Enam

2.9K 232 4
                                    

Carly datang lima belas menit setelah sambungan telepon kami putus. Dia mengenakan jaket berwarna pink serta jeans panjang yang ketat dan terlihat sangat pas di kakinya yang jenjang, juga sepasang boots sebagai alas kakinya. Kostumku juga tidak jauh berbeda dengannya, hanya warna yang membedakan.

Aku menggerai rambutku agar angin malam tidak terasa terlalu menusuk mengingat ini adalah awal bulan December.

Kami memilih sebuah pasar malam yang terletak di tengah kota. Aku berjalan beriringan dengan Carly mendekati sebuah wahana kuda putar. Hanya untuk bernostalgia mengingat dulu aku sering menaiki wahana ini bersama keluargaku.

Aku sungguh tidak bisa berhenti untuk tidak tersenyum saat carousel-nya mulai berputar perlahan. Carly pun sama. Bahkan sesekali kita akan tertawa sekalipun tidak ada hal yang terlalu lucu untuk ditertawakan. Tapi bagaimana? Kami terlalu bahagia maka apa yang bisa kami lakukan?

Aku dan Carly mengambil beberapa foto bersama sebelum kuda putarnya berhenti. Dengan senyum lebar dari telinga ke telinga.

”This is so crazy!” Carly berteriak dengan tawanya saat kami telah keluar dari wahana kuda putar itu. “Aku tidak tahu kalau bertingkah seperti anak kecil akan semenyenangkan ini!” dia berseru lagi, dan aku ikut tertawa dengannya.

“Kita harus mencoba Roller Coaster Carly!” aku membujuk Carly dan menarik tangannya untuk ikut mengantre membeli karcis. Bahkan aku tidak peduli apakah dia setuju atau tidak.

“Kayla.” Carly bebisik di belakangku membuatku menoleh padanya.

“Tidak apa Carly, ini tidak seburuk seperti yang kau pikirkan. Percayalah!” aku meraih tangan Carly dan memegangnya. Dia tampak berfikir. Hingga suara deringan ponsel di dalam tasnya menginterupsi. Carly mengalihkan pandangannya dariku. Kemudian dengan itu, dia meminta izin dan berjalan menjauh ke tempat yang tidak terlalu jauh hanya untuk mengangkat telepon dari orang yang tentu saja tidak aku kenal. Tapi kecurigaanku berakhir tidak lama karena aku yakin Carly membutuhkan privasinya.

“Baiklah... ceritakan padaku siapa pria itu?” ujarku antusias saat dia telah kembali berdiri di hadapanku.

Wajahnya tampak bingung. Dan aku tahu dia sedang menyembunyikan rona merah di wajahnya.  “Kau membuatku semakin bersemangat untuk terus menggodamu sampai kau ceritakan siapa pria ini yang telah menyita banyak waktumu dari sahabatmu sendiri,” tukasku asal dengan nada yang sengaja kubuat seserius mungkin.

Melihat perubahan raut wajah Carly membuatku tertawa keras. “Oh ayolah. Aku hanya bercanda,” ucapku pada akhirnya.

“Ya. Kau memang seharusnya bercanda karena aku tidak akan berselingkuh dari Ryan dan kau tahu itu,” jawab Carly sembari memutar matanya kesal.

“Sudah kuduga!”

“Apa?!” pekik Carly membuatku tertawa semakin keras. “Kali ini aku akan benar-benar membawamu pada Mr. Clown,” ancamnya. Dan dengan segesit mungkin aku menghindar ketika dia hendak meraihku. Membuat aksi saling tangkap ini berlangsung seperti bocah lima tahun yang pertama kali menginjakkan kakinya di pasar malam. Aku terus terkekeh tapi juga penuh dengan kewaspadaan. Hanya untuk jaga-jaga kalau ucapan Carly itu memang benar-benar lelucon. Karena jika bukan, ugh! Aku tidak tahu! Mungkin aku akan trauma pergi ke pasar malam hanya karena seorang badut yang sangat aku takuti.

Tiba-tiba saja punggungku menabrak sesuatu… atau tepatnya seseorang. Aku terkesiap dan dengan cepat aku berbalik menghadap siapapun orang yang kutabrak. Tanpa melihat siapa, aku membungkuk meminta maaf. Seketika itu juga tawa dan senyum di bibirku lenyap.

“Hey, Kay! Tidak apa.”

Jantungku hampir saja meloncat dari tempatnya ketika suara itu membangunkan alarm keras di dalam tubuhku. Dan mataku membulat sempurna ketika aku mendongak dan menemukan Justin di sana dengan senyum manis dan… oh! Dia sangat tampan.

“J-justin?”

“Ya, namaku Justin,” jawabnya sambil memutar bola mata. Dia tersenyum kemudian padaku, dan aku bersumpah akan melakukan apapun untuk mempertahankan senyum  itu. “Ayolah Kay! Hentikan wajah terpesona itu.” Seketika itu juga aku mengambil alih kontrolku dan mengembalikan raut wajahku seperti sedia kala. Biasa-biasa saja. 
Aku menoleh saat mendengar suara kekehan pria lain. Saat pandanganku melewati bahu Justin, aku melihat pria berambut hitam berdiri di sana yang kukenal bernama Ryan. Ryan?! Lama memperhatikannya membuatku berfikir dia pria yang tampan. Pantas saja Carly…

“Hey Kayla berhenti menatapnya seperti itu! Dia milikku.” Carly berjalan mendekati Ryan dan tanpa kusangka mereka langsung berciuman membuatku mengernyit dahi. Aku tahu Carly memang sering melakukannya bahkan untuk hal yang lebih dari sekedar ciuman. Tapi haruskah mereka melakukannya di tempat umum seperti pasar malam di mana anak-anak berkeliaran dimana-mana? Ugh!

“Kau iri?” Justin menginterupsi pendengaranku membuatku langsung menoleh padanya.

“Apa?” tanyaku tidak mengerti.

Dia menyeringai. “Berciuman.”

Tubuhku langsung bereaksi saat satu kata itu keluar dari mulutnya. Akankah ciuman pertamaku diambil olenya? Oh! Jangan mimpi, Kayla!

Justin tiba-tiba saja merangkul pinggangku dan dengan itu dia menyeretku untuk berjalan. Aku menoleh ke belakang dan mendapati Carly tengah menyeringai dan mulutnya bergerak seakan mengucapkan, ‘semoga beruntung’. Semoga beruntung? Untuk apa?

“Kau tahu? Aku tidak akan komplain jika lain kali kita bertemu, kau langsung berlari kearahku dan menciumku.”

Aku menoleh pada Justin yang sedang tersenyum menggoda dengan kerlingan di matanya. Oh haruskah?

“Tidak, terimakasih.” Aku mengalihkan pandanganku darinya dan seketika itu juga mataku langsung tertuju pada Mr. Clown yang sedang menakuti anak-anak. Well, dia memang sedang menghibur, tapi bagiku tidak ada hiburan yang secreepy itu. Mataku melebar dan seketika itu juga alarm pada tubuhku berbunyi keras, menyuruhku untuk segera berlari atau melakukan sesuatu untuk menghindar.

Justin mungkin menyadari keteganganku dan pelukan tangannya yang melingkar di pinggangku semakin mengerat. Menempelkan bahu kami. Membuatku merasakan kenyamanan dan kehangantannya. “Kau baik-baik saja?”

“Bisa kita pergi dari sini? Kurasa kita salah jalan,” tukasku cepat tanpa menatapnya dan terus mengawasi badut sialan itu. Takut jika angin membawanya kemari, ke tempatku berdiri, dengan wajahnya yang mengerikan itu.

Kurasakan tatapan Justin padaku lama. “Baiklah,” katanya yang kemudian membawaku pergi.

***

r e g a r d s,
Justin’s Wifey

HEART MILES (JB) ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora