku semakin risi dan tidak bisa berbohong untuk tidak tersinggung karena mereka. Tapi saat suara raungan motor terdengar di kejauhan. Mereka semua teralihkan dan memilih mendekat ke pinggiran jalan. Membuatku sedikit lega karenanya.

Aku terlalu sibuk dengan pikiranku dan saat aku dengar mereka menyebut-nyebut nama Justin saat itupun aku menoleh. Ikut bergabung bersama yang lainnya di pinggir jalan. Melihat siapa yang berada di barisan depan aku tersenyum dan memekik tertahan karena senang yang membuncah di dada.

Justin menang menjadi yang pertama. Teman-temannya seperti Matthew, Ryan dan yang lainnya mendekati Justin dan memberi pria itu ucapan selamat. Seorang pria berkulit hitam yang juga kutemui di pesta Matthew  (yang seingatku namanya Jack) mengocok botol alkohol dan membukanya yang membuat isinya meluncur ke atas.

Aku hanya dapat memerhatikan mereka dari sini. Menunggu Justin mendekatiku karena aku tidak akan datang ke sana hanya untuk mengucapkan selamat.

Seorang wanita dengan tubuh seksi dan pakaian minim merangkul Justin. Napasku terasa tercekat untuk beberapa saat. Apa yang dia lakukan?! Teriakku dalam hati. Dan kenapa Justin tidak menepis pergi jalang itu?! Dan aku sungguh sudah tidak bisa berkata-kata lagi saat wanita itu maju dan mencium Justin. Kukira Justin akan menghindar, tapi tertanya tidak. Dan dia terlihat seperti menikmatinya.

Aku terpaku seperti patung di tempatku untuk beberapa saat. Semuanya seakan bergerak semakin cepat dan hanya aku dan apa yang kulihat menjadi semakin melambat. Aku tersadar saat seseorang menyenggol bahuku. Aku tidak ingin menangis, tapi air mataku telah jatuh begitu saja tanpa kuperintah. Rasa perih karena luka baru di hati ini terasa sangat menyakitkan. Dia bersikap manis beberapa menit yang lalu. Kupikir dia juga menyukaiku. Apa ini yang dilakukannya saat dia tidak sedang bersamaku? Apa Justin yang kukenal sekarang masih menjadi Justin yang dulu? Jika begitu, maka… ah tidak! I love him! No matter what!  Kejadian seperti ini bukanlah yang pertama kali kulihat. (Tapi kenapa justru inilah yang paling menyakitkan?)

Oh hentikan, Kayla! Kau bukan siapa-siapanya!

Tapi sebelum aku menyadarinya, aku menangis. Pandanganku rabun karena air mataku yang mengalir deras. Aku merasa ingin segera enyah dari tempat ini, kemudian akupun berjalan, sedikit berlari, dan benar-benar berlari. Menjauh sejauh mungkin dari tempat sialan itu.

***

HEART MILES (JB) ✔Where stories live. Discover now